Pendidikan

Info MGMP

 

MUSEUM NASIONAL 

  

Visi:

 

 

Museum Kebudayaan Indonesia bertaraf internasional melalui insan dan ekosistem yang berkarakter  dengan dilandasi semangat gotong royong

 

Makna   dari   Visi   Museum   Nasional   ”Museum   Kebudayaan   Indonesia   bertaraf internasional  melalui  insan  dan  ekosistem  yang  berkarakter    dengan  dilandasi  semangat gotong royong” adalah sebagai berikut:

 

 

1. Museum Kebudayaan Indonesia bertaraf internasional

 

Menurut rumusan yang dibuat oleh International Council of Museums (ICOM), museum adalah lembaga yang bersifat tetap,  tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat secara dinamis,  terbuka  untuk  umum  dan  menjadi  tempat  untuk  mengumpulkan  dan  merawat barang-barang untuk tujuan pengajian, pendidikan, dan kesenangan. Sebagai Museum Nasional Indonesia, lembaga ini didirikan untuk menjalankan fungsi pendidikan kebudayaan, menjadi sumber inspirasi, rekreasi, dan sarana untuk mencerdaskan bangsa, mengukuhkan kepribadian bangsa,  dan meningkatkan semangat persatuan.

 

Museum Nasional Indonesia adalah museum yang menyajikan kebudayaan Indonesia. Di sini “kebudayaan Indonesia” dipahami sebagai suatu produk dan sekaligus proses. Sebagai produk,  kebudayaan  Indonesia  mengacu  kepada  bentuk-bentuk  dan  sifat-sifat  khas  yang tampil pada zaman-zaman tertentu, dimulai sejak awal kehadiran mahluk manusia di Nusantara hingga abad ke-20. Zaman-zaman itu dibagi dalam periode-periode prasejarah, pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha, pengaruh kebudayaan Islam, masuknya bangsa Eropa, dan zaman kemerdekaan. Sebagai suatu proses, kebudayaan Indonesia dipandang aspek dinamikanya, yaitu mekanisme-mekanisme yang dapat menjelaskan bagaimana masyarakat Indonesia membentuk karakternya. Mekanisme tersebut berlangsung secara internal maupun eksternal. Mekanisme internal terjadi melalui proses adaptasi manusia dengan lingkungan hidup di sekitarnya-nya, sedangkan mekanisme ekternal berlangsung melalui pertemuan dengan  bangsa-bangsa lain.

 

Dengan demikian, Museum Nasional Indonesia sebagai museum tentang kebudayaan Indonesia  akan  menyampaikan  informasi  melalui  koleksi  yang  dimiliki  untuk menggambarkan bentuk-bentuk kebudayaan Indonesia dari zaman ke zaman dan menggambarkan proses-proses yang menyebabkan kebudayaan Indonesia menjadi seperti sekarang ini.

 

Museum Nasional Indonesia dibangun dan dirancang untuk menjadi museum yang bertaraf internasional. Artinya, Museum ini harus menerapkan standar internasional, baik mengenai pengelolaannya, sarana penunjangnya, maupun kualitas sumberdaya manusianya.

 

37


2. Semangat gotong royong

 

Semangat gotong royong dapat dimaknai sebagai kesadaran dan tanggungjawabbanyak pihak untuk secara bersama, sukarela, merasa turut berkepentingan dengan keinginan saling menolong, dalam sebuah gerakan yang berlandaskan gotong royong terlibat aktif dalam pembangunan kebudayaan terutama meningkatkan kecintaan masyarakat terhadap museum. Makna gotong royong merupakan salah satu ciri khas bangsa Indonesia. Gotong royong diakui sebagai kepribadian dan budaya bangsa yang telah berakar kuat dalam kehidupan masyarakat. Gotong royong dalam pembangunan pendidikan dan kebudayaan berarti banyak hal yang dilakukan secara bersama oleh banyak pihak secara sadar, sukarela, merasa turut berkepentingan, serta dengan keinginan saling menolong. Berlandaskan gotong royong akan memposisikan pembangunan pendidikan dan kebudayaan sebagai sebuah gerakan. Gerakan yang dicirikan, antara lain oleh keterlibatan aktif masyarakat, dukungan langsung dunia usaha,

dan kepercayaan yang tinggi terhadap lingkungan lembaga satuan pendidikan seperti sekolah.

 

3. Insan Museum

 

Seluruh pemangku kepentingan bidang permuseuman yang meliputi pelaku budaya, pengelola budaya dan masyarakat.

 

 

4. Ekosistem Museum

 

Meliputi warisan dan karya budaya, masyarakat, industri, organisasi profesi, pemerintah, keluarga, pelaku budaya, pengelola budaya, sarana prasarana budaya, tata kelola, dan media yang menjalin hubungan kerjasama.

 

5. Berkarakter

 

Memiliki 8 nilai, yaitu : integritas, kreatif dan inovatif, inisiatif, pembelajar, menjunjung meristokrasi, terlibat aktif dan tanpa pamrih

 

 

 

 

Misi:

 

Dalam rangka mencapai visi ini, ada 5 (lima) misi yang harus diemban oleh Museum Nasional , yaitu:

1.  Mewujudkan pengelolaan koleksi sesuai standar internasional.

2.  Mewujudkan pelayanan prima.

3.  Mewujudkan Museum sebagai sarana edukasi dan rekreasi.

4.  Mewujudkan kajian pengembangan permuseuman yang berkualitas.

5.  Mewujudkan tata kelola yang baik dengan pelibatan publik.


Misi Renstra Museum Nasional  2015—2019 dapat dimaknai sebagai berikut:

 

 

1.  Mewujudkan pengelolaan koleksi sesuai standar internasional,

yaitu pengelolaan koleksi di     Museum Nasional mengacu pada standar internasional seperti  dilakukan negara maju, antara lain Perancis, Belanda, Amerika Serikat, Singapura, Korea Selatan   sehingga koleksi Museum Nasional dapat tercatat dengan rapi, terawat dengan baik, dan keakuratan informasi koleksi dapat di yakini dengan baik.

 

 

2.  Mewujudkan pelayanan primaPelayanan prima, merupakan bagian dari quality service museum terhadap masyarakat. Pelayanan prima  pada museum tidak terlepas dari 3 pilar utama, yaitu : kompetensi, customer (masyarakat) dan competitor (pesaing). Artinya untuk dapat melayani secara prima maka pegawai museum harus memiliki kompetensi atau keahlian sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing. Dengan kata lain penempatan pegawai harus memperhatikan latar belakang keilmuannya. Filosofi pelayanan prima yang dapat  diterapkan  di  museum,  antara  lain  :  fokus  pada  pengunjung  dalam  hal  ini masyarakat, obsesi terhadap kualitas (harus selalu ada peningkatan kualitas pelayanan dibandingkan tahun sebelumnya), pendekatan ilmiah (inovatif dan kreatif, trial and error). Pelayanan prima yang akan diterapkan di Museum Nasional adalah pelayanan yang mudah didapat, tepat waktu, akurasi, cepat, sopan, ramah, nyaman dan atribut lainnya, seperti bersih, indah, aman dan bermanfaat.

 

 

3. Mewujudkan  museum  sebagai  sarana  edukasi  dan  rekreasi,  Banyak  hal  yang  dapat dipelajari di museum antara lain sejarah kebudayaan Indonesia dan dunia yang bisa diperoleh dari informasiinformasi koleksi yang dimiliki Museum Nasional. Museum menjadi tempat pilihan utama yang menyenangkan dan nyaman untuk rekreasi keluarga. Untuk mewujudkan misi tersebut, Museum Nasional harus meningkatkan sarana/prasarana dan kegiatan publik seperti  pameran, mendongeng, membatik, edu kids, ruang kidscorner, media  interaktif,  media  centre,  akses    internet.  Dengan  demikian  museum  diartikan sebagai media edukasi dan rekreasi.

 

 

4. Mewujudkan kajian pengembangan permuseuman yang berkualitas.

Untuk melakukan pengembangan permuseuman diperlukan pengkajian koleksi, teknis dan administrasi. Hal ini diperlukan untuk mencari, menambah atau melengkapi informasi tentang koleksi, tata pamer, pengelolaan koleksi, kepuasan pengunjung, dan manajemen museum   secara   umum.   Hasil   dari   kajian   yang   ini   dapat   dijadikan   rekomendasi perencanaan program/kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan museum.

 

 

5. Mewujudkan tata kelola yang baik dengan pelibatan publik.

Memaksimalkan  pelibatan  publik  dalam  seluruh  aspek  pengelolaan  kebijakan  yang berbasis data, riset, dan bukti lapangan merupakan salah satu cara Museum nasional untuk meningkatkan tata kelola museum melalui   laporan yang transparansi   dan akuntabilitas dalam pelaksanaan program.


 

 

B.  Sejarah Singkat Museum Nasional

 

Abad ke-18 di Eropa berkembang kegiatan intelektual yang menghasilkan kemajuan ilmu pengetahuan. Pada waktu itu banyak didirikan perkumpulan ilmiah, satu di antaranya adalah De Hollandsche Maatschappij der Wetenschappen (Perkumpulan Ilmiah Belanda) yang didirikan di Haarlem tahun 1952.

 

Pada awalnya perkumpulan ini berencana mendirikan sebuah cabang di Batavia (Jakarta), tetapi ada segelintir orang yang punya gagasan lebih baik mendirikan perkumpulan yang independen di Hindia Belanda. Maka pada tanggal 24 April 1778 berdirilah suatu lembaga swasta   yang disebut Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen yang merupakan cikal bakal Museum Nasional.

 

Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BG) merupakan lembaga independen yang didirikan untuk  tujuan memajukan penelitian dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang-bidang ilmu biologi, fisika, arkeologi, kesusastraan, etnologi dan sejarah, serta menerbitkan hasil penelitian. Lembaga ini mempunyai semboyan

Ten Nutte van het Algemeen (Untuk Kepentingan Masyarakat Umum).

 

Salah seorang pendiri lembaga ini, yaitu JCM Radermacher, menyumbang-kan sebuah rumah miliknya di Jalan Kalibesar, suatu kawasan perdagangan di Jakarta-Kota. Kecuali itu ia juga menyumbangkan sejumlah koleksi benda budaya dan buku yang amat berguna; sumbangan Radermacher inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya museum dan perpustakaan.

 

Selama masa pemerintahan Inggris di Jawa (1811 1816), Letnan Gubernur Sir Thomas Stamford Raffles menjadi Direktur perkumpulan ini. Oleh karena rumah di Kalibesar sudah penuh dengan koleksi, Raffles memerintahkan pembangunan gedung baru untuk digunakan sebagai museum dan ruang pertemuan untuk Literary Society (dulu disebut gedung ‘Socteit

 

de Harmonie’). Bangunan ini berlokasi di Jalan Majapahit nomor 3. Sekarang di tempat ini berdiri kompleks gedung Sekretariat Negara, di dekat Istana Kepresidenan.

 

Jumlah koleksi milik BG terus meningkat hingga museum di Jalan Majapahit tidak dapat lagi  menampung  koleksinya.  Pada  tahun  1862,  pemerintah  Hindia-Belanda  memutuskan untuk membangun sebuah gedung museum baru di lokasi yang sekarang, yaitu Jalan Medan Merdeka Barat No. 12 (dulu disebut Koningsplein West). Tanahnya meliputi area yang kemudian di atasnya dibangun gedung Rechst Hogeschool   atau ‘Sekolah Tinggi Hukum’ (pernah dipakai untuk markas Kenpetai di masa pendudukan Jepang, dan sekarang Departemen Pertahanan dan Keamanan). Gedung museum ini baru dibuka untuk umum pada tahun 1868.

 

 

 

 

 

 

 

 

40


 

Museum ini sangat dikenal di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya penduduk Jakarta. Mereka menyebutnya Gedung Gajah atau ‘Museum Gajah karena di halaman depan  museum  terdapat  sebuah  patung  gajah  perunggu  hadiah  dari  Raja  Chulalongkorn (Rama V) dari Thailand yang pernah berkunjung ke museum pada tahun 1871. Kadang kala disebut juga Gedung Arca karena di dalam gedung memang banyak tersimpan berbagai jenis dan bentuk arca yang berasal dari berbagai periode.

 

Pada tahun 1923 perkumpulan ini memperoleh gelar koninklijk’ karena jasanya dalam bidang ilmiah dan proyek pemerintah sehingga lengkapnya menjadi Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen.

 

Pada tahun 1931, sebagian koleksi museum diikutsertakan dalam pameran kebudayaan dunia di Paris. Malangnya, kebakaran di ruang pameran telah memusnahkan stan pameran sehingga menghancurkan semua benda yang ada. Museum menerima uang asuransi sebagai ganti rugi atas museibah kebakaran itu, dan tahun berikutnya dana tesebut digunakan untuk membangun ruang pameran keramik, ruang perunggu, dan khazanah di lantai 2.

 

Pada tanggal  26  Januari  1950,  Koninklijk  Bataviaasch  Genootschap  van  Kunsten en Wetenschappen diubah namanya menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia. Perubahan ini disesuaikan dengan kondisi waktu itu, sebagaimana tercermin dalam semboyan barunya: memajukan  ilmu-ilmu  kebudayaan  yang  berfaedah  untuk  meningkatkan  pengetahuan tentang kepulauan Indonesia dan negeri-negeri sekitarnya.

 

Mengingat  pentingnya  museum  ini  bagi  bangsa  Indonesia  maka  pada  tanggal  17

September 1962 Lembaga Kebudayaan Indonesia menyerahkan pengelolaan museum kepada pemerintah Indonesia, yang kemudian menjadi Museum Pusat. Akhirnya, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, No.092/O/1979 tertanggal 28 Mei 1979, Museum Pusat ditingkatkan statusnya menjadi Museum Nasional.

 

Tahun 1987, koleksi Museum Nasional berupa naskah-naskah kuno dan buku-buku pustaka di boyog ke Perpustakaan Nasional di Jalan Salemba Raya 28. Begitu pula dengan koleksi seni rupa (tahun 2000) ditempatkan di Galeri Nasional di Jalan Medan Merdeka Timur 14.

 

Hingga saat ini Museum nasional menyimpan lebih dari 141.000 koleksi benda-benda bernilai sejarah yang terdiri dari koleksi prasejarah, arkeologi, etnografi, geografi, sejarah, numismatik dan heraldik serta koleksi keramik. Saat ini Museum Nasional terdiri dari dua gedung yaitu gedung lama (gedung A/gedung gajah) yang dibangun tahun 1862 dan gedung baru (gedung B/gedung arca) yang diresmikan pada tanggal 20 Juni 2007 oleh Dr. Susilo Bambang Yudhoyono, presiden ke-6 Republik Indonesia.


C.  Gedung B Museum Nasional

 

Tahun 1996 - 2007 merupakan tahap-tahap pembangunan gedung baru Museum Nasional di sebelah Utara gedung lama (Gedung A). Sejalan dengan pembangunan tersebut Museum Nasional   pun menyiapkan konsep pameran untuk mengisi ruang-ruang di sayap baru ini. Berbeda dengan penataan pameran di gedung lama, di Gedung B ini alur ceritanya didasarkan pada kerangka unsur-unsur kebudayaan, yang oleh Prof. Koentjaraningrat dikelompokkan menjadi tujuh isi pokok kebudayaan, meliputi: [1] Sistem Religi dan Upacara Keagamaan; [2]  Sistem  dan  Organisasi  Kemasyarakatan;  [3]  Sistem  Pengetahuan;  [4]  Bahasa;  [5] Kesenian; [6] Sistem Matapencaharian Hidup; [7]. Sistem Teknologi dan Peralatan.

 

Setiap benda budaya karya manusia tentu menggambarkan fungsinya ke dalam unsur- unsur tersebut. Artinya, dilihat dari dimensi bentuk (form), ada koleksi yang menggambarkan sistem religi, sistem mata pencaharian hidup, kesenian, dan seterusnya. Dimensi bentuk tersebut kemudian dipadukan dengan pemilahan berdasarkan dimensi waktu (time). Dimensi waktu yang dipakai bersifat makro yang kemudian dapat diurai ke dalam rincian waktu yang lebih mikro. Pembagian dimensi waktu yang bersifat makro tersebut misalnya: masa prasejarah, masa pengaruh Hindu-Buddha, masa Kolonial, dan seterusnya.

 

Penataan koleksi dengan konsep pemaduan antara parameter unsur budaya dalam dimensi bentuk  dan  ruang serta  parameter dimensi  waktu  tersebut  diharapkan  lebih  memperjelas gambaran kepada para pengunjung. Dengan demikian benda-benda koleksi yang dipamerkan bisa lebih banyak berbicara karena satu sama lain saling melengkapi sehingga koleksi yang dipamerkan menjadi satu kesatuan yang utuh, tidak sekedar sekumpulan koleksi yang diletakkan di dalam suatu ruang.

 

Selain menggunakan parameter unsur budaya yang dipadu dalam dimensi bentuk, waktu, dan ruang, (form, time, and space), ada sejumlah koleksi yang  diperlakukan secara khusus, yaitu koleksi khasanah dan koleksi keramik.

 

Benda-benda  yang  dapat  dikategorikan  sebagai  koleksi  khasanah  (treasures)  adalah benda-benda atau koleksi yang memiliki nilai khusus, bisa karena terbuat dari emas dan perak, atau batu-batu mulia (benda-benda yang bernilai sangat tinggi), atau juga benda-benda yang memiliki 'arti khusus' yang berfungsi sebagai regalia.

 

Koleksi keramik diperlakukan secara khusus, didasarkan pada pertimbangan bahwa koleksi keramik Museum Nasional sudah sangat terkenal di dunia internasional, selain karena jumlahnya  yang  banyak,  juga  karena  kelangkaan  dan  keindahannya.  Selain  itu,  dalam


masyarakat, keramik sudah memiliki tempat khusus yang oleh kalangan penggemarnya (kolektor keramik) dianggap sebagai barang seni yang mempunyai nilai tinggi, seperti halnya lukisan atau perhiasan. Koleksi keramik  Museum Nasional mempunyai arti khusus karena keramik dari luar Indonesia tersebut semuanya ditemukan di Indonesia, jadi dapat menjadi bukti betapa intensifnya hubungan dagang dengan negara-negara penghasil keramik tersebut pada masa lalu.

 

Kini Museum Nasional telah selesai membangun gedung baru di sisi Utara yang terdiri atas 7 (tujuh) lantai, dan empat di antaranya adalah ruang pameran tetap. Penataannya adalah sebagai berikut:   [a] Lantai 1: Manusia dan lingkungan; [b] Lantai 2: Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Ekonomi; [c] Lantai 3: Organisasi Sosial dan Pola Pemukiman; [d] Lantai 4: Ruang Khasanah dan Keramik.

 

Bila dikaitkan dengan konsep unsur-unsur kebudayaan di atas memang belum semuanya terakomodir dalam penataan pameran di keempat lantai tersebut. Diharapkan pembangunan tahap berikutnya segera direalisasikan, sehingga penggambaran kerangka unsur-unsur kebudayaan tersebut dapat disajikan secara lengkap.

 

 

 

Lantai 1: Manusia dan Lingkugan

 

Pameran Manusia dan Lingkungan menyajikan informasi tentang manusia serta lingkungannya  yang hidup pada kurun waktu jutaan tahun yang lalu hingga akhir masa prasejarah. Penataan   pameran di lantai dasar ini diawali dengan penyajian visual grafis di sebelah kiri pintu masuk, yang menggambarkan   keberagaman suku bangsa atau kelompok etnis yang   ada di Indonesia.   Di sebelah kanan pintu masuk hingga ke bagian belakang disajikan  secara  berurutan  Sub  Tema  Pameran:  "Geomorfologi  dan  Migrasi  Manusia  - Fauna", "Manusia Purba Homo Erectus", "Persebaran Situs-Situs Hominid di Indonesia", "Kehidupan Manusia Gua", dan "Kehidupan Akhir Masa Prasejarah". Kecuali itu juga disajikan secara khusus Manusia Flores atau Homo Florensiensis.

 

 

 

1.  Geomorfologi dan Migrasi Manusia - Fauna

 

Memberikan   gambaran   tentang   perubahan-perubahan   geomorfologi   di   kepulauan Indonesia mulai Kala Miosen, Pliosen, Plestosen, Holosen hingga menemui bentuknya sekarang. Pada Kala Miosen Bawah dan Tengah wilayah Nusantara mengalami genangan laut. Sebaliknya pada Kala Miosen Atas dan Pliosen, terjadi susut laut yang mengakibatkan munculnya  daratan  bahkan  juga  pegunungan.  Pada  Kala  Plestosen,    es  yang  berada  di puncak-puncak gunung tinggi meluas ke lereng serta lembah-lembah di sekitarnya, sehingga fauna yang menempati daerah tersebut berpindah ke daerah lain untuk beradaptasi, agar tidak punah. Perubahan-perubahan tersebut sangat mempengaruhi bentuk Kepulauan Indonesia. Laut Jawa dan Laut Cina Selatan surut hingga membentuk jembatan darat di atas Paparan Sunda yang menghubungkan Pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan dengan Benua Asia


Daratan.  Hal  yang  sama  terjadi  pula  pada  bagian  timur  Indonesia,  hingga  menyatukan

Australia, Papua, Papua Nugini, dan Tasmania dalam Paparan Sahul.

 

Perubahan terakhir terjadi ketika memasuki Kala Holosen sekitar 11.000 tahun silam yang menghasilkan bentangan alam seperti yang sekarang terlihat. Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan menjadi pulau yang independen dan terpisah dari daratan Asia Tenggara.

 

 

 

2.  Manusia Purba

 

Menyajikan informasi tentang manusia purba jenis Homo Erectus yang hidup pada kala plestosen.  Manusia  purba  yang  ditemukan  di  Indonesia  dapat  dibedakan  menjadi  tiga tingkatan evolutif selama lebih dari satu juta tahun, yaitu:

 

*   Homo Erectus Arkaik

 

Hidup pada kala Plestosen Bawah antara 1,5 - 0,9 juta tahun yang lalu, dan merupakan fosil paling purba di Indonesia. Volume otaknya sekitar 800 cc, dengan tengkorak yang menunjukkan struktur yang kekar, tebal tulang tengkorak kadang mencapai 1,2 cm. Jenis manusia ini di temukan pada lapisan lempung hitam Seri Pucangan di Sangiran, dan endapan vulkanik di Perning-Mojokerto. Belum pernah ditemukan artefak dari Homo erectus arkaik ini.

 

*   Homo Erectus Tipik

 

Merupakan jenis yang paling umum ditemukan, hidup pada kala Plestosen Tengah, antara 0,8- 0,4 juta tahun yang lalu. Volume otak sekitar 900 cc, dengan struktur tengkorak yang lebih ramping dibandingkan dengan jenis arkaik. Homo erectus tipik merupakan jenis manusia purba yang banyak ditemukan, berasal dari lapisan pasir fluvio vulkanik Seri Kabuh di Sangiran, Trinil, Kedungbrubus, dan Patiayam.Telah sangat pandai membuat alat batu, antara lain jenis kapak perimbas (chopper), kapak penatak (chopping tool), maupun alat-alat serpih (flake).

 

*   Homo Erectus Progresif

 

Hidup pada akhir Kala Plestosen Tengah antara 200.000 - 100.000 tahun yang lalu. Ukuran tengkorak lebih besar, lebih tinggi dan lebih bundar dibandingkan dengan jenis arkaik dan tipik, dengan volume otak 1,100 cc, sehingga menunjukkan jenis  yang paling berevolusi, ditemukan di Ngandong, Sambungmacan, dan Ngawi. Seperti halnya jenis tipik, Homo erectus progresif juga telah membuat alat batu dan tulang.

 

 

 

3.  Persebaran Situs-Situs Hominid

 

Sub Tema ini menyajikan informasi tentang persebaran situs-situs hominid, khususnya situs-situs penemuan Homo Erectus. Di Indonesia, Pulau Jawa terkenal dengan persebaran situs-situs hominid-nya. Ini karena temuan fosil-fosilnya mewakili genus Homo yang lebih awal dalam evolusi manusia. Bila di Jawa umumnya ditemukan fosil-fosil dalam taxon Homo


erectus, beberapa daerah di luar Jawa banyak ditemukan fosil-fosil dalam taxon yang lebih muda, seperti Homo sapiens atau manusia subresen.

 

Di Pulau Jawa, situs-situs hominid tersebar di wilayah yang mencakup bagian timur Jawa Tengah hingga bagian barat Jawa Timur. Situs-situs tersebut terutama dijumpai di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo, seperti Sangiran, Sambungmacan, Ngandong, Ngawi, Trinil dan  Kedungrubus,  dan  Perning,  di  Mojokerto.  Situs  hominid  lainnya  adalah  Patiayam, terletak di kaki Gunung Muria, dekat Kudus. Selain itu, terdapat pula berbagai situs Kala Plestosen yang sangat terkenal dengan penemuan alat-alat paleolitiknya, yang mungkin merupakan produk budaya Homo erectus, adalah Kali Baksoka di Punung (Pacitan), maupun Sungai Wallanae, di Sulawesi Selatan.

 

 

 

4.  Lingkungan Alam Cekungan Solo 900.000 Tahun Yang Lalu

 

Bagian ini menyajikan informasi secara evokatif tentang Cekungan Solo dan sekitarnya pada kurang lebih 900.000 tahun yang lalu. Pada masa itu  terjadi erosi dari arah utara, dari Pegunungan Kendeng. Erosi juga terjadi dari daerah pegunungan di selatannya yang mengakibatkan terjadinya perubahan Lingkungan alam Solo.  Vegetasi yang semula berupa hutan rawa menjadi hutan terbuka. Tumbuh-tumbuhan beradaptasi dengan musim kemarau yang keras karena terjadi pula perubahan iklim. Lama kelamaan terbentuklah hutan hujan tropis, tempat ditemukannya berbagai jenis hewan seperti buaya, kura-kura, babi, monyet, gajah, macan, kerbau atau kuda nil.

 

 

 

5.  Kehidupan Gua

 

Sub tema ini menggambarkan  kehidupan manusia pada awal Holosen,  sekitar 11.500 tahun  yang  lalu,  kehidupan  manusia  purba  sudah  berkembang  lebih  maju  dibandingkan dengan sebelumnya. Di masa ini manusia sudah mulai memanfaatkan gua-gua alam dan ceruk. Mereka memilih tinggal di gua untuk berlindung dari serangan binatang buas atau dari cuaca dan iklim yang tidak bersahabat. Mereka menetap untuk waktu tertentu, hingga suatu saat berpindah  jika tak mungkin lagi hidup di tempat tersebut.

 

Para penghuni gua yang sudah termasuk Homo sapiens ini memanfaatkan gua   sebagai tempat untuk melakukan berbagai aktifitas, seperti pembuatan  alat-alat  serpih bilah  atau penguburan. Mereka bahkan menggunakan dinding-dinding gua sebagai media ekspresi seni lukisnya. Beberapa lukisan gua dapat dijumpai di situs-situs prasejarah di Kalimantan dan Sulawesi. Sementara pada Situs Song Keplek, di Pacitan, Jawa Timur, kehidupan gua mengindikasikan bahwa para penghuninya telah mengenal konsep tata ruang dengan adanya pengelompokan kegiatan industri, perapian, penguburan, dan hunian.


6.  Akhir Prasejarah dan Temuan Fosil Ras-ras Manusia

 

Sub  tema  ini  menyajikan  informasi  tentang  kehidupan  manusia  pada  akhir  masa prasejarah. Pada masa akhir prasejarah, perkampungan makin besar dan jumlah penduduknya pun makin banyak. Kebutuhan hidup manusia juga makin bervariasi dan tidak semua mampu dibuatnya sendiri. Maka mulailah dikenal pekerjaan khusus yang biasa disebut tukang (undagi), seperti pembuat gerabah, pandai besi, pembuat perhiasan, dan lain-lain, di samping petani atau nelayan. Saat itu pula orang memulai aktivitas bertukar barang yang merupakan awal dari perdagangan.

 

Seiring dengan berkembangnya teknologi logam, penggunaan alat logam (metal) mulai semakin banyak, menggantikan peralatan batu yang berangsur mulai ditinggalkan, sehingga selain disebut masa perundagian, masa akhir prasejarah juga sering disebut masa tradisi paleometalik.

 

Satu lagi tradisi yang menonjol dari masa perundagian ini adalah sistem penguburan. Selain penguburan langsung (primer), dikenal pula penguburan sekunder, yaitu penguburan kedua, setelah jasad menjadi kerangka. Kedua cara penguburan itu dilakukan dengan wadah kubur maupun tidak. Wadah kubur yang sering digunakan adalah tempayan, di samping kubur batu. Posisi penguburan juga beragam, seperti terlentang, meringkuk atau terlipat. Bersamaan dengan penguburan tersebut, sering pula disertai dengan bekal kubur yang isinya berbeda-beda, tergantung pada tingkat sosial orang yang dikubur. Tentu saja sistem penguburan seperti ini menunjukkan sistem religi yang telah maju.

 

 

Lantai 2: Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Ekonomi

 

Di lantai 2 dipamerkan berbagai koleksi budaya materi yang menyingkapkan berbagai pengetahuan umat manusia, khususnya manusia Indonesia, juga teknologi yang menyangkut pengetahuan terapan yang bersifat teknis. Yang juga penting adalah kegiatan ekonomi, salah satu aspek kehidupan manusia yang terfokus pada kegiatan produksi, distribusi, pertukaran dan konsumsi barang serta pelayanan jasa.

 

Pameran dengan judul Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Ekonomi ini memiliki sub- subtema sebagai berikut [1] Aksara dan Bahasa, [2] Hukum di Indonesia, [3] Astronomi dan Navigasi, [4] Arsitektur, [5] Pengobatan dan Pengolahan Makanan, [6]  Alat Perlindungan, [7] Alat Produksi, [8] Alat Komunikasi, [9] Alat Transportasi, dan [10] Ekonomi.

 

 

 

1.   Aksara dan Bahasa di Indonesia

 

Di India, seperti halnya di Indonesia, yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan bahasa memiliki berbagai aksara, di antaranya yang pernah berkembang di Indonesia adalah aksara- aksara Pallawa, Nagari dan Tamil. Ketiga jenis aksara yang berasal dari India ini pernah berkembang di Indonesia dalam kurun waktu abad ke-5 - 15 Masehi.


Aksara Pallawa, diambil dari Dinasti Pallawa di India yang konon menciptakannya, menurunkan berbagai variannya di wilayah Asia Tenggara seperti Campa (Vietnam), Khmer (Kamboja), Thailand, Laos, Burma (Myanmar) dan Indonesia. Khusus di Indonesia, aksara ini sudah berkembang sejak abad ke-5, menurunkan aksara Jawa Kuna, Sunda Kuna, dan Bali Kuna. Selanjutnya mulai abad ke-16, muncul aksara-aksara "pasca Pallawa" di berbagai daerah di Indonesia, antara lain Lampung, Batak dan Bugis.

 

Aksara Nagari (disebut juga aksara siddhamatrika atau siddham) asalnya dari India bagian timur laut, pertama kali muncul di Indonesia sekitar   abad ke-8. Sejak awal munculnya hingga abad ke-9, aksara ini disebut Pranagari. Mulai abad ke-10 sd 15, aksara ini berkembang, disebut sebagai aksara Nagari. Di India, aksara ini digunakan secara nasional, disebut aksara Dewanagari. Aksara Nagari banyak digunakan pada prasasti-prasasti yang bernafaskan agama Budha, seperti terlihat pada tablet-tablet tanah liat yang berisi mantra- mantra Budhis.

 

Aksara Tamil adalah aksara yang keberadaannya di Indonesia termasuk jarang. Di India, aksara ini umumnya digunakan oleh orang-orang yang berdiam di wilayah Tamil Nadu (India Selatan),  juga  di  negara  Srilangka.  Pertama  muncul  di  Indonesia  dalam  abad  ke-11, khususnya  di  Sumatra  bagian  utara  karena  di  sana  ada  komunitas  orang-orang  India berbahasa Tamil yang umumnya adalah pedagang.

 

Tulisan Arab selalu diidentikan dengan agama Islam, karena memang agama ini terlahir di jazirah Arab. Bukti tertua saat ini mengenai keberadaan Islam di Indonesia adalah sebuah batu nisan yang ditemukan di Leran (dekat Gresik, Jawa Timur), ditulis dalam aksara dan bahasa Arab. Batu nisan itu memuat keterangan tentang meninggalnya seorang perempuan bernama Fatimah binti Maimun dalam tahun 1082 M. Agama Islam juga menyebar ke pulau- pulau seperti Sumatra, Kalimantan, Maluku, Sulawesi, dan lain-lain.

 

Dalam sejarah perkembangan tulisan Arab, dikenal dua tipe dasar, yaitu tipe tegak dan kursif. Tipe tulisan Arab tegak tidak banyak mengalami evolusi; kufi merupakan contoh tipe tulisan Arab tegak yang sering digunakan untuk menulis Qur'an dan inskripsi pada bangunan mesjid atau batu nisan. Lain halnya dengan tipe tulisan Arab kursif yang sangat berkembang sehingga bentuk dan gaya penulisan banyak macamnya. Enam di antaranya merupakan tipe tulisan Arab kursif yang utama yaitu thuluth, naskhi, muhaqaq, rahyani, tawqi dan riqa.

 

Aksara Arab di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Selainmenggunakan aksara Arab dengan lafal Arab, beberapa daerah mengembangkan aksara Arab yang disesuaikan dengan lafal daerah. Modifikasi tulisan Arab dengan lafal bahasa Jawa disebut Pegon, sedangkan tulisan Arab dengan lafal bahasa Melayu disebut Jawi atau Arab-Melayu.

 

Kehadiran orang Cina di Indonesia diketahui sudah ada sejak abad ke-5, dan mulai marak pada abad ke-14. Namun demikian akulturasi budaya Cina dengan budaya-budaya lokal tidak begitu signifikan. Ini dapat dilihat dari peninggalan budaya materi seperti misalnya prasasti. Kalau pun ada prasasti dalam aksara dan bahasa Cina di Indonesia tentunya ditulis oleh orang Cina sendiri. Aksara Cina memang rumit dan tidak mudah dipelajari; dewasa ini tercatat


sekitar 4000 karakter (aksara) Cina yang diciptakan. Kesulitan makin bertambah dengan banyak ragam dialek dalam bahasa Cina yang memiliki ciri tersendiri.

 

Secara umum inskripsi-inskripsi Cina dapat berupa tanda peringatan bagi seseorang yang telah meninggal (berupa nisan dan papan arwah atau shenwei), mata uang, dan sebagai hiasan dekoratif/ornamental.

 

Berikutnya, aksara Latin adalah aksara yang pertama kali diciptakan oleh bangsa Romawi Kuna  di  semenanjung  Itali.  Aksara  ini  diperkenalkan  oleh  orang  orang  Eropa,  terutama bangsa Portugis, yang datang ke Indonesia pada awal abad ke-16. Mereka menyebarluaskan aksara ini ketika menuliskan perjanjian-perjanjian di atas kertas, batu tanda peringatan seperti padrao, tanda pendirian bangunan dan nisan. Bahasa yang digunakan pun beragam seperti portugis, Belanda, Inggris, Perancis, dan lain-lain.

 

 

 

2.  Hukum di Indonesia

 

Hukum adalah seperangkat aturan yang harus dipatuhi kelompok masyarakat, baik dalam komunitas kesukuan, kebangsaan, kerajaan, maupun negara. Sistem hukum di wilayah Indonesia telah terbentuk sejak kurang lebih abad ke-7. Awalnya berupa Hukum Adat yang berlandaskan kepercayaan/religi yang dianut banyak suku bangsa di Indonesia.

 

Hukum-hukum adat ini memiliki asas-asas dan falsafah yang berbeda satu dengan yang lainnya, akan tetapi mungkin terdapat dua unsur yang sama dimiliki oleh berbagai Hukum Adat tersebut. Pertama, sifatnya yang kekeluargaan, dan kedua, sifatnya yang tidak tertulis. Sanksi bagi pelanggar Hukum Adat dapat berupa hukuman yang paling ringan, misalnya diasingkan/dikucilkan, sampai kepada hukuman yang paling berat, misalnya hukuman mati. Unsur-unsur budaya asing seperti India (Hindu-Budha), Arab (Islam) dan Eropa (Kristen), pada akhirnya turut memperkaya Hukum Adat yang sudah lama ada.

 

Bagi suku-suku bangsa yang mengenal budaya tulis, seperangkat aturan itu tentunya sudah dituangkan menjadi sebuah naskah/kitab hukum. Beberapa naskah hukum di Jawa dan Bali pada masa lampau contohnya, merupakan olahan dari naskah-naskah hukum di India. Gambaran  penerapan  hukum  di  Indonesia,  khususnya  Jawa,  pada  masa  lampau  terdapat dalam beberapa prasasti yang berisi keputusan pengadilan (jayapatra, jayasong dan suddhapatra) dan keterangan tentang sukhadukha (berbagai tindak pidana dan perdata)

 

Pada masa pengaruh Islam hukum sudah berlandaskan kitab Al-Qur'an dan Hadits Nabi, seperti yang dipegang teguh oleh orang Minang: adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah (Adat bersendi Syari'at Islam, Syari'at Islam bersendi kitab Al-Qur'an). Pada saat ini  di  Nanggroe  Aceh  Darusalam  (NAD)  juga  sudah  diberlakukan  hukum  berdasarkan Syari'at Islam.

 

Pada masa kolonial Belanda, diberlakukan semacam undang-undang dasar bagi wilayah Indonesia yang bernama Indische Staatsregeling. Pada masa itu pemerintah Hindia-Belanda berusaha   untuk   melakukan   unifikasi   hukum   di   Indonesia.   Berkat   perjuangan   Van


Vollenhoven, hukum adat juga dimasukkan dalam sistem Hukum Kolonial Belanda, sehingga terdapat Indische Staatsregeling yang berada di pusatnya dan sistem Hukum Adat, sistem Hukum Islam, serta sistem Hukum Barat berada di luarnya.

 

 

 

3.  Astronomi dan Navigasi

 

Pengetahuan astronomi dan navigasi adalah termasuk dalam sepuluh unsur kebudayaan Indonesia   asli.   Sebelum   adanya   pengaruh   asing   bangsa   Indonesia   sudah   memiliki pengetahuan tentang peredaran benda-benda angkasa; matahari, bulan, planet-planet dan bintang-bintang. Pengaruh asing (India, Arab, Eropa) justru memperkaya khasanah pengetahuan astronomi bangsa Indonesia.

 

Berdasarkan pengetahuan astronomi inilah kemudian tercipta kalender atau penanggalan. Kalender berkaitan erat dengan pengukuran waktu yang dihubungkan dengan pergerakan benda-benda angkasa. Benda-benda angkasa yang sering diamati manusia adalah matahari dan bulan yang secara langsung mempengaruhi iklim di Bumi, gejala-gejala alam seperti gerhana dan pasang surut air laut, juga segala aktivitas manusia.

 

Kalender apa pun  yang pernah dibuat oleh manusia didasarkan pada peredaran Bumi mengelilingi Matahari (kalender solar atau syamsiyah) atau Bulan mengelilingi Bumi (kalender lunar atau qomariyah). Ada juga kalender yang memperhitungkan peredaran Bumi dan Bulan mengelilingi Matahari; yang terakhir ini disebut kalender lunisolar.   Beberapa suku bangsa di Indonesia menciptakan kalendernya sendiri. Oleh karena itu ada kalender Jawa (pranata mangsa), kalender Bali (tika atau wariga), kalender Batak (parhalaan), dan lain-lain.

 

Pengetahuan astronomi juga dijadikan pedoman dalam pelayaran (navigasi). Tidak dapat disangkal bahwa pelaut-pelaut Indonesia terkenal mahir dan mampu mengarungi lautan luas sampai  ke  tempat-tempat  yang  jauh  dengan  berpedoman  pada  posisi  bintang-bintang  di langit. Di samping itu, pelaut-pelaut Indonesia juga sudah mengenal peta untuk berlayar, ini pernah  dicatat  oleh  orang-orang  Portugis  pada  awal  abad  ke-16.  Albuquerque  pernah mengirim sebuah peta yang bertulisan huruf Jawa kepada raja Portugal. Tetapi kapal Albuquerque yang membawa peta itu tenggelam sehingga tidak ada lagi bukti tentang pengetahuan navigasi orang Jawa pada masa itu; seberapa jauh mereka dapat berlayar, dan sampai di mana pengetahuan mereka tentang geografi dan kartografi nusantara pada waktu itu.

 

 

 

4.   Arsitektur

 

Salah satu kebutuhan pokok manusia, selain sandang dan pangan, adalah "papan" untuk tempat  tinggal.  Di  masa  prasejarah,  manusia  memanfaatkan  gua,  ceruk  atau  tempat berlindung (shelter) lain sebagai tempat tinggal untuk melindungi diri dari perubahan cuaca dan    gangguan    binatang    buas.    Perkembangan    selanjutnya,    manusia    sudah    mulai


memanfaatkan dan mengolah bahan-bahan yang disediakan alam seperti kayu, dedaunan, tanah dan batu; maka jadilah sebuah rumah tinggal yang dibangun secara sederhana maupun rumit.

 

Rumah tinggal yang dibangun disesuaikan dengan kondisi geografis dan iklim yang ada; rumah tinggal yang dibangun di daerah pegunungan yang beriklim dingin tentu beda rancang bangunnya dengan rumah di daerah pesisir pantai yang cenderung beriklim panas. Pada akhirnya "seni" juga lah yang membedakan antara bangunan di suatu daerah dengan daerah lain. Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa mengembangkan seni rancang bangun (arsitektur) dengan ciri khasnya masing-masing, diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Inilah yang kemudian disebut dengan istilah "rumah tradisional".

 

Latar keagamaan atau religi ikut berperan juga dalam perkembangan arsitektur; bangunan profan  (rumah  tinggal)  arsitekturnya  beda  dengan  bangunan  untuk  ibadah  (candi,  pura, mesjid, gereja, kelenteng) yang biasanya ditandai dengan simbol-simbol keagamaan. Pengaruh-pengaruh  asing  turut  memperkaya  arsitektur  tradisional  Indonesia,  sehingga muncul langgam atau gaya. Contoh rumah tradisional Betawi bergaya Eropa, dan sebagainya.

 

 

 

5.  Pengobatan dan Pengolahan Makanan

 

Kepulauan  Indonesia telah lama dikenal karena keragaman sumber daya hayati,  yang dimanfaatkan berbagai kelompok etnik di Indonesia dalam memenuhi kebutuhan makan dan minum sehari-hari, juga menyembuhkan dan mencegah dari gangguan penyakit.

 

Pada masa prasejarah, manusia di Indonesia telah menjalani kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan. Meskipun alam menyediakan makanan, manusia perlu tahu bagaimana cara memanfaatkannya. Mereka mempelajari teknik menangkap, membunuh, menguliti dan menyiapkan hewan buruan sebagai makanan. Mereka juga tahu bagaimana memilih tanaman yang dapat dimakan. Pada tahap ini, mereka tidak mempunyai cukup pengetahuan cara mengolah makanan dan hanya tahu bagaimana menyantap makanan mentah atau dipanggang di atas api.

 

Pada  tahap  selanjutnya,  manusia  mempelajari  bagaimana  mengerjakan  tanah.  Mereka tidak hanya menggantungkan diri pada lingkungan, mereka juga tahu bagaimana cara mengendalikan  sumber  daya  alam.  Mereka  mengenal  bagaimana  cara  bercocok  tanam, dengan  metode  yang  mudah,  menebang  dan  membakar  hutan  untuk  membuka  lahan pertanian. Mereka juga menjinakkan dan memelihara binatang seperti unggas, anjing dan babi. Masyarakat yang tinggal di daerah pesisir pantai menjalani hidup dengan cara menangkap ikan dan mengumpulkan kerang. Pada tahap perkembangan ini, mereka sudah mengetahui  cara  membuat  barang-barang  tembikar  (tanah  liat)  yang  digunakan  untuk berbagai keperluan seperti wadah-wadah untuk menaruh dan memasak makanan.

 

Periode-periode selanjutnya (masa sejarah) menunjukkan perkembangan yang pesat dari diversifikasi pangan. Cara mengolah makanan juga beragam, yang mana dapat dilihat dari bahan-bahan yang digunakan dan hasil olahan. Sumber-sumber tertulis, panel-panel relief


candi dan artefak menunjukkan bahwa masyarakat pada waktu itu sudah mengetahui cara mengolah makanan dengan cara direbus (dengan air), dipanggang (di atas api) dan digoreng (dengan minyak). Mereka juga mengenal bagaimana meracik bumbu untuk menambah cita rasa pada makanan dan membangkitkan selera makan. Untuk membuat makanan tahan lebih lama, mereka mengawetkan makanan dan minuman dengan berbagai cara, dikeringkan atau dijemur di bawah sinar mata-hari, dengan atau tanpa garam, diasapi, diasamkan, dan difermentasikan. Cara yang terakhir khususnya diterapkan dalam pembuatan minuman.

 

Keragaman sumberdaya hayati juga dimanfaatkan untuk menyembuhkan dan mencegah berbagai penyakit.   Nenek moyang kita mewariskan berbagai cara pengobatan tradisional, contohnya meracik jamu yang masih diproduksi hingga sekarang. Suku-suku bangsa di Indonesia masing-masing memiliki pengetahuan berbagai pengobatan tradisional yang memanfaatkan bahan-bahan alam. Dari sekitar 30.000 jenis tanaman baru sekitar 940 jenis yang diketahui memiliki daya penyembuhan atau dipakai sebagai ramuan dalam pengobatan. Produk obat-obatan ini selain digunakan sebagai obat telan juga obat luar untuk menyembuhkan penyakit kulit, gigitan binatang dan luka-luka lain.

 

Di  samping  penyembuhan  melalui  pengobatan  tradisional,  banyak  suku  bangsa  di Indonesia mempraktekkan pengobatan dengan kekuatan gaib (supranatural), memohon kesembuhan kepada roh-roh leluhur atau dewa, juga melalui kemukjizatan benda-benda pusaka/bertuah. Secara umum, orang yang melakukan penyembuhan dengan kekuatan gaib disebut 'dukun'; di Bali disebut dengan istilah balian, sedangkan orang-orang di Sumatra menyebutnya datu.

 

Dukun adalah orang yang banyak pengetahuannya tentang penyembuhan penyakit, melalui ramuan-ramuan tradisional dan kekuatan gaib, sebagaimana didokumentasikan dalam lontar usada (Bali) dan pustaha laklak (Batak). Pustaha laklak contohnya, tidak hanya memberi keterangan  tentang  penyembuhan  melalui  ramuan-ramuan  tradisional,  melainkan  juga mantra-mantra gaib. Ada keyakinan bahwa penyakit tidak hanya disebabkan oleh faktor fisik, melainkan juga faktor non-fisik. Oleh karena itu, proses penyembuhan juga melibatkan metode non-fisik. Orang Batak meyakini bahwa perbuatan-perbuatan salah terhadap orang lain dapat mendatangkan penyakit bagi orang atau anggota keluarganya. Agar sembuh dari penyakit, diperlukan permohonan maaf dari tetua adat yang telah meninggal.

 

 

 

6.  Alat Perlindungan

 

Seperti halnya pangan dan papan (tempat tinggal), manusia juga membutuhkan sandang (pakaian) untuk melindungi diri dari perubahan cuaca (panas dan dingin) dan serangan musuh (baju zirah). Pada awalnya manusia prasejarah menggunakan kulit binatang hasil buruannya untuk menutupi sebagian tubuhnya. Sejalan dengan perkembangan intelegensi manusia, mereka mulai memanfaatkan dan mengolah bahan-bahan yang disediakan alam seperti kulit kayu, serat-serat tanaman untuk dijadikan pakaian.Lebih jauh lagi, mereka mulai mengenal kapas dan membudidayakan tanaman ini karena menghasilkan serat yang lebih halus, bahkan


juga sudah dapat membudidayakan ulat sutera untuk diambil benangnya yang teramat halus dan ringan untuk dijadikan pakaian.

 

Perkembangan selanjutnya adalah bahwa pakaian tidak sekedar untuk melindungi diri dari cuaca, tetapi sudah diberi pola-pola untuk memberikan nilai lebih, yaitu simbol status, sehingga dapat dibedakan antara pakaian yang dikenakan para bangsawan dan rakyat biasa. Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa juga memiliki teknologi pembuatan pakaian dengan kekhasannya masing-masing, contohnya tenun ikat, songket dan batik.

 

Termasuk dalam kategori alat perlindungan diri adalah senjata dan perisai. Senjata yang diciptakan manusia untuk melindungi diri dari serangan musuh dan binatang buas adalah senjata tajam/tusuk seperti klewang, mandau, pedang, keris, tombak, panah, juga senjata api seperti senapan, pistol dan meriam. Seperti halnya pakaian, senjata juga ada yang bermakna status sosial dan ritual, contohnya keris yang pada upacara tertentu lebih banyak dipakai kaum pria atau mempresentasikan pengantin pria (pada upacara perkawinan).

 

 

 

7.  Alat Produksi

 

Teknologi tidak hanya menyangkut produk olahan seperti gerabah, pakaian, pisau, pacul, mata uang, dan sebagainya, melainkan juga alat pembuat  produk tersebut. Contohnya alat pintal benang, alat tenun kain, alat untuk membatik, alat penumbuk padi, alat membuat gerabah (tatap-landas dan meja putar/pottery wheel), alat pertukangan logam (pandai besi), alat cetak uang, dan sebagainya. Alat-alat produksi semacam itu merupakan aset dalam kegiatan ekonomi.

 

Tempat untuk membuat produk olahan disebut industri atau pabrik. Di dalam industri logam yang dijalankan secara sederhana, contohnya bengkel pandai besi, terdapat komponen seperti tungku peleburan (tanur atau prapen) wadah pelebur logam (kowi), tabung pompa angin (ububan), cetakan untuk logam cair, tang jepit, landasan tempa (paron), palu, kikir, dan bak air pendingin. Alat-alat produksi yang digunakan dalam industri logam yang besar tentu saja berbeda dari yang disebutkan di atas, lebih kompleks dan moderen.

 

Alat-alat produksi biasanya dibuat secara terbatas karena bukanlah barang konsumtif yang siap pakai. Sebagai instrumen yang menghasilkan sesuatu, tidak setiap orang dapat menggunakannya, dan perlu keahlian. Orang yang menguasai alat-alat produksi disebut produsen,  biasanya  dikerjakan  sendiri  atau  dengan  bantuan  orang  lain  (pekerja/buruh). Barang-barang olahan yang dihasilkan dengan peralatan ini kemudian dipasarkan kepada konsumen sebagai barang siap pakai.

 

 

 

8.  Alat Komunikasi

 

Komunikasi adalah suatu upaya bagaimana manusia berhubungan dengan sesamanya, dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Komunikasi langsung biasanya dilakukan secara tatap muka atau dengan bantuan peralatan seperti telepon. Pada telepon, suara manusia


diubah menjadi sinyal-sinyal listrik yang kemudian diubah menjadi suara lagi ke telinga lawan bicara, begitu seterusnya secara timbal balik. Inilah cikal bakal alat komunikasi yang moderen.

 

Sebelum itu manusia berkomunikasi secara tidak langsung dengan isyarat bunyi-bunyian. Contohnya kentongan yang pada saat ini masih digunakan di pedesaan-pedesaan di Jawa dan Bali untuk memberikan isyarat tanda bahaya atau musibah (ada orang sakit atau meninggal) jika dipukul dengan frekuensi tertentu. Dengan cara yang sama, genta atau bel dibunyikan untuk memanggil umat agama tertentu agar datang beribadah ke kuil atau gereja. Sama halnya dengan bedug yang ditabuh untuk menandai waktu sholat dan memanggil umat Islam agar datang ke mesjid.

 

Alat komunikasi lain yang disampaikan secara tidak langsung adalah surat menyurat. Di sini orang menyampaikan pesan ke dalam bahasa tulisan, lewat kurir diberikan kepada orang yang dituju. Prasasti mungkin dapat dikatakan sebagai bentuk awal surat menyurat, karena isinya berupa maklumat yang perlu atau harus diketahui oleh orang bersangkutan atau masyarakat. Sebab orang menulis "pesan" (prasasti) tidak hanya pada batu, melainkan juga pada tembaga (tamra) dan lontar (ripta).

 

Alat komunikasi moderen, baik langsung maupun tidak langsung, saat ini sudah memanfaatkan berbagai media, khususnya media elektronik. Komputer adalah salah satu media yang paling umum digunakan saat ini. Komputer yang berkemampuan multimedia dapat dimanfaatkan untuk komunikasi secara langsung seperti chatting, teleconference, atau tidak langsung seperti menulis pesan singkat (short message service) dan surat elektronik (e- mail).

 

 

 

9.  Alat Transportasi

 

Manusia dapat dikatakan sebagai makhluk yang dinamis, artinya ia tidak hanya berdiam di satu tempat melainkan juga bergerak ke tempat lain untuk melakukan aktivitas. Jika tempat yang  dituju  relatif  dekat  dan  mudah  dijangkau,  barangkali  cukup  berjalan  kaki  untuk mencapai tempat dimaksud. Mulai timbul kendala ketika tempat yang dituju berjarak jauh dan relatif sulit dijangkau. Untuk mengatasi hambatan tersebut manusia menciptakan sarana atau memanfaat-kan sarana yang sudah ada, yaitu transportasi.

 

Transportasi adalah sarana untuk mengangkut manusia, binatang atau barang dari satu tempat ke tempat lain. Sarana ini menjadi sangat penting untuk menjalankan roda perekonomian karena pasokan barang dagangan kepada konsumen akan tetap berlangsung. Ketiadaan atau kesulitan transportasi menyebabkan pasokan barang yang dibutuhkan konsumen menjadi terganggu sehingga ketersediaan barang di pasar menjadi langka dan harganya pun mahal.

 

Awalnya manusia memanfaatkan sarana transportasi yang sudah ada, yaitu hewan-hewan tunggangan  seperti  kuda,  keledai,  unta,  sapi  atau  gajah.  Selanjutnya  manusia mengembangkan kendaraan yang ditarik hewan kuda atau sapi sebagai transportasi darat


untuk  mengangkut  dirinya  dan  barang-barang  bawaan  atau  dagangan,  maka  terciptalah pedati, delman, dokar dan sejenisnya.

 

Selain transportasi darat, manusia juga menciptakan perahu dan kapal sebagai transportasi air (sungai dan laut). Dengan diciptakannya transportasi air inilah manusia Indonesia dikenal sebagai pelaut-pelaut yang berani mengarungi lautan luas untuk menjangkau pulau-pulau yang jauh dari tempat tinggalnya. Dari sini kemudian berkembang hubungan perdagangan antar pulau dan antar negara.

 

Alat transportasi makin berkembang pesat setelah ditemukannya mesin yang digerakkan uap  air,  bahan  bakar  minyak,  dan  listrik  seperti  kereta  api,  mobil,  motor,    kapal  uap. Memasuki  abad  ke-20,  terciptalah  pesawat  terbang  sebagai  sarana  transportasi  udara, sehingga perjalanan jauh dapat ditempuh dalam waktu yang singkat.

 

 

 

10.  Ekonomi

 

Ekonomi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang menaruh perhatian pada aspek produksi, distribusi, pertukaran dan konsumsi barang serta pelayanan jasa. Standar ekonomi dapat dibagi menjadi dua bagian besar. Pertama, teori nilai atau mikro ekonomi yang  menjelaskan  betapa  saling  pengaruh  antara  persediaan  (supply)  dan  permintaan (demand)  dalam  pasar  yang  kompetitif,  menciptakan  sejumlah  besar  nilai-nilai  individu seperti nilai upah, ketentuan laba, dan perubahan-perubahan harga. Kedua, makro ekonomi, berkaitan dengan penjelasan-penjelasan tentang pendapatan nasional dan perburuhan, melibatkan konsumen, pengusaha/penanam modal, dan pemerintah.

 

Termasuk dalam aspek-aspek ekonomi yaitu perdagangan dan perpajakan. Perdagangan, secara sederhana diartikan sebagai interaksi timbal balik yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih untuk mendapatkan barang dan jasa melalui pertukaran, secara barter atau dengan alat tukar (uang). Dalam sistem perdagangan ada beberapa aktivitas, antara lain [1] perolehan bahan baku; [2] produksi: menghasilkan barang dagangan; [3] distribusi: menyangkut arus perpindahan barang atau pemasaran; [4] konsumsi atau penggunaan barang.

 

Dengan adanya aktivitas perdagangan maka roda perekonomian Indonesia secara lokal, regional dan global terus berjalan sejak masa prasejarah hingga sekarang. Selain dari sektor perdagangan perekonomian suatu kerajaan atau negara juga ditopang oleh pajak. Dari sektor perpajakan pemerintah memperoleh pajak barang dan jasa yang dipungut dari rakyat. Pendapatan kerajaan/negara ini  nantinya  juga dikembalikan kepada rakyat  dalam  bentuk pembangunan infrastruktur seperti membangun jalan, jembatan, dan lain-lain, atau digunakan untuk membayar gaji para pegawai pemerintah/kerajaan. Pajak tidak identik dengan upeti walau  pun  pada  prakteknya  sama  yaitu  "mengurangi/memungut  sebagian  penghasilan rakyat". Upeti adalah semacam pungutan yang diberikan kepada individu (raja, bupati) bukan kepada institusinya (kerajaan, negara).


Lantai 3: ORGANISASI SOSIAL DAN POLA PEMUKIMAN

 

Di dalam kehidupan masyarakat terdapat pengorganisasian untuk mengatur kehidupan masyarakatnya dan pengorganisasian yang paling mudah dilihat adalah dari strata-strata yang membedakan status seseorang dengan orang lainnya. Perbedaan itu dapat jelas terlihat misalnya dalam cara berpakaian, perhiasan yang digunakan, pembagian pekerjaan antara laki- laki dengan perempuan dan sebagainya.

 

Masa Prasejarah

 

Sejak masa prasejarah manusia telah hidup dalam kelompok, yang kemudian semakin berkembang dan semakin rumit penataannya hingga membentuk masyarakat yang terdiri dari sejumlah golongan dan bahkan strata. Diferensiasi sosial berdasarkan status bahkan telah terlihat  pada  peninggalan  masa  prasejarah  dari  masa  Perundagian  yang  berupa  tata penguburan yang menunjukkan adanya perbedaan di antara kerangka-kerangka dilihat dari bekal kubur yang menyertainya. Tokoh-tokoh di dalam masyarakat misalnya, mempunyai status sosial yang tinggi sehingga terdapat perbedaaan dalam penyertaan bekal kuburnya mulai dari wadah kubur maupun benda-benda bekal kubur lainnya.

 

Masa Hindu-Budha

 

Dalam masa Hindu-Budha penataan masyarakat terdapat adanya penggolongan masyarakat berdasarkan pekerjaan bahkan adanya jabatan-jabatan tertentu dalam sistem ketatanegaraan yang tertulis dalam prasasti Telaga Batu yang berasal dari kerajaan Sriwijaya. Dalam abad-abad selanjutnya di lingkungan kerajaan-kerajaan di Jawa, golongan-golongan dalam masyarakat menjadi lebih kompleks lagi. Pada masa itu penyebutan masyarakatnya lebih berdasarkan pada jenis pekerjaan yang dilakukan seseorang. Bahkan di dalam masa Majapahit  juga dikenal  adanya kaum  komunitas  khusus  yaitu  kaum  Rsi.  Pada masa  itu muncul penggolongan-penggolongan di dalam masyarakat dengan lebih jelas dengan adanya kerajaan dengan raja sebagai pemimpin dan rakyat sebagai komunitas yang kemudian mengembangkan  sistem  negara.  Sebagai  contoh,  koleksi  dari  prasasti  Telaga  Batu  yang berasal dari kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 yang berisi tentang adanya pejabat dan penggolongan dalam kerajaan tersebut. Misalnya, selain adanya raja terdapat putra mahkota, bupati, senapati, hakim dan sebagainya.

 

Masa Islam

 

Ketika  agama  Islam  masuk  ke  Nusantara,  sistem  kerajaan  bercorak  agama  Islam demikian pula penataan masyarakatnyapun berbeda dari keadaan masa sebelumnya. Pada masa ini perniagaan laut terjadi dengan pesat sehingga penataan masyarakat kerajaan terdapat pula kelompok niagawan lokal maupun asing yang mempengaruhi perkembangan politik dan ekonomi suatu kerajaan. Pada masa ini masih dikenal adanya kelompok bangsawan dan rakyat jelata, padahal dalam Islam tidak membedakan status sosial seseorang. Masuknya Islam di Indonesia membawa perubahan dalam berbagai aspek kebudayaan misalnya adanya bangunan suci seperti masjid, cara berbusana tokoh-tokoh ulama dan sebagainya.


Masa Kolonial

 

Periode  pemerintahan  Kolonial  Belanda  masanya  berbeda-beda  antara  satu  daerah dengan daerah lainnya di Indonesia. Dasar pembentukkan pelapisan masyarakatnya agaknya lebih  berdasar atau disesuaikan dengan  kepentingan  politik  penjajahan  Belanda.  Dimana masyarakatnya  terbagi  kedalam  kelompok-kelompok  dengan  tatanan  sebagai  masyarakat kelas satu yaitu orang Belanda dan bangsa Eropa lainnya, warga kelas dua adalah bangsa Timur Asing seperti Cina, Arab, India, pribumi feodal, kaum priyayi, agamawan, rakyat biasa dan golongan budak.

 

Orang Belanda hidup dalam kebudayaan yang berbeda dengan bangsa Indonesia mereka hidup dalam bagian-bagian kota dan mempunyai tempat tinggal di dalam benteng dengan perabot-perabotan khusus.

 

Kehidupan Suku-Suku Bangsa

 

Di dalam kehidupan suku-suku bangsa di Indonesia masyarakatnya terbagi-bagi dalam pelapisan-pelapisan sosial atau kelompok tertentu berdasarkan pekerjaan seperti adanya golongan bangsawan, rakyat biasa, masyarakat petani, masyarakat nelayan dan sebagainya. Masing-masing suku bangsa yang memiliki aturan-aturan di dalam adat istiadatnya dan telah menyepakati  bersama  sehingga  melahirkan  stratifikasi  sosial  membedakan  satu  dengan lainnya  yang dapat  ditampilkan melalui  atribut-atribut  tertentu  yang menunjukkan status seseorang  misalnya  melalui  pakaian,  perhiasan,  peralatan  kenikmatan,  peralatan  rumah tangga, simbol kekuasaan, masyarakat nelayan, peralatan transportasi, masyarakat petani dan dunia anak-anak.

 

Pakaian

 

Pada mulanya pakaian hanya berfungsi sebagai penutup dan pelindung dari cuaca, namun dalam perkembangan selanjutnya pakaian berfungsi sebagai simbol status atau sebagai lambang keunggulan dan  gengsi  bagi  pemakainya  Hal  ini  dapat  dilihat  dari  motif  yang terdapat pada kain, warna maupun bahan yang digunakan serta daerah wilayah pemakaian. Sebagai contoh kain batik dapat dibagi menjadi batik pedalaman dan batik pesisiran, batik pedalaman  adalah  kain  yang  biasanya  dipakai  oleh  kaum  bangsawan  sedangkan  batik pesisiran  adalah  kain  yang  digunakan  oleh  masyarakat  yang  tinggal  didaerah  pantai khususnya pantai utara Jawa.

 

Perhiasan

 

Seseorang  berpakaian  adat  dalam  suatu  upacara  tertentu  tidak  akan  merasa  lengkap apabila tidak menggunakan perhiasan. Bagi suku-suku bangsa di Indonesia perhiasan dan kain  mempunyai  banyak  arti  dan  fungsi  dalam  kehidupan  sosial  maupun  keagamaan. Perhiasan dan kain umumnya merupakan harta pusaka atau warisan dari nenek moyangnya yang kemudian diturunkan secara turun temurun dan hanya dipakai pada acara atau upacara adat yang amat khusus.


Peralatan Kenikmatan

 

Hampir seluruh wilayah Indonesia mempunyai tradisi makan sirih yang merupakan kesenangan pribadi. Makan sirih terutama atau biasanya juga di lakukan pada waktu upacara, misalnya perkawinan atau saat  menyambut tamu. Namun menyirih atau juga merokok bagi sebagain orang yang melakukannya merupakan suatu kesenangan yang amat pribadi sifatnya. Menyirih juga merupakan suatu lambang atau simbol dari keramahan dan kebersamaan.

 

 

 

Peralatan Rumah Tangga

 

Peralatan rumah tangga sudah digunakan oleh masyarakat di Nusantara sejak masa prasejarah hingga kini. Peralatan yang masih bertahan hingga kini adalah yang dibuat tanah liat, kayu , perunggu  yang masih umum digunakan oleh suku-suku bangsa di Indonesia sampai saat ini.

 

Simbol Kekuasaan

 

Kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa ditampilkan melalui bermacam-macam simbol. Pada umumnya berupa benda-benda yang dianggap dapat menambah kewibawaan seorang penguasa  sehingga  rakyat  atau  golongan  yang  mendukung  penguasa  tersebut  menjadi semakin percaya bahwa sang penguasa mempunyai kelebihan melalui benda-benda yang dipakai atau dimiliki.

 

Pola Pemukiman

 

Pola pemukiman di Indonesia biasanya terdiri dari desa-desa yang terletak berderet-deret yang dipimpin oleh seorang kepala desa. Desa terdiri dari dua bagian utama yaitu daerah kediaman utama atau pusat desa dan daerah hutan, ladang pertanian. Di daerah kediaman utama biasanya ada tempat kegiatan agama, pemerintahan desa sehingga didalamnya terdapat balai  adat,  pasar  dan  kantor  kepala  desa.  Pada  umumnya  rumah-rumah  tradisional  di Indonesia dibuat dari kayu dan bambu dan merupakan rumah panggung. Rumah panggung dimungkinkan sebagai sarana keamanan dari gangguan binatang maupun banjir dan biasanya dibawah rumah panggung juga berfungsi sebagai tempat untuk kandang ternak seperti ayam.

 

Masyarakat Nelayan

 

Disamping adanya masyarakat yang digolongan berdasarkan pada status sosial melalui stratifikasi sosial, terdapat juga masyarakat yang dapat dikelompokkan berdasarkan pekerjaannya seperti masyarakat nelayan. Masyarakat yang tinggal di daerah pantai hampir semuanya memanfaatkan laut sebagai penangkap ikan serta hasil laut lainnya sebagai mata pencaharian pokoknya. Penangkapan ikan oleh nelayan di pantai biasanya dilakukan oleh kelompok-kelompok atau rumah tangga sendiri, alat-alat yang penting adalah kail, jala, jerat, bubu, perahu dan sebagainya.


Lantai 4: Khazanah Emas dan Keramik a.   Ruang Khazanah Emas

Khasanah Emas Arkeologi

 

Kecintaan akan emas adalah salah satu sifat manusia yang paling tua karena emas atau Aurum (Au) adalah logam kuning yang tahan terhadap korosi dan sebagian besar bahan kimia tidak dapat mempengaruhinya. Benda-benda dari bahan logam mulia tersebut memiliki nilai yang sangat tinggi karena memiliki kekhususan bahan, bentuk maupun fungsi. Di Museum  Nasional  benda-benda  tersebut  dikelompokkan  ke  dalam  kelompok  khasanah. Benda-benda khasanah tersebut selain berbahan logam mulia  juga dilengkapi dengan batuan mulia.

 

Dalam Sejarah Kebudayaan Indonesia, disebutkan tentang    Suwarnadwipa atau Suwarnabhumi (pulau emas) yang kemungkinan mengacu kepada pulau Sumatera dan Jawa mengingat bahwa pada masa Hindu-Buddha di nusantara, emas banyak ditemukan di kedua pulau tersebut. Selain itu emas juga dibawa oleh para pedagang dari Arab, Cina dan Semenanjung Malaka. Sampai saat ini seni pandai emas dan perak masih berpusat di pulau- pulau yang berada dalam jalur perdagangan internasional seperti pulau Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi dan Kalimantan.

 

Koleksi khasanah emas Arkeologi mencakup benda-benda emas yang berasal dari masa Hindu-Budha, abad ke-8 M hingga abad ke-15 M. Koleksi-koleksi tersebut merupakan hasil penemuan atau penggalian para ahli Arkeologi sejak jaman Hindia-Belanda hingga penemuan di masa sekarang. Umumnya benda-benda tersebut     digunakan sebagai perhiasan dan peralatan upacara.

 

Salah satu benda-benda yang tergolong dalam khasanah masa Hindu-Buddha dan dianggap penemuan yang spektakuler pada masa ini adalah benda-benda penemuan dari desa Wonoboyo, Klaten, Jawa Tengah dan penemuan dari desa Muteran, Mojokerto, Jawa Timur. Benda-benda ini ditemukan dalam kurun waktu yang berbeda namun memiliki kesamaan bentuk dan keindahan.

 

1.   Khasanah Wonoboyo

 

Benda-benda khasanah Wonoboyo ditemukan secara tidak sengaja oleh Cipto Suwarno beserta keenam tetangganya yang bernama Witalakon, Hadisihono, Widodo, Suhadi, Surip dan Sumarno, pada tanggal 17 Oktober 1990 di lahan milik Cipto Suwarno sendiri, yang bermaksud menggali tanah tersebut untuk djual sebagai tanah urugan. Benda-benda ini tersimpan  di  dalam  empat  buah  guci  Cina  dari  masa  Dinasti  Tang  (618-907  M)  yang berwarna olive-green dan sebuah boks bundar besar dari perunggu yang tertimbun dikedalaman + 2,75 m.

 

Tidak kurang dari 35 kilogram emas termasuk 6396 keping emas piloncito” dan 600 keping mata uang perak yang ditemukan di situs Wonoboyo ini. Benda-benda berupa emas dan perak ini kemudian disimpan di Museum Nasional sedangkan wadah-wadah penyimpan berupa guci dan boks perunggu disimpan di Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP 3)


Yogyakarta. Nama Khasanah Wonoboyo diambil dari nama desa Wonoboyo sebagai tempat penemuannya yang terletak di kecamatan Jogonalan kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Benda- benda penemuan Wonoboyo ini dapat dikelompokkan menjadi:

 

      Kelompok Perhiasan: Sebagaimana diketahui perhiasan memiliki arti benda-benda yang dipakai  oleh  seseorang  pada  tubuhnya  dalam  upaya  memperindah  diri.  Selain  itu perhiasan identik dengan sifat mewah (luxury) khususnya yang berbahan emas dengan dilengkapi batuan mulia. Dalam kehidupan masyarakat Hindu-Buddha, perhiasan emas merupakan barang mewah dan mahal, oleh karena itu hanya kalangan bangsawan dan keluarga kerajaan saja yang menggunakan benda-benda ini sebagai perhiasan sehari-hari. Dapat dikatakan penggunaan emas masa itu, juga mencerminkan perbedaan status sosial. Perhiasan yang dikenal pada masa itu adalah kalung, cincin, hiasan telinga, hiasan kepala, hiasan dada, hiasan pinggang dan berbagai perhiasan lainnya.

 

      Kelompok Peralatan Upacara: Peralatan upacara adalah berbagai bentuk benda sebagai kelengkapan upacara yang digunakan dalam upacara tertentu. Upacara yang dimaksud pada masa Hindu-Buddha adalah upacara keagamaan dan upacara lainnya seperti upacara sima, yaitu upacara penetapan desa perdikan (desa dimana pajaknya masuk ke kas desa bukan ke kas kerajaan) yang dilakukan oleh seorang raja. Pada saat upacara ini, seorang raja akan memberi hadiah kepada orang-orang yang dianggap berjasa, berupa mata uang emas, perak dan sebagainya. Benda-benda upacara yang dipamerkan di pada ruang ini meliputi wadah-wadah berupa piring, mangkuk, gayung, payung dan sebagainya.

 

      Bagian  keris  dan  benda-benda  yang  belum  diketahui  fungsinya:  Benda-benda penemuan dari Wonoboyo selain   digunakan sebagai perhiasan atau peralatan upacara, ada juga yang merupakan bagian dari senjata seperti keris. Namun ada beberapa benda penemuan yang belum diketahui secara pasti penggunaannya   seperti lempengan emas berukuran panjang dan untiran emas yang menyerupai spiral.   Keris dan senjata lainnya telah ada sejak jaman Hindu dan Buddha di Indonesia, seperti keris yang telah ada atau dibuat pada jaman Singosari. Ditinjau dari cara penggunaannya, ada persamaan antara cara pakai senjata pada jaman Jawa Kuna dengan cara pemakaian senjata ini pada jaman sekarang, khususnya di daerah Jawa.

 

 

 

2.   Khasanah Muteran

 

Di tahun 1881 tepatnya pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, di sebuah desa bernama Muteran (saat ini secara administratif masuk kecamatan Trowulan, kabupaten Mojokerto, Jawa Timur), ditemukan benda-benda purbakala berupa benda-benda emas dan perak secara tidak sengaja oleh beberapa petani yang sedang menggarap tegalan. Benda-benda tersebut tersimpan dalam sebuah wadah perunggu besar dan tertimbun di kedalaman 1,5 m.  Benda- benda tersebut kemudian disimpan di Museum Nasional dan dikenal sebagai khasanah Muteran.


Khasanah Muteran diperkirakan berasal dari kisaran abad ke-9 Masehi atau abad ke-10

Masehi hingga abad ke-14 Masehi. Hal ini didasarkan pada beberapa analisis, seperti : (1) Jenis aksara yang terdapat pada pinggan perak. Menurut Louis Charles Damais, penanggalan pinggan perak ini diperkirakan berasal dari tahun 775-825 Masehi ; (2) Letak desa Muteran yang terletak di sekitar Turen dekat desa Tambelang. Kata Tambelang ada kemiripan dengan Tamwlang, ibukota kerajaan Sindok (prasasti Turyyan 929 Masehi); (3) Adanya dua candi Buddhis, Brahu dan Gentong di sekitar Muteran. Ditinjau dari gayanya, candi Brahu berasal dari masa antara tahun 1410 - 1446 Masehi, diperkirakan candi Gentong dibangun pada masa yang sama dengan candi Brahu.

 

Berdasarkan  tinjauan  fungsi,  benda-benda Khasanah  Muteran  dikelompokkan  sebagai berikut:

 

      Benda-benda  Perhiasan:  Benda-benda  perhiasan  khasanah  Muteran  meliputi  benda- benda berupa kelat bahu, tusuk konde, bagian dari mahkota, kalung dan hiasan pinggang.

 

    Benda-benda upacara

 

Benda-benda upacara yang termasuk dalam kelompok khasanah Muteran meliputi benda- benda berupa pinggan perak beraksara, cermin, gelang kaki wadah, cerat wadah air dan arca-arca dewa Buddha. Salah satu perbedaan antara penemuan Wonoboyo dan Muteran adalah ditemukannya beberapa arca dewa Buddha di Muteran yang tidak ditemukan pada penemuan benda-benda khasanah Wonoboyo.

 

 

 

Khasanah Emas Kesultanan

 

Koleksi khasanah emas   kesultanan yang berjumlah 3.450   buah, sebagian diantaranya dipamerkan di dua tempat, yaitu di ruang pameran tetap  gedung lama dan di lantai 4 sayap baru atau Gedung Arca Museum Nasional. Di gedung lama, koleksi  disajikan berdasarkan wilayah atau geografis dan di gedung baru ditata menurut fungsi serta sejarah pengumpulannya.

 

Koleksi khasanah emas kesultanan terbuat dari   logam emas dan perak serta beberapa diantaranya dihias dengan batu permata. Koleksi ini memiliki nilai yang sangat tinggi karena mempunyai kekhususan bahan, bentuk dan fungsi. Karena faktor warna, maka emas sering dikaitkan dengan kesuburan, kemakmuran, atau kebahagiaan.

 

Koleksi khasanah emas kesultanan kebanyakan   berasal dari berbagai kerajaan Islam yang berkembang di nusantara dari abad ke-16   sampai ke-20 Masehi. Sejak abad ke-16, fungsi sosial emas semakin menonjol. Emas digunakan dalam kehidupan sehari-hari yaitu sebagai perhiasan, regalia dan hiasan dari berbagai jenis senjata.

 

Pola letak koleksi khasanah emas kesultanan di gedung Arca dikelompokkan menjadi dua tema, yaitu berdasarkan:


1.   Fungsi  yang  meliputi:  (1)  Benda-benda  regalia  atau  pusaka  kerajaan;  (2)  Hewan sebagai  wadah  dan  simbol  kerajaan;  (3)  Peralatan  menyirih  atau  menginang;  (4) Perhiasan; (5) Peralatan  upacara dalam agama Hindu; serta (6)Seni  pertunjukan.

2.   Sejarah pengumpulan koleksi terdiri dari: (1) Hadiah raja; dan (2) Koleksi  dari ekspedisi militer.

 

 

 

1. Koleksi Berdasarkan Fungsi

 

    Regalia

 

Regalia adalah pusaka atau warisan kerajaan  yaitu benda-benda  yang melambangkan kekuasaan raja. Benda-benda ini diturunkan oleh nenek moyang ke istana dan berfungsi untuk mengesahkan kekuasaan di istana atau kerajaan.

 

Regalia biasanya mempunyai sejarah, nama, dan kekuatan spiritual yang dapat diminta untuk melindungi rakyat dan pemimpin. Oleh karena regalia melambangkan kekuasaan raja, kekalahan suatu kerajaan biasanya berarti perpindahan regalia ke penguasa yang baru. Pemilikan pusaka kerajaan melambangkan legitimasi mereka.

 

Pemerintah  kolonial  Belanda memperoleh  banyak regalia dari  penguasa di  Indonesia dalam masa sejarah kolonial. Mereka biasanya disumbangkan ke Museum Bataviaasch Genootschap  (sekarang MNI). Contoh-contoh regalia dalam lemari pajang berasal dari Kesultanan Banten (Jawa Barat), Kesultanan Banjar (Kalimantan Selatan), Kesultanan Bangkalan (Madura, Jawa Timur),   Kesultanan Palembang, Jambi, Batak, dan   Riau- Lingga (Sumatera), dan dari beberapa kerajaan di Bali.

 

    Hewan sebagai wadah dan simbol kerajaan

 

Naga dan singa adalah hewan yang merupakan representasi   terpenting dari kekuasaan istana. Di Banjarmasin, kepala naga menghiasi haluan perahu kerajaan. Naga ini mengingatkan pada kedatangan Pangeran Suryanata dari Majapahit, pendiri kerajaan Banjar.

 

Keris-keris kerajaan juga dihias dengan naga dan singa. Bilah keris nagasasra dari Jawa Tengah dan keris dari Badung, Bali dihias dengan naga. Singa, adalah hewan yang sangat kuat dan di beberapa kebudayaan dianggap sebagai raja hewan. Singgasana atau   kursi kerajaan dibawa oleh singa. Sebagai contoh tandu (jempana) milik   Raja Pamecutan, Denpasar, Bali disangga oleh empat ekor singa.

 

    Pekinangan

 

Hampir seluruh suku bangsa di Nusantara mengenal tradisi makan sirih. Kebiasaan menyirih mempunyai peranan yang penting dalam berbagai kegiatan sosial dan upacara. Selain  sebagai  barang  kenikmatan  dan  obat  yang  mengandung  antiseptik,  sirih,  dan pinang disajikan kepada tamu sebagai tanda keramahtamahan dan sopan-santun. Sirih- pinang juga disajikan dalam upacara pemujaan leluhur dan upacara lainnya.


Untuk keperluan menyirih, selain daun sirih (Piper betle) dan pinang (Areca catechu) ditambah  dengan  ramuan  lainnya,  seperti  kapur  sirih  (Calcium  exyde)  dan  gambir (Unracia gambir).

 

    Perhiasan

 

Perhiasan adalah istilah untuk  menyebut hiasan seperti cincin, liontin, dan batu permata yang  dikaitkan dengan suatu gagasan tentang keindahan, kebesaran, dan keagungan serta dimaksudkan  untuk  dipamerkan  ke  publik.  Pada  masyarakat  Indonesia,  perhiasan memiliki peranan penting dalam kegiatan sosial maupun upacara-upacara.

 

Setiap daerah di Indonesia memiliki perhiasan yang berlainan. Masing-masing daerah juga memiliki teknik pembuatan perhiasan yang bervariasi. Suatu perhiasan dapat diketahui asalnya dengan melihat hasil tuangan, teknik dan hiasan-hiasan yang diterapkannya.

 

Pada masa lampau, raja-raja atau sultan-sultan yang memiliki begitu besar kekuasaan dapat memperkerjakan pandai-pandai logam mulia. Perhiasan-perhiasan yang berasal dari masa jayanya para pandai logam mulia sekarang sebagian besar menjadi koleksi museum.

 

    Benda-benda yang digunakan dalam upacara agama Hindu Dharma

 

Agama Hindu  Dharma adalah salah satu dari lima agama  yang diakui  di  Indonesia. Agama ini tidak hanya dianut oleh hampir seluruh penduduk Pulau Bali, tetapi juga oleh orang Bali yang tinggal di Lombok dan di wilayah-wilayah lain di Indonesia.

 

Benda-benda upacara yang dimiliki oleh istana-istana di Bali dan Lombok terbuat dari bahan-bahan yang berharga, seperti emas dan perak dan kadang-kadang dihias dengan batu permata.

 

Benda-benda upacara dalam agama Hindu yang dipamerkan meliputi: (a) benda-benda yang digunakan oleh pendeta untuk upacara; (b) benda-benda yang digunakan untuk upacara  pemujaan  kepada  dewa-dewa;  dan  (c)  benda-benda  yang  digunakan  untuk upacara daur hidup.

 

    Seni  Pertunjukan

 

Pada masa lalu istana tidak hanya berfungsi sebagai pusat pemerintahan, tetapi juga sebagai  pusat  kebudayaan.  Seni  di  lingkungan  istana dapat  tumbuh  dan  berkembang karena mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari raja. Kesenian seperti seni musik, seni pertunjukan wayang, topeng, tarian serta teater berkembang dengan sangat baik di dalam lingkungan istana.

 

 

 

2. Koleksi Berdasarkan Sejarah Pengumpulannya

 

    Hadiah Raja

 

Koleksi khasanah emas kesultanan antara lain diperoleh melalui hadiah. Saling memberikan hadiah merupakan bagian dari pemeliharaan hubungan sosial dan politik.


Pada masa kolonial, penguasa-penguasa Indonesia   memberikan hadiah pada gubernur jenderal. Jika tidak mau menyimpan hadiah-hadiah tersebut,  mereka memberikannya  ke Museum Bataviaasch Genootschap (sekarang Museum Nasional).

 

Hadiah-hadiah itu biasanya dibuat dari bahan-bahan yang berharga dan dihias dengan keahlian yang sangat tinggi. Hadiah-hadiah tersebut diberikan pada berbagai peristiwa penting.

 

Pemerintah Belanda juga memberikan hadiah, kadang-kadang sebagai penghargaan atas dukungan dari  penguasa-penguasa Indonesia.

 

    Ekspedisi Militer

 

Ekspedisi militer Belanda ke berbagai wilayah di Indonesia   untuk menaklukkan suatu daerah sekaligus  merupakan  kegiatan pengumpulan koleksi. Setelah menaklukkan suatu wilayah  atau  kerajaan,  maka  benda-benda  pusaka  (regalia)  dan  benda-benda  istana lainnya diambil  dan sebagian diserahkan oleh pemerintah kolonial Belanda ke Museum Bataviaasch Genootschaap di Batavia dan museum-museum di Belanda.

 

Perang Banjar (Kalimantan Selatan),   Perang Aceh (Sumatera), peristiwa peperangan

Lombok,  aksi-aksi  militer  di  Bone  dan  Gowa  (Sulawesi  Selatan),  peristiwa  perang

‘puputan’ di Bali merupakan contoh-contoh ekspedisi militer yang sekaligus kegiatan pengumpulan koleksi.

 

 

 

b.  Khazanah Keramik

 

Pengunjung yang datang di Museum Nasional, akan melihat koleksi keramik kuno yang dipajang dalam jumlah banyak.   Sesekali pernah timbul pertanyaan yang sederhana dari pengunjung, mengapa keramik yang bukan buatan Indonesia ternyata dikumpulkan, dilindungi, dan dipelajari ?   Mereka tidak menyadari bahwa keramik-keramik itu erat hubungannya dengan berbagai kegiatan di masa lampau yang merupakan peristiwa sejarah kuno, bahwa kedatangan keramik sudah ada dari sekitar abad ke-2-3 sampai awal abad ke-20.

 

Kita ketahui semua bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah perairan yang cukup luas.   Letak kepulauan Indonesia yang disebut juga Nusantara sangat strategis yakni berada di persimpangan jalan laut melalui Selat Malaka yang menghubungkan daerah perdagangan antara wilayah timur seperti Cina dan Asia Tenggara ke wilayah barat seperti India dan Eropa.   Berdasarkan hasil penelitian bahwa perkembangan teknologi kebaharian dan perkapalan sejalan dengan perkembangan perdagangan lintas samudera. Sekitar abad ke-2-3 masehi diduga telah ada jaringan pelayaran dan perdagangan antara Nusantara dan India, bukti - bukti berupa tembikar buatan Arikamedu, di India Selatan yang ditemukan di situs Buni, Jawa Barat (lihat gambar).

 

Nusantara dengan tanahnya yang subur, sehingga tumbuh bermacam tanaman dan hidup bermacam hewan, juga kaya akan hasil tambang.  Sejak sekitar awal masehi, karena berbagai hasil bumi menjadi barang dagangan utama, misal cengkeh, pala, kapur barus, dan kayu


cendana, menyebabkan wilayah Indonesia mempunyai peran yang sangat penting di bidang perdagangan.    Kapal-kapal  asing datang dengan  tujuan  utama mencari  barang dagangan rempah-rempah seperti cengkeh dan pala yang tumbuh subur dan tidak dihasilkan di tempat lain maka bernilai sangat tinggi sehingga hanya mampu dimiliki oleh orang berada. Manfaatnya banyak dibutuhkan untuk keperluan sehari-hari sebagai campuran bumbu mengolah dan mengawetkan makanan serta pengobatan (D.G.E. Hall, 1988; RZ. Leirissa,

1999).   Pedagang asing yang datang antara lain India, Cina, Campa, Kamboja, Myanmar, Arab, Persia, sampai kedatangan bangsa Eropa, yakni Portugis, pada tahun 1511, di Selat Malaka dan Belanda, pada tahun 1596, di Banten.   Pelayaran dan perdagangan di Asia Tenggara, termasuk Nusantara menjadi ramai dan bersifat internasional, ditambah lagi karena adanya jalur persimpangan Selat Malaka yang menghubungkan antara dua jalur pusat perdagangan kuno India dan Cina

 

Bangsa Cina datang membawa komoditi unggulan mereka yakni keramik yang banyak disukai, karena bentuk, warna, dan kwalitasnya dari yang baik sampai yang terbaik.  Selain keramik, ekspor utama dari Cina yang sangat terkenal adalah sutera dan teh.   Kemudian pembuatan keramik diikuti pula oleh Thailand (abad ke-14-16), Vietnam (abad ke-14-17), dan Jepang (abad ke-17-19), dengan alasan karena banyak mendapatkan keuntungan. Keramiknya dibuat terutama dari bahan dasar porselin dan batuan (stoneware) dimana akhirnya banyak dikenal dan hampir seluruh lapisan masyarakat dapat memiliki karena ada yang murah berarti berkwalitas kasar sampai yang mahal berarti yang berkwalitas terbaik.

 

Keramik-keramik yang datang diperdagangkan dengan cara barter (pertukaran benda dengan benda) atau cara pembelian dengan uang.  Pada masa-masa awal yang terjadi adalah cara barter, misal antara  keramik dengan rempah-rempah.  Di Indonesia banyak ditemukan keramik, hampir di seluruh wilayah dan yang terbanyak adalah yang berasal dari Cina (masa dinasti Han, 206 SM - 220 M sampai masa dinasti Qing, 1644 - 1912).  Tempat temuannya antara lain di daerah  pantai sampai di pedalaman, baik di bekas pusat kerajaan, daerah percandian, pemakaman, pemukiman penduduk, mesjid, sampai ke daerah terpencil di pegunungan, bahkan terdapat juga keramik temuan di dasar laut.  Temuan terbanyak adalah keramik berkwalitas kasar yang diproduksi massal dan biasanya dipakai untuk peralatan rumah tangga, antara lain piring, mangkuk, cepuk, buli-buli, guci, tempayan, sendok, kendi dan ceret.

 

Berdasarkan  tempat  pembuatannya,  maka  kadang  disebut  juga  keramik  asing  karena dibuat  oleh bangsa lain  atau bangsa asing.  Koleksi  keramik  asing di  Museum  Nasional dirintis oleh E. W. van Orsoy de Flines sejak tahun 1928 -1959, merupakan milik pribadi yang  kemudian  dihibahkan  kepada  pemerintah  Indonesia.    Beliau  mengumpulkan  dari seluruh Indonesia dengan cara pembelian dan menerima hibah. Kondisi keramik masih cukup baik yang dibeli langsung dari pemiliknya karena mereka menyimpan dan merawat keramik sebagai benda pusaka turun-temurun.   Didalam pengumpulan rupanya de Flines sudah memandang penting keramik temuan dasar laut yang ditempeli tanaman laut (lihat gambar). Keramik sebagai salah satu data sejarah, dapat  mengungkapkan berbagai kegiatan di masa lampau dari berbagai aspek, terutama aspek sosial-budaya, seperti fungsinya untuk apa, siapa


pemakainya, atau tradisi penggunaan dan aspek ekonomi, seperti jalur pelayaran atau sistem perdagangan.

 

Sebagai contoh koleksi keramik yang berada di lantai 4, Gedung Baru ini adalah berasal dari India, Cina, Thailand, Vietnam, dan Jepang.  Sebagian adalah koleksi yang dikumpulkan oleh de Flines dan sebagian merupakan hasil kerjasama Direktorat Bawah Air (Direktorat Jenderal Kebudayaan) dan Museum Nasional dari eksplorasi di dasar laut tahun 1999. Yakni eksplorasi  kapal  Tek-Sing  yang  tenggelam  tahun  1822  di  perairan  selat  Gelasa,  pulau Bangka, Sumatra, karena cuaca buruk kemudian kapal menabrak batu karang.  Selat Gelasa di masa lalu adalah salah satu jalur kapal yang paling sering dilayari selain selat Malaka dan selat Bangka. Temuan dasar laut itu, antara lain dapat mengungkapkan tentang pengetahuan kebaharian termasuk teknologi perkapalan; berbagai macam komoditi dagang yang dibawa dan seberapa besar kapal yang dipakai; jumlah keramik yang banyak dapat menunjukkan kebutuhan yang tinggi dari masyarakat; atau kwalitas dan bentuk keramik juga dapat menunjukkan keadaan dan penggunaannya. Bahwa masyarakat perlu mengetahui bahwa keramik asing ini, baik yang ditemukan di daratan atau temuan di dalam  laut perairan kita, termasuk data sejarah atau Benda Cagar Budaya yang perlu dilindungi dan dimanfaatkan, karena dapat mengungkapkan berbagai aspek kehidupan masyarakat di masa lalu.


Contoh Koleksi Museum Nasional

 

 

 

1.   Koleksi Prasejarah


Kapak genggam

 

 

 

Kjokkenmoddinger

(Sampah dapur)

 

 

 

Kapak persegi

 

 

 

Belincung

 

 

 

Nekara


Bejana upacara

 

 

 

Moko

 

 

 

Dinding kubur batu

 

 

 

Kapak upacara

 

Kapak corong/kapak sepatu


Fosil tengkorak

Sangiran 17 (replika)

 

 

 

Fosil rangka manusia praaksara Situs Gilimanuk (replika)

 

Diorama kehidupan manusia purba

 

 

 

Gerabah dari situs Melolo


 

 

 

Fosil tengkorak dan tulang paha Pithecanthropus erectus (replika)

 

 

 

Diorama situs Goa Song

Keplek

 

 

 

Candrasa

 

 

 

Gelang


2.   Koleksi Arkeologi


 

Prasasti Mulawarman

(Yupa)

 

 

Prasasti Tugu

 

 

 

Prasasti Ciaruteun

(replica)

 

 

Prasasti Telaga Batu

 

 

Prasasti Kota Kapur


 

 

Prasasti Canggal

 

 

 

Prasasti Kelurak

 

 

Prasasti Gajah Mada

 

 

Prasasti Amogapasha

 

 

Arca Ganesha


 

 

Arca Brahma

 

 

Aca Bhairawa Buddha

 

 

 

Arca Nandi

 

 

Arca Manjusri Sikhadara


Arca Prajnaparamitha

 

 

Arca Jambhala

 

 

Mangkuk Ramayana

 

 

 

 

Lingga dan yoni


 

 

3.   Koleksi Etnografi

 


 

 

 

Patung Si Gale Gale dari

Sumatera Utara

 

 

Rencong dari Aceh

 

 

Miniatur rumah gadang dari Sumatera Barat

 

 

 

 

 

 

 

 

Wadah pesihungan dari

Lampung

 

 

Kain songket dari

Palembang


 

 

 

Angklung dari Jawa Barat

 

 

 

Miniatur barong Keket atau Barong Ket dari Bali

 

 

 

 

 

 

 

 

Kenyalang dari

Kalimantan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kain koffo dari Sulawesi


 

 

 

Sasando dari Nusa

Tenggara Timur

 

 

Patung nenek moyang dari Maluku

 

Patung korwar dari

Papua

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tifa dari Papua


Mamuli dari Nusa

Tenggara

 

 

Topeng Hudoq dari Kalimantan

 

 

Paidon/tempolong

 

 

Cap batik

 

 

Patung Tau Tau dari

Sulawesi



 

Taka dari Nusa

Tenggara

 

 

Mahkota Sultan Siak

 

 

 

Kalung dari Kerajaan

Klungkung (Bali)


Wadah Pekinangan dari

Palembang

 

 

Jogan dari Riau Lingga

 

 

Mahkota Kesultanan

Banten


 

 

 

Ketopong (Mahkota

Kutai Kartanegara)

 

 

Keris Si Ginjei dari Jambi

 

 

Sesako dari Lampung


Kersi Singkir dari

Kerajaan Banjar

 

 

Kain Basurek dari

Bengkulu


4.   Koleksi Geografi

 

 

Globe

 

 

Miniatur kapal pinisi

 

 

 

Sextant

 

 

Peta Selat Sunda


 

 

 

Kompas kapal

 

 

 

Peta pulau Sumatera

 

 

 

Peta Batavia


 

 

 

Fosil cetakan Toxaster

 

 

 

Fosil Amonit

 

 

 

Dandel


5.   Koleksi Numismatik dan Heraldik

 

 


Uang gobok

 

 

Alat cetak uang kasha

 

 

 

Uang kampua (bida)


Uang gulden

 

 

Medali

 

 

 

Stempel


Uang sen

 

 

 

Koin zaman VOC


6.   Koleksi Keramik


Keramik dari zaman Dinasti

Han

 

 

Botol amphora dari zaman

Dinasti Tang

 

 

Piring dari zaman dinasti

Song

 

 

Piring dari zaman Dinasti

Yuan

 

 

Guci dari zaman dinasti Ming


 

 

Guci zaman dinasti Qing

 

 

Keramik dari Thailand

 

 

Keramik dari Vietnam Keramik dari Myanmar Keramik dari Jepang


 

 

Kermaik dari Timur Tengah

 

 

Keramik dari Eropa

 

 

 

Celengan babi dari peninggalan Kerajaan Majapahit


 

 

7.   Koleksi Sejarah (relik colonial)

 


 

Meriam

 

 

 

 

Padrau


Patung Raffles

 

 

 

Batik R.A. Kartini

 

 

 

 

Wadah (brankas)


Furniture

 

 

Pelana kuda dan tombak

Pangeran Diponegoro


 

 

Lantai 1


Contoh Koleksi Museum Nasional


 

No

Koleksi Museum Nasional

Foto

1

Fosil Gading Stegodon, fosil ini ditemukan pada lapisan kabuh. Dalam evolusinya, gajah

harus memanjangkan taring atasnya menjadi gading untuk mempertahankan diri dari serangan hewan-hewan pemangsa. Bibir atas juga ikut memanjang menjadi belalai agar gajah dapat merumput ditanah.

2

Toxaster merupakan jenis fauna yang hidup pada Zaman Kapur, sekitar 145 sampai 65 juta

tahun yang lalu. Ciri-ciri utama fosilnya seperti batu kapur namun sangat keras dan memiliki titik-titik kecil. Di bagian atasnya terdapat guratan seperti bintang, sementara bagian bawahnya terdapat lubang menyerupai mulut.

 

3

Cetakan Fosil Amonit, termasuk dalam spesies Hungarites yatesi (Anis), merupakan fauna

yang terbentuk dari material yang masuk dan mengendap dalam cangkang moluska. Ciri utama fosil fauna Zaman Trias ini memiliki garis sulur serta sisa-sisa cangkang.

 

4

Fosil Gajah, Kuda Nil dan Badak,  Fosil gigi gajah (Elephas namadicus), rahang atas gajah

(Stegodon sp.), rahang bawah kuda nil (Hippopotamus), dan rahang bawah badak (Rhinoceros sp.) ini ditemukan pada lapisan Kabuh. Habitat jenis-jenis vertebrata tersebut menggambarkan keadaan alam Sangiran yang saat itu masih berupa hutan-hutan lebat dan terbuka dengan sungai-sungainya.

 

5

Tengkorak Perning / Si Anak yang Tertua, Tengkorak anak berusia anak 5-7 tahun ini,

diperkirakan merupakan fosil manusia purba tertua di Indonesia. Dikenal juga dengan nama Homo mojokertensis, tengkorak ini ditemukan oleh Tjokrohandodjo dalam endapan lumpur bercampur lapisan marin berkala Plestosen Awal.

6

Sangiran 8 / Rahang Bawah Homo Erectus Arkaik, Fragmen rahang bawah (mandibula)

sangiran delapan ini dikenal juga dengan nama meganthropus B, tetapi sebagian ahli meragukan statusnya sebagai meganthropus. Belakang dimasukan ke dalam kelompok Homo erectus arkaik. Ditemukan oleh Teuku Jacob dan S. Sartono pada lapisan Grenzbank.

 

7

Tengkorak sangiran 17 yang lengkap dengan gambaran wajahnya ini merupakan

masterpiece temuan fosil manusia purba di Indonesia. Fosil yang dikenal juga dengan nama Homo erectus VIII ini termasuk dalam kelompok Homo erectus tipik, yang hidup pada Kala Plestosen Tengah. Kapasitas otaknya sekitar 1000 cc .

8

Manusia Sendang Busik / Sangiran 2, Fosil atap tengkorak manusia purba ini termasuk

dalam kelompok Homo erectus tipik. Kapasitas otaknya sekitar 1000 cc. diperkirakan hidup pada Kala Plestosen Tengah.

9

Cetakan Otak Homo Erectus Progresif ini dibuat berdasarkan fosil tengkorak Homo

soloensis IV dengan volume sebesar 1.100 cc . Homo soloensis merupakan jenis manusia purba paling maju (progresif) dalam tingkatan evolusi Homo erectus. Kelompok pendahulunya, Homo erectus arkaik dan tipik, hanya mempunyai ukuran volume otak antara

900-1000 cc .

10

Homo Soloensis IX / Pembuat Alat Tulang Pertama

Salah satu dari sebelas fosil manusia purba Ngandong yang dikenal juga dengan nama Homo Soloensis. Termasuk dalam kelompok Homo Erectus progresif yang pertama kali membuat alat dari tulang dan diperkirakan hidup pada akhir Kala Plestosen Tengah. Volume otaknya sudah mencapai sekitar 1.100 cc.

11

Fosil Manusia Purba Ngandong salah satu dari sebelas fosil manusia purba Ngandong yang

ditemukan oleh W.F.F Oppenoorth dan C Ter Haar antara tahun 1931-1933. Manusia Ngandong dikenal juga dengan nama Homo Soloensis, termasuk dalam kelompok Homo Erectus progresif yang pertama kali membuat alat dari tulang. Mereka hidup pada akhir kala Plestosen Tengah, sekitar 200.000 tahun yang lalu. ukuran volume otaknya sekitar 1.100 cc.

 


 

12

Tengkorak Homo wajakenesis I adalah temuan manusia purba pertama yang dilaporkan dari

Indonesia. Ditemukan oleh B.D. van Rietschoten pada tahun 1889. Termasuk dalam jenis Homo sapiens. Manusia Wajakenesis inilah yang menjadi alasan Eugine Dubois untuk memindahkan pencarian missing linknya ke Pulau Jawa.

13

Tulang Paha dan Tengkorak  (Manusia Jawa yang Menggemparkan) Pithecanthropus erectus

atau Manusia Jawa ini adalah temuan fosil manusia purba yang paling menggemparkan dalam sejarah dunia palaeoantropologi. Temuan fosil tulang paha (femur) menunjukan bahwa pemiliknya sudah dapat berjalan tegak. Dubois sempat menganggapnya sebagai missing link (mata rantai yang hilang) dalam teori evolusi manusia. Fosil tengkorak ini tergolong dalam kelompok Homo erectus Tipik, dan sekarang lazimnya Pithecanthropus disebut sebagai Homo erectus.

 

 

14

Fosil Manusia Purba Homo Floresiensis ini adalah salah satu dari tujuh rangka Manusia

Flores yang menghebohkan dunia ilmu pengetahuan. Rangka manusia ini ditenggarai merupakan "penghubung"antara Homo Erectus termuda yang berusia antara 200.000 sampai 100.000 tahun, dengan Homo Sapiens tertua yang berusia antara 20.000 sampai

13.000 tahun. Tempat penemuannya di Gua Liang Bua, Flores pada tahun 2003 dengan perkiraan usia 30.000-18.000 tahun.

 

15

Kehidupan Gua. Gua bagi manusia prasejarah saat itu berfungsi untuk melindungi diri dari

cuaca dan serangan hewan buas. Gua juga dijadikan sebagai lokasi penguburan. Ada dua jenis penguburan yaitu primer dan sekunder. Penguburan primer merupakan cara penguburan secara langsung (tanpa ada proses pemindahan), sedangkan penguburan sekunder merupakan cara penguburan yang dilakukan sebanyak dua kali, apabila jasad telah menjadi berubah menjadi tulang maka dipindahkan ke dalam wadah. Contoh kuburan

primer adalah Gua Song Keplek di Pacitan, Jawa Timur. Ditemukan rangka manusia berjenis kelamin wanita berusia 18 - 60 tahun ini, berasal dari ras Australomelanesid. Ini adalah temuan rangka individu ke 4 dari penggalian situs Song Keplek. Diperkirakan hidup pada masa budaya mesolitik. Rangka ditemukan terkubur di kedalaman 100 - 112 cm dalam posisi

terlipat beserta alat-alat serpih bilah.

 

 

 

 

 

 

16

Situs Gilimanuk. Kuburan primer manusia prasejarah juga ditemukan di Situs Gilimauk,

Jembrana, Bali, Tahun 1985. Rangka manusia tersebut diperkirakan berasal dari tahun 2.200 sampai 1.800 tahun yang lalu. Merupakan penguburan primer (primary burial). Di sisi rangka terdapat senjata tajam dari logam berbentuk parang (atau mata tombak?) mungkin alat kerja sehari-hari atau benda kesayangan si rangka saat masih hidup.

 

 


Lantai 2

 

No

Koleksi Museum Nasional

Foto

1

 Pr asasti p a ( M u ar akam an ) I,  Prasasti berbentuk tugu (yūpa), ditulis dalam aksara Pallawa

dan bahasa Sanskerta. Isinya menyebutkan silsilah Raja Mūlavarman, dimulai dari Kunduŋga yang berputra Asvavarman, yang mempunyai putra 3 orang. Yang terkemuka di antara ketiga anaknya itu adalah Mūlavarman, raja yang berperadaban baik, kuat dan berkuasa.

 

2

Prasasti Kota Kapur Beraksara Pallawa akhir, bahasa Malayu Kuna. Isinya berupa kutukan bagi

mereka yang apabila berbuat jahat dan tidak setia terhadap raja akan mendapat celaka, dan usaha Sriwijaya untuk menaklukan Bhumi Jawa yang tidak tunduk kepada Sriwijaya.

3

 Pr asasti Śiwagr h a  Prasasti berbahasa dan beraksara Jawa Kuna ini dinamakan prasasti

Śiwagrha karena isinya mengenai peresmian sebuah bangunan suci untuk dewa Śiwa (Śiwagrha) beserta arca induknya. Menurut para ahli, bangunan suci dan arca yang dimaksudkan dalam prasasti kemungkinan adalah Candi Śiwa di kompleks Candi Prambanan.

 

4

Prasasti Ciaruteun (Replika), berasal dari masa pemerintahan Raja Purnawarmman dari

kerajaan Tarumanagara, ditulis dalam aksara Pallawa bahasa Sanskerta. Berisi tentang puji- pujian kepada Raja Purnawarman yang tapak kakinya disamakan dengan tapak kaki Dewa Wisnu. Juga ditemukan pahatan tapak kaki, laba-laba, tulisan 'ikal' yang belum dapat dibaca.

 

5

Prasasti Porlak Dolok, Prasasti ini ditulis dalam dua aksara dan bahasa, yaitu aksara Sumatera

Kuna dan Tamil, bahasa Melayu Kuna (lokal) dan Tamil. Menyebutkan seorang pejabat yaitu Senapati Rakan Dipangkara yang melaksanakan perbuatan amal mendirikan mahligai (bangunan suci?) untuk Paduka Sri Maharaja.

 

6

Prasasti Sapu Angin, Berbahasa Jawa Kuna dan aksara Kadiri kuadrat. Menyebutkan tentang

pendirian sebuah pertapaan sebagai hadiah dari raja Kertajaya.

7

Prasasti Janggala, Berbahasa dan aksara Jawa Kuna. Prasasti pendek yang isinya berupa titi

mangsa: "Sakakala kala 1307".

8

Prasasti Gajah Mada, Beraksara dan berbahasa Jawa Kuna. Prasasti ini dikeluarkan oleh Sang

Mahamantrimukya Rakryan Mapatih Mpu Mada pada bulan Waiśakha tahun 1273 Śaka (= 27

April 1351 Masehi) dalam rangka pendirian sebuah bangunan çaitya untuk memperingati gugurnya Pāduka Bhaāra Sang Lumaḥ ri Siwa Buddha (Raja Kertanagara) bersama para pendeta dan pejabat tinggi kerajaan pada bulan Jyesta tahun 1213 Ś

 

 

9

Prasasti Mula Malurung, Aksara dan bahasa Jawa Kuna. Isinya menyebutkan Sang Nararya

Smining Rat, nama lain raja Wisnuwarddhana. Memberi anugrah kepada Sang Pranaraja berupa status perdikan desa Mula dan Malurung karena ia menunjukkan kesetiaan yang tidak terhingga kepada raja.

 

10

Prasasti Munggu Antan, Berisi tentang Sang pamgat Munggu bersama adiknya Sang Hadyan

Palutungan meresmikan desa Munggu Antan menjadi perdikan bagi sebuah biara. Sang Hadyan Palutungan adalah istri dari seseorang yang dimakamkan di Pastika. Prasasti ini dikeluarkan oleh Sang Pamgat Munggu yang menjadi saksi adalah Sri Maharaja Rake Gurunwangi.

 

11

Prasasti Kelurak, Berbahasa Sansekerta dengan aksara Pra Nagari/ Siddham. Prasasti ini

berisikan tentang pentahbisan arca Mañjuś di sebuah bangunan suci yang diidentifikasikan sebagai Candi Sewu dan upacara pentahbisan dipimpin oleh seorang Guru dari Gaudidvīpa (daerah Benggala, India) .

 


 

12

Prasasti Balawi, Prasasti ini dibuat atas perintah raja Majapahit yang pertama, Sri Kertarajasa

Jayawarddhana atau Raden Wijaya, ditulis dalam aksara dan bahasa Jawa Kuna. Isinya mengenai pengukuhan desa Balawi sebagai daerah perdikan atas permohonan Sang Wirapati. Juga menyebutkan bahwa Raden Wijaya adalah menantu raja Kertanagara, karena memperistri keempat anaknya.

 

 

13

Nisan Sultanah Nahrasiyah (Replika),  aslinya terdapat di Samudra Pasai, Aceh terbuat dari

pualam yang dipesan dari Gujarat, India. Nisan ini serupa dengan nisan Syeh Maulana Malik Ibrahim di Gresik, yang memakai nukilan huruf Arab dengan gaya tulisan kufic. Tulisan di nisan menerangkan bahwa kubur ini merupakan kubur seorang Ratu lengkap dengan asal usul nama keturunannya, yang mangkat pada hari 831 H/ 1428.

14

Tika Penanggalan,  Penanggalan pada masyarakat Bali berfungsi sebagai pengatur kehidupan

social dan keagamaan seperti untuk menentukan hari perkawinan, upacara potong gigi, upacara pembakaran jenazah (ngaben) dan ketika akan membangun Rumah. Penanggalan berdasarkan tahun wuku disebut Tika. Pembuatan tanggalan sangat rumit, biasanya dilakukan oleh seorang pendeta Brahmana /Dukun.

 

 

15

Prasasti Wurudu Kidul, ditulis dalam aksara dan bahasa Jawa Kuna. Isinya merupakan sebuah

jayapattra (surat keputusan mengenai kewarganegaraan). Penduduk desa Wurudu Kidul yang bernama Dhanadi mengadu ke pengadilan karena dituduh merupakan warga keturunan asing (Khmer). Prasasti inilah yang merupakan akta bagi Dhanadi yang mengukuhkan bahwa ia adalah warga pribumi agar tidak ada gugatan dikemudian hari.

16

Kompas Kapal, Kompas berfungsi sebagai penunjuk arah. Pada zaman dahulu pelaut tidak

menggunakan kompas, tetapi hanya dengan melihat bintang, lingkungan sekitar serta desiran ombak. Sejak sekitar abad ke-19 mulai dikenal pemakaian kompas dalam pelayaran.

17

Pistol, Pistol merupakan alat navigasi, yang digunakan untuk keperluan keamanan serta

memberi tanda pada saat kapal yang akan bersandar di pelabuhan.

 

18

Sextan, Sextant merupakan alat navigasi untuk mengukur jarak sudut antara benda astronomi

(matahari, bulan, bintang, dll.) dan garis cakrawala. Dalam dunia transportasi misalnya, pengukuran ini bermanfaat untuk menentukan posisi kapal di laut ataupun pesawat terbang di udara.

19

Peta Kepulauan Maluku pada tahun 1729, dibuat di Leiden oleh Pierre van der Aa. Bentuk

pulau belum sempurna. Garis katulistiwa memotong bagian tengah kepulauan ini.

 

20

Lonceng Kapal ini digunakan di kapal pada situasi tertentu, misalnya dalam keadaan bahaya

untuk memberikan kode. Biasanya dipakai pada kapal angkutan barang atau penumpang kapal samudera atau nusantara

 

21

Peta Dunia (Replika), Peta dunia berukuran panjang 54 cm dan lebar 38 cm ini aslinya dibuat

pada tahun 1482 berdasarkan pengetahuan Cladius Ptolemy yang ditulisnya dalam buku

"Geographia" ± 150 Masehi. Saat ini peta yang asli menjadi koleksi R.A Skelton.

 

22

Dandel, Alat ini sangat vital digunakan dalam pelayaran terutama untuk kapal-kapal yang

bobot matinya tinggi. Berfungsi untuk memperkirakan waktu tiba di tujuan pelayaran, serta untuk mempercepat ataupun memperlambat kapal.


 

23

Chronometer, merupakan alat untuk mengukur waktu secara tepat dan akurat. Alat ini sejenis

dengan jam tetapi mempunyai ketepatan dan keakuratan yang lebih tinggi, biasa dipakai untuk keperluan ilmiah, juga biasa dipakai dalam pelayaran yaitu digunakan pada kapal kecil, antara lain kapal antar pulau, perahu layar bermotor dan kapal pandu. Bentuk dari chronometer ini juga mirip dengan jam yaitu dengan menggunakan tiga buah jarum sebagai penunjuk waktu (jam, menit, detik), tetapi strip angkanya lebih lengkap.

 

 

 

24

Jam Kapal, Jam sejenis ini biasanya digunakan oleh kapal-kapal yang berdaya angkut tinggi,

misalnya pada kapal samudera, kapal nusantara, serta kapal pesiar. Merupakan alat navigasi yang sangat penting, yaitu sebagai petunjuk waktu. Biasanya diletakkan di dekat pengemudi kapal.

 

25

Teropong, Dahulu dalam berlayar digunakan pedoman bintang-bintang serta situasi alam

untuk mengetahui keadaan dan posisi kapal. Pada abad ke-19 mulai digunakan teropong dan didukung oleh peta. Teropong ini menggunakan dua lensa yang berfungsi untuk melihat benda yang tidak terjangkau oleh mata telanjang.

 

26

Lampu Kapal, Lampu jenis ini biasanya dipakai oleh kapal angkutan barang sebagai

penerangan dalam keadaan darurat (listrik mati). Digunakan pada saat kapal bersandar, merupakan lampu yang tahan terhadap angin dan hujan.

 

27

Batu Duga,

Biasanya digunakan oleh pelaut tradisional sebagai alat untuk mengetahui kedalaman laut demi keselamatan pelayaran. Kedalaman laut dapat diketahui dengan mengulur batu duga ini ke kedalaman laut sampai ke dasar laut dengan arah tegak lurus, sehingga kedalaman laut dapat diketahui dengan mengukur panjang tali yang terulur ke dalam air laut.

 

28

Haut Relief, Relief yang menggambarkan beberapa pendeta di suatu pertapaan (memegang

tasbih) dan sedang memberikan wejangan kepada murid-muridnya. Tampak di sini atap rumah pertapaan berbentuk segi enam dan memiliki tiang-tiang bangunan.

 

29

Gendeng Suwungan, Terbuat dari keramik dan berfungsi sebagai dekorasi pada bagian atap

rumah. Banyak ditemui di daerah Kudus, Jawa Tengah.

 

30

Kemuncak Bangunan, Salah satu hiasan bangunan yang terletak di atas bangunan. Kemuncak

ini berbentuk 'caitya' dengan bagian atas semakin mengecil., berhias bunga mekar, dan suluran.

 

31

Pancuran Air, Pancuran air dalam bahasa Sansekerta disebut jaladwara . Biasanya terdapat

pada bangunan candi ataupun pemandian di masa Jawa kuna.

 

32

Miniatur Tiang Bangunan, Tiang bangunan berfungsi sebagai tiang penyangga/penguat

bangunan. Ada yang dibuat polos tanpa hiasan, dan ada pula yang dihias dengan motif sulur- suluran.

 


 

33

Kotak Jamu,

Kotak jamu serupa ini dipengaruhi oleh budaya Cina dan banyak dibuat di Palembang

(Sumatera selatan)

 

34

Batu ulekan/Cobek, Terdiri dari sepasang batu, yaitu lumpang yang berbentuk bulat dan alu /

penumbuk. Lumpang dan penumbuk digunakan untuk menumbuk makanan dan ramuan obat- obatan.

 

35

Pipisan dan penggilingan, Kemungkinan alat ini digunakan untuk menggiling ramuan obat

tradisional.

 

 

36

Patung Tabib, Patung yang menggambarkan figur India Muslim. Pada masa Hindia Belanda

ditempatkan di balai pengobatan atau toko obat.

 

 

37

Lumpang dan Panggilingan, Kemungkinan benda ini digunakan untuk membuat ramuan obat-

obatan tradisional.

 

 

38

Wadah Kelapa Laut (Poh Jenggi), Digunakan sebagai wadah ramuan obat-obatan tradisional.

 

 

39

Pipisan dan Gandik, Alat ini terdiri dari dua bagian yaitu pipisan dan gandik (penggilian).

Diduga benda ini digunakan untuk membuat ramuan obat-obatan tradisional dengan cara ditumbuk.

 

40

Pendil, Pendil adalah salah satu bukti kemajuan teknologi. Hal tersebut disebabkan pada saat

proses pembuatan pendil dibutuhkan komposisi bahan serta pembakaran yang tepat. Benda ini memiliki bentuk yang membundar serta terdapat karinasi. Selain itu, di bagian badan terlihat adanya hiasan geometris. Pendil ini kemungkinan digunakan sebagai wadah untuk aktivitas sehari--hari atau bekal kubur.

 

 

 

 

41

Bokor, Kemungkinan berfungsi sebagai wadah air atau makanan.

 

42

Jamasj

Tameng atau dalam bahasa lokalnya disebut jamasj ini bergaya khas Asmat Tengah. Tameng ini terbuat kayu mangrove berukuran besar. Bentuknya persegi panjang dengan ragam hias yang diukir cukup dalam. Bagian atas tameng terdapat figur tjemen yang merupakan lambang phallus atau alat kelamin laki-laki. Ragam hias pada tameng ini menyerupai sosok manusia jongkok yang direpresentasikan dengan figur yang terdiri dari dua belalang sembah/ belalang sentadu yang disebut wenet.

 

 

 


 

43

Canting Cap, Canting cap merupakan alat untuk menorehkan lilin atau malam pada kain polos

untuk menghasilkan suatu ragam hias pada proses pembuatan kain batik. Canting cap mulai dikenal sekira tahun 1850 di kawasan pesisir utara Jawa yang terkenal dengan industri batiknya. Batik cap lebih cepat proses pembuatannya.

44

Pemukul Kulit Kayu,  Selain ditemukan di Kalimantan (Ampah) juga ditemukan di Sulawesi

(Kalumpang dan Minanga Sipakka). Berbentuk segi empat pada salah satu sisinya beralur sejajar. Kegunaan dari alat pemukul kulit kayu adalah untuk menyiapkan bahan pakaian dengan cara memukul-mukul kulit kayu sampai halus serta membuat motif pada kulit kayu. Saat ini pemukul kulit kayu masih digunakan di Papua dan Sulawesi.

45

Alat Cetak Uang Kasha, Sepasang alat cetak uang pada bagian permukaan berukir 6 sisi mata

uang (= 3 buah) yang berbeda. Pada cetakan 3 sisi mata uang tertera huruf Arab, dibaca "wau" dan tahun 1267 terbalik dikelilingi bulatan-bulatan kecil. Cetakan 3 sisi lainnya tertera tulisan Arab "Bandar Aceh Darassalam" terbalik dikelilingi bulatan-bulatan kecil.

 

46

Pelandas, Benda ini digunakan sebagai pelandas dalam proses pembuatan benda-benda

tembikar.

47

Alat Pembuat Tepung Sagu, Merupakan salah satu contoh teknologi memproduksi sagu.

 

 

48

Miniatur Pembuat Minuman Saguer, Miniatur ini menggambarkan proses produksi

pembuatan minuman.

 

49

Kowi, Kowi merupakan wadah pelebur logam, berbentuk seperti cawan, berukuran kecil, polos

tanpa hiasan. Terkadang benda perunggu yang tidak dipakai biasanya dilebur kembali guna memuat barang baru.

 

50

Alat Pintal, Alat pemintal benang yang merupakan bagian dari peralatan menenun kain.

 

51

Kentongan

Kentongan biasanya dipukul sebagai pemberi isyarat atau untuk memanggil warga atau tanda bahaya.

52

Genta Candi, Genta candi memiliki ukuran yang besar. Genta candi digunakan di lingkungan

percandian atau kuil sebagai alat komunikasi untuk memanggil umatnya beribadah. Oleh karena hiasan pada puncak genta berbentuk arca dan dinding luar genta cukup raya maka kemungkinan dibuat dengan teknik pengecoran logam sistem cetak lilin hilang dan patri.

 

 

53

Sepeda, Sepeda zaman dahulu memiliki roda belakang yang lebih besar dibandingkan roda

depan. Sepeda sejenis ini diperkirakan dimiliki oleh orang-orang kaya pada masa Hindia

Belanda, berasal dari abad ke 19.

 

54

Model Pesawat Terbang, Model pesawat terbang tipe F VII dengan huruf pendaftaran H-

NACC. Penerbangan pertama dari Belanda ke Indonesia pada tanggal 1 Oktober hingga 24

November 1924, dengan penumpang Van Der Hoop, Van Weerden Poelman dari Van En

Broeke.

 


 

55

Uang Gobog, Bagian tengah berlubang tembus sisi lainnya. Di sekitar lubang terdapat motif

bintang bersudut enam. Sisi muka bergambar relief wayang (Semar, Kresna), seekor gajah dan ular. Sisi lainnya tertera tulisan Arab yang merupakan kalimat Syahadat "La ilaha Illallah, Muhammad Rasulullah" . Uang ini disebut juga "pisis" dan diperkirakan beredar pada masa akhir Kerajaan Majapahit.

 

56

Uang Kampua, Jenis uang ini terbuat dari sehelai kecil tenunan kasar berbentuk persegi

panjang. Tenunan ini dibuat oleh putri-putri istana dengan jumlah dan corak yang ditentukan di bawah pengawasan Manteri Besar. Setiap tahun coraknya dibuat berbeda untuk menghindari pemalsuan. Pemalsu uang "Kampua" dapat dituntut hukuman mati.

 

 

57

Prasasti Kelurak,  Yogyakarta

 

Beraksara Pranagari dan berbahasa Sansekerta. Berisi tentang pendirian sebuah bangunan suci

untuk Manjustri atas perintah Raja Indra. Menurut para ahli bangunan yang dimaksud adalah candi Sewu

 

58

Prasasti Kalasan, Yogyakarta

 

Berbahasa Sansekerta dengan aksara Pranagari yang berisi tentang Maharaja Dyah Pancapana

Kariyana Panangkarana mendirikan bangunan suci untuk Dewi Tara

 

59

Prasasti Lobu Tua, Baros, SUmaera Utara

Prasasti yang ditulis dalam aksara dan bahasa Tamil. Menyebutkan tentang Dewan Serikat Dagang dalam kelompok ‘Lima ratus dari seribu arah bertemu di Velapuram in Virochu (Baros), dan menganugerahkan pada dua orang gelar Nakara Senapati Nattu-cettiyar dan Patinenbhum-teci-appar, dan kelompoknya yang dinamakan mavettus.

60

Sanghyang Tapak, Cibadak, Jawa Barat

Beraksara dan bahasa Jawa Kuna, Berisi tentang seorang Raja dari Prahajyan Sunda bernama Sri Jayabhupati menetapkan daerah larangan di bagian timur Sanghyang Tapak, yaitu bagian sungai (lubuk) yang ikannya tidak boleh ditangkap.

 

61

Prasasti Bulai, Jawa Tengah

Beraksara dan berbahasa Jawa Kuna, tidak memuat nama raja, prasasti ini berjenis

suddhapattra’, yaitu prasasti yang berisi tentang pelunasan utang piutang.

62

Perahu Lete, Madura

 

Perahu lete Madura merupakan jenis perahu niaga dengan daya angkut sekitar 100-500 ton,

figunakan untuk pengangkutan antarpulau.

 

 

 

 

 

 

63

Model Rumah Tinggal, Jawa Barat

Miniatur ini merupakan penggambaran Rumah tradisional masyarakat Sunda. Rumah dengan bentuk seperti ini digunakan sebagai Rumah Tinggal

 

64

Model Rumah Tongkonan, Toraja, Sulawsei Selatan

Tongkonan merupakan rumah tradisional suku bangsa Toraja. Tongkonan berasal dari kata tongkon yang berarti duduk. Rumah tongkonan digunakan untuk bermusyawarah, mendengarkan perintah, dan menyelesaikan masalah adat. Tongkonan selalu meghadap ke Utara yang merupakan ungkapan simbolik penghormatan dan memuliakan Puang Matua’ (pencipt jagat raya)l

 

 

 

 


 

65

Sumpit,  Dayak, Kalimantan Barat

Sumpit adalah alat berburu dan berperang yang sangat efektif untuk sasaran yang berukuran kecil. Sumpit dibuat dari bahan kayu dengan bentuk dasar serupa dengan laras senapan. Tiupan mulut yang kuat untuk menembakkan peluru sumpit pada prinsipnya serupa dengan mesiu senapan. Masyarakat tradsional Nusantara telah mengenal pemakaian alat ini sejak masa kecil dengan sumpit bamboo dalam permainan perang-perangan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

66

Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia banyak menerbikan mata uang sendiri seperti Samudra

Pasai (derham dan Kasha), Kerajaan Palembang (Piti Buntu dan Piti Teboh). Kerajaan Cirebon (Kasha) Kerajaan Buton (Kampua), Kerajaan Goa (Jingara), Kerajaan Banjarmasin (Keping), dab lain-lain sebagai akibat meningkatnya hubungan perdagangan internasional dengan negara- negara Timur Tengah. Umumnya uang tulisan ini tertera tulisan Arab dengan kata sultihan sebagai pengganti gelar raja dan juga tahun Hijriyah, kecual uang Kampua/Bida dari Buton.

 

67

Kuwera (Hindu) atau Jambhala (Buddha), Jawa Tengah

Kuwera adalah dewa kekayaan, kemakmuran, para pedagang. Kuwera dianggap sebagai symbol kekayaan dipuja oleh para pedagang atau usahawan karena dewa ini dianggap sebagai pelindungnya. Ciri-cirinya berperut besar dan dikelilingi pundipundi harta.

68

Timbangan, Kesultanan Banjar/Banjarmasin, Kalimantan Selatan

Digunakan untuk menimbang pajak in natura berupa hasil bumi. Konon Sultan Banjar duduk di salah satu sisi timbangan sebagai anak timbangan sedangkan lain ditempatkn hasil bumi, sehingga berat hasil bumi harus seimbang dengan berat badan sultan

69

Miniatur Perahu Nade, Sumatera

Perahu ini merupakan perahu niaga tradisional. Perahu in digunakan untuk megangkut kayu, hewan dan barang-barang lain untuk diperdagangkan. Sekarang perahu ini sudah banyak menggunakan mesin, berbobot mati antara 200-500 ton.

70

Miniatur Perahu Janggolan,  Galis, Bangkalan, Madura

Kata janggolan berarti perhubungan. Perahu janggolan merupakan perahu niaga untuk jarak sedang. Perahu ini biasanya digunakan untuk megangkut garam dari ladang. Selain itu, juga digunakan untuk mengangkut kelapa yang banyak dihasilkan di sepanjang pesisir Madura.

 

 

 

 

 

 

 

 

71

Haluan Perahu, Pulau Papua

72

Ani-ani, Sumatera

Alat yang digunakan untuk memotong padi

 

73

Kincir Air,  Sumatera Barat

Kincir air berfungsi sebagai penumbuk padi. Kincir diletakan di samping sebuah kali kecil atau selokan yang airnya deras. Arus air akan memutarkan kincir, mengangkat engikit yang berfungsi sebagai penumbuk di atas lesung

 


 

 

Lantai 3

 

No

Koleksi Museum Nasional

Foto

1

Manik-Manik,  Merupakan peninggalan masa Paleometalik/Perundagian. Kalung ini terdiri dari manik-manik yang memiliki beragam  bentuk, warna, serta ukuran. Fungsi benda ini, diduga digunakan sebagai bekal kubur.

2

Kendi, Bentuk kendi sudah tidak utuh karena di bagian atas telah pecah. Pada saat ditemukan, di dalam kendi tersebut terdapat pasir serta fosil kerang. Adapun fungsinya diperkirakan sebagai bekal kubur, karena ditemukan di situs penguburan.

 

3

Prasasti Kanjuruhan, Prasasti ini ditulis dalam aksara Jawa Kuna dan bahasa Sansekerta. Isinya mengenai seorang raja bernama Gajayana yang bertahta di Kanjuruhan pada tanggal 1

Kresnapaksa bulan Margasira tahun 682 Saka mendirikan sebuah bangunan suci untuk menempatkan  arca Agastya dari batu hitam sebagai  pengganti arca Agastya yang telah dibuat oleh nenek moyangnya dari kayu cendana.

4

Rumah Kyai , Model rumah yang merupakan tiruan dari rumah milik seorang kyai di Kudus, Jawa Tengah. Rumah dengan bentuk limasan ini dindingnya dihiasi dengan banyak ukiran yang biasanya dimiliki oleh pedagang kaya dan terkadang juga sebagai pemimpin agama atau kepala kampung.

5

Miniatur Masjid, Arsitektur masjid ini merupakan perpaduan gaya arsitektur masa Hindu- Buddha dengan masa Islam, memiliki atap tumpang bersusun tiga dengan puncaknya berbentuk seperti stupa seperti pada bangunan candi. Bentuk puncak bersusun ini mirip dengan bentuk pura meru yang banyak ditemui di Bali dan daerah Cakranegara di Lombok.

6

Stempel, Stempel ini bertuliskan aksara Arab bahasa Melayu yang berbunyi "Pangeran Penghulu Nata Alam Hamim al Qadhir Syara fil Balad al Palembang" dan terdapat angka tahun hijriah 1294

7

Gelas Berkaki, Keberadaan gelas berkaki di Indonesia merupakan salah satu pengaruh kedatangan bangsa Eropa. Gelas berkaki umumnya digunakan sebagai wadah minuman anggur dan minuman beralkohol lainnya. Pada badan gelas dihias kapal layar khas Belanda dan terdapat kalimat "Het Oost Indische Compagnie Welvaren" yang artinya "Kesejahteraan  Perseroan Hindia Timur".

 

8

Piring, Piring ini merupakan bagian dari satu set perlengkapan makan. Pada bagian tengah

piring terdapat gambar seekor macan dan gajah sedang memegang tulisan "CJW", sedangkan di bawah kaki keduanya terdapat tulisan "Mallacca".  Penduduk Malaka memberikan

perlengkapan makan ini kepada pemimpin Angkatan Laut Belanda "Constantijn Johan

Wolterbeek", karena pada tahun 1818 telah berhasil merebut kembali Malaka dari Inggris.

 

 

9

Medali, Medali tanda penghargaan 350 tahun kelahiran Jan Pieter Zoon Coen (1587 - 1937), pendiri kota Batavia, Hindia Belanda (Indonesia).

10

Segel Mata Uang 20 Gulden, Berbentuk seperti anak timbangan, terdiri dari 2 bagian, pegangan dan kepala segel. Pegangan berbentuk kecil bulat, kepala segel berbentuk silindris yang mengecil di bagian bawah. Permukaan segel (bagian bawah) berukir lambang Kerajaan Belanda diapit nilai nominal dan tulisan yang digambarkan secara terbalik.

 


 

 

11

Peti Besi,

Peti memiliki makna yang cukup penting bagi kehidupan bagi bangsa Eropa dan biasanya digunakan untuk menyimpan benda berharga, arsip, pakaian dan lain-lain. Peti ini dihias dengan gaya Barok yang berkembang pada masa pemerintahan  raja Louis XIV di Perancis pada abad ke-17 M. Peti serupa ini berfungsi untuk menyimpan uang.

 

12

Sesako,  Lampung. Merupakan seperangkat kursi kebesaran, yang digunakan dalam upacara papadon yaitu pengangkatan  seorang kepala Marga  dari salah satu suku bangsa. Sesako ini merupakan bagian belakang bangku pendek dimana calon kepala suku itu duduk bersimpuh. Upacara diadakan pada ruang upacara di dalam rumah adat. Motif naga merupakan simbol kekuatan, motif burung merupakan simbol kekayaan, motif ikan simbol dari kesuburan  dan muka manusia merupakan simbol kekuasaan. Semua simbol ini merupakan cerminan hidup seorang kepala adat.

 

 

 

 

13

Kursi Upacara Dayak Ngaju, Kalimantan Tengah. Digunakan oleh kepala suku Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah. Berbentuk seorang laki-laki dengan menggunakan  hiasan kepala perpaduan antara burung enggang dan naga yang disebut 'Aso'. Laki-laki tersebut memegang seekor ular yang dikelilingi oleh seekor naga. Suku Dayak Ngaju merupakan bagian dari kelompok Dayak Barito yang terkenal dengan pahatannya, khususnya ukiran benda-benda upacara. 'Aso' pada kursi tersebut merefleksikan  kepercayaan bahwa burung enggang mewakili surga dan naga simbol dari neraka.

 

 

 

14

Batik Per Keper, Ragam hias pada kain batik ini dikenal sebagai per keper   yang berarti kupu- kupu. Makna dari ragam hias ini adalah cinta yang abadi. Sebagai salah satu sentra batik pesisiran, ragam hias batik Pamekasan banyak terinspirasi dari flora, fauna, dan hasil kontak budaya dengan pihak luar. Dalam pemilihan warna cenderung cerah dan berani dibandingkan  batik pedalaman yang berasal dari Yogyakarta dan Surakarta.

 

15

Ulos Ragi Idup, Ulos ragi idup merupakan kain yang sangat bernilai bagi orang Batak Toba. Kain ini biasanya dipakai dalam upacara daur hidup seperti upacara kelahiran, perkawinan dan kematian. Ulos dipakai oleh laki-laki maupun perempuan, laki-laki memakainya sebagai selimut penutup bahu sedangkan perempuan memakainya sebagai kain penutup dada sampai kepinggang. Kain ulos yang berwarna putih merah mempunyai nilai yang tinggi, ia dipercaya dapat menjauhkan sipemakai dari gangguan terhadap tubuh atau sebagai penolak bala yang memberikan kehangatan kepada tubuh sipemakai. Kain ulos ini merupakan hadiah dari pihak perempuan kepada pihak laki-laki pada upacara perkawinan.

 

 

 

 

16

Selendang songket, Palembang dikenal sebagai daerah penghasil songket yang menggunakan  benang emas. Benang emas sangat bernilai dan menunjukkan status sosial bagi pemakainya. Motif pucuk rebung pada kepala kain dipercaya dapat menolak pengaruh jahat. Kain songket biasanya juga menjadi warisan turun temurun yang hanya dipakai pada upacara keluarga yang amat penting saja.

 

 

17

Sireuw, Manik-manik kaca merupakan benda yang dianggap sebagai benda yang bernilai tinggi bagi masyarakat Papua yang berada di daerah Teluk Humbolt dan Danau Sentani. Di daerah Danau Sentani, manik-manik yang tua sangat berharga sebagai bagian dari mas kawin selain kapak batu dan gelang manik-manik.  Mereka percaya bahwa manik-manik dengan bentuk atau warna tertentu mempunyai kekuatan tertentu yang hanya boleh dipakai oleh kepala adat atau dukun yang kemungkinan dapat mengendalikan kekuatannya. Sireuw dipakai oleh wanita dalam upacara adat, umumnya pada saat tarian.

 

 

 

 

18

Kain Kofo, Orang Sangir Talaud memanfaatkan  serat pohon pisang dipadukan dengan benang kapas untuk membuat kain kofo. Ragam hias pada kain kofo dibuat menggunakan teknik songket. Kain ini tahan air dan bertekstur keras. Pemanfaatan kain kofo tergantung pada ukurannya. Kain kofo berukuran kecil digunakan sebagai taplak meja. Sedangkan yang berukuran besar digunakan sebagai pembatas ruangan.

 


 

 

19

Tapis, Tapis merupakan kerajinan tradisional masyarakat Lampung dalam menyelaraskan kehidupannya terhadap Tuhan dan lingkungannya.  Tapis dipakai oleh perempuan pada saat upacara adat, misalnya saat upacara pernikahan. Tapis digunakan pada bagian pinggang ke bawah berbentuk sarung dengan bahannya terbuat dari benang kapas dengan motif alam, flora dan fauna yang disulam dengan benang emas dan benang perak.

 

20

Sarung, Sarung tenun khas Sumba yang permukaannya  dipenuhi sulam aplikasi kerang dan manik-manik motif fauna. Motif ini memiliki makna penting bagi kehidupan orang Sumba. Kain ini juga dikenal dengan "Paliri Mbola" yang artinya bagian dasar sebuah keranjang dan bagian dari mas kawin. Selain itu, sarung ini juga dipakai dalam upacara kematian dan sebagai bekal kubur.

 

 

21

Kalabubu,  Nias. Dalam bahasa setempat kalung ini disebut kalabubu, dibuat dari tempurung kelapa. Dipakai oleh laki-laki pada waktu berburu yang merupakan simbol kesuksesan dalam berperang.

22

Perhiasan Kepala, Sangir Taulud, Perhiasan kepala yang dibuat dari kulit penyu berbentuk seperti perahu. Perahu merupakan sarana transportasi dan komunikasi yang penting bagi masyarakat Taulud. Dipakai oleh wanita di hari pernikahan

 

23

Gelang Kaki Madura,  Madura. Para wanita di Madura mempunyai adat kebiasaan memakai gelang di pergelangan kaki, digunakan terutama pada acara-acara tertentu sebagai pelengkap pakaian adat.

 

 

24

Pipa Rokok, Pipa rokok ini biasanya digunakan secara bergantian diantara para laki-laki ketika sedang berkumpul bersama di beranda rumah atau pada upacara-upacara adat lainnya.

 

 

 

25

Paidon,

 

Paidon ini digunakan sebagai wadah ludah sirih. Ragam hias pada bagian bawah paidon

berbentuk sulur-suluran  dan bunga yang dipengaruhi oleh motif Eropa.

 

 

 

 

 

26

Pinggan,

 

Dibuat dari kayu, dengan bentuk bulat lonjong, permukaannya  halus berwarna hitam, wadah ini

digunakan untuk tempat makanan yang akan disajikan. Pada bagian luar permukaan wadah terdapat ukiran timbul bermotif binatang melata.

 

 

 

 

 

 

27

Kendi Pengantin,

 

Tulang Bawang.

 

Kendi ini berfungsi sebagai wadah air, namun dapat pula digunakan sebagai wadah jamu, dan

juga dalam upacara perkawinan. Kendi bercorot dua dengan figur pengantin perempuan merupakan benda ritual dalam upacara perkawinan, sebagai simbol perkawinan yang langgeng.

 

 

 

 

 

28

Keris, Bangkalan, Madura.Keris bersarung perak dengan berbentuk raksasa duduk dan bermahkota. Berhias motif sulur dan spiral. Keris dapat merupakan bagian dari perlengkapan  dalam berpakaian adat atau dalam masyarakat tertentu juga merupakan benda yang diwariskan secara turun temurun sebagai warisan.

 


 

 

29

Model Rumah Gadang, Minangkabau,  Sumatera Barat

Model rumah tinggal seseorang kepala adat di Padang, Sumatera Barat. Jenis rumah ini disebut kelas lumbung atau apabila dilihat bentuk atapnya dinamakan gajah menyusui anak. Di dindingnya penuh hiasan yang menunjukkan bahwa rumah ini dihuni oleh keluarga bangsawan. Rumah gadang dihuni oleh keluarga besar matrilineal, yang terdiri dari kepala rumah tangga, ibu, anak, serta kemenakan-kemenakan dari pihak keluarga.

 

 

30

Model Rakit Palembang,  Model rumah rakit merupakan jenis bangunan yang digunakan oleh masyarakat yang tinggal di sungai. Rumah rakit merupakan tempat tinggal permanen yang dibangun di atas rakit. Rumah rakit merupakan rumah tertua di Palembang dan mungkin sudah ada sejak zaman kerajaan Sriwijaya. Selain digunakan sebagai tempat tinggal, juga digunakan sebagai gudang dan kegiatan ekonomi.

 

31

Balai Adat, Ambon. Balai adat merupakan sarana tempat berkumpulnya  warga desa untuk mengadakan pertemuan atau rapat untuk membicarakan  masalah-masalah adat yang memerlukan kesepakatan-kesepakatan bersama.

 

32

Hiasan Ujung Perahu, Dekorasi ujung perahu ini adalah kombinasi bentuk naga dan gajah. Bentuk ini menyerupai bentuk makara di kuil Hindu-Budha. Kemungkinan besar dekorasi perahu ini dipengaruhi oleh seni dari periode Hindu-Buddha  yang terus berkembang sampai periode kesultanan. Berdasarkan bentuk dan dekorasi besar, dekorasi perahu ini lebih cenderung digunakan untuk menghias ujung perahu kerajaan.

Selain fungsi estetika, dekorasi ujung perahu ini juga digunakan untuk menghindari pengaruh jahat selama pelayaran.

 

33

Sandal, Kayu

Dibuat dari kayu ringan, digunakan pada waktu upacara peralihan seseorang dari masa anak- anak menjadi dewasa.

 

34

Jempana (Tandu), Badung, Bali

Tempat duduknya disangga oleh empat ekor singa. Teks di belakang berbunyi: Tandu dari

Pamecutan, selesai dibuat pada tanggal 30 Agustus 1827 Saka (1905 Masehi)”.

 

 

 

 

 

 

 

35

Cager,

Masyarakat yang tinggal di tepi pantai menggunakan  bermacam-macam alat untuk menangkap ikan. Peralatan yang digunakan sangat sederhana seperti bubu yang dibuat dari bambu yang diletakkan di dasat laut dan berfungsi sebagai perangkap.

 

36

Perahu Lancang Kuning, Asahan, Sumatera Utara

No. inv. 828

Ketika Islam masuk di daerah pesisir Sumatera dan Kalimantan, kapal upacara yang bernama perahu Lancang Kuning dipamerkan pada upacara panen. Dalam upacara tersebut perahu- perahu yang lebih kecil digunakan untuk membawa sesajen yang akan dipersembahkan kepada dewa pada waktu upacara tahunan ini.

 

 

 

37

Model Bale Piyasan, Bali

Model bale ini disebut Bale Piyasan yang berdiri di atas 12 tiang, di bagian langit-langit terdapat patung garuda wisnu yang digunakan ebagai tempat turunnya para dewa pada waktu upacara


 

 

38

Nekara,  Pulau Sangeang, NTB

Nekara termasuk tipe Heger I dengan bentuk yang proporsional, yaitu memiliki bagian atas (bidang pukul, bada, dan kaki). Umumnya Nekara digunakan sebagai alat komunikasi, status social, atau sebagai benda upacara untuk memanggil hujan.

39

Moko, Pulau Alor, NTT

Moko memiliki bentuk menyerupai jam pasir terdiri dari bidang pukul, bagian bada,n dan kaki. Adapun fungsinya kemungkinan sebagai bekal kubur dan mas kawin pada masyarakat yang memijliki status sosial tinggi.

40

Arca Batu Gajah Pasemah (Replika), Pasemah, Palembang, Sumatera Selatan

Pada arca ini terdapat pahatan yang menggambarkan manusia sedang menunggang gajah. Manusia tersebut memakai topi, perhiasan berupa anting, kalung, dan gelang kaki dari logam, serta membawa senjata tajam di pinggang, pada punggungnya terdapat nekara. Arca batu ini ditemukan di Pasemah, Sumatera Selatan. Suatu situs Megalitik di lereng Gunung Depo dan hulu sungai Musi. Peninggalan tradisi Megalitik di Pasemah sangat terkenal karena selain

 

 

41

peninggalan prasejarah sangat banyak juga tradisinya berlanjut hingga kini.

Sertali, Batak Karo, Sumatera Utara

digunakan sebagai hiasan kepala wanita pada upacara perkawinan untuk kalangan bangsawan. Jika pengantin wanita memakai Sertali, maka pengantin laki-laki memakai bura layang-layang  di lehernya, yang kadang-kadang  disebut Sertali layang-layang.

 

 

42

Topi Perang,  Kalimantan Barat

Topi dengan hiasan burung enggang. Bagi orang Dayak burung enggang merupakan perwujudan dewa atas yang melindungi manusia. Ia akan turun ke bumi untuk memberikan perlindungan dan memberi berkah kesuburan. Topi ini digunakan oleh kepala suku pada waktu perang atau tarian berperang.

 

43

Padasan Paksinagaliman,   Cirebon

Padasan merupakan tempat air, yang biasa digunakan untuk bersuci bagi pengant agama Islam sebelum melakukan ibadah. Padasan ini  menggunakan  dudukan berbentuk paksinagaliman.  Paksi adalah burung yang melambangkan  udara, naga atau ular melambangkan  laut, sedangkan liman adalah gajah yang melambangkan  darat. Gabungan ketiganya merupakan unsur

kekuatan. Ketiga bentuk binatang tersebut diwujudkan dalam bentuk kereta keratin yang digunakan oleh sultan untuk acara-acara tertentu di istana.

44

Padasan Singabarong,  Cirebon

Padasan (wadah air untuk beruwudu) ini meggunakan dudukan berbentuk singabarong. Singa merupakan bentuk yang berusia paling tua. Kemudian diikuti bentuk lain seperti paksinagaliman.  Singabarong diambil dari singa yang merupakan raja hutan. Bentuk ini merupakan ciri khas Kesultanan Kasepuhan.

45

Hiasan Kepala (Eja Pako), Enggano, Bengkulu

Hiasan kepala ini digunakan oleh gadis-gadis Enggano saat festival menari atau dalam bahasa loka disebut kalea. Suara kemilu atau keong besar akan menjadi alat musik tradisional yang memulai suatu tarian yang diiringi bunyi-bunyian  dari mulut para penari. Kalea dilakukan untuk merayakan peristiwa-peristiwa penting seperti saat panen, kematian, dan upacara adat lainnya.

46

Prasasti Talang Tuo, Palembang, Sumatera Selatan

Prasasti ini berisi tentang pembuatan kebun Sriksetra atas perintah Punta Hyang Sri Jayanasa untuk kemkmuran semua makhluk. Ada juga doa dan harapan yang jelas menunjukan sifat agama Buddha. Aksara Pallawa dan bahasa Melayu Kuno.


 

 

47

Kacip

Alat ini digunakan untuk membelah dan mengupas buah pinang

 

48

Model Rumah Nias Selatan, Nias, Sumatera Utara

Rumah ini berbentuk bulat panjang meniru perahu. Rumah Nias Selatan lebih kaya hiasan dibandingkan dengan Nias Utara. Pada bagian muka rumah ini biasanya diukir dengan patung burung, ular, atau kijang yang dianggap sebagai lambang dunia atas.

49

Wadah Obat,  Batak Sumatera Utara

Wadah ini berisi obat yang dibuat dari ramuan akar, daun, dan  kulit phon tertentu yang diberikan oeh dukun kepada penderita sakit.

 

50

Model Lumbung Padi (Sapo Page), Batak Karo, Sumatera Utara

Bangunan ini merupakan bangunan bertingkat, pada bagian bawah digunkan untuk menyiman padi, sedangkan bagian atas dijadikan tempat tidur anak laki-laki. Dahulu, umumnya anak laki- laki yang masih lajang tidak tidur di rumah adat tetapi di jabur (tempat pertemuan adat) atau di atas lumbung padi.

51

Model Rumah Enggano, Enggano, Bengkulu

Rumah Enggano berkonstruksi melingkar, bentuk seperti sarang tawon di atas tiang setinggi 1-2 meter dan mempunyai sebuah lubang oval sebagai pintu. Rumah ini berfungsi sebagai tempat tinggal dan dibangun di tepi sungai atau pantai.

 

52

Kain Kofo, Sulawesi Utara

Orang Sangir Talaud memanfaatkan  serat pohon pisang dipadukan dengan benang kapuk untuk membuat kain songket yang dikenal sebagai kain kofo. Kain ini tahan air dan bertekstur keras. Kain kofo berukuran kecil biasa digunakan sebagai taplak meja atau hiasan dinding sedangkan yang berukuran besar digunakan sebagai pembatas ruangan.

53

Kain Tapis (Lampung), Lampung

Pada masyarakat lampung sarung tapis dipakai dipakai oleh perempuan pada saat upacara adat contohnya digunakan untuk pendamping pengantin pada saat upacara perkawinan.

54

Ikat Kepala (Siga), Lore, Poso Sulawesi Tengah

Siga adalah kain kulit kayu yang digunakan sebagai ikat kepala atau destar laki-laki yang digunakan pada upacara adat. Permukaanya dihiasi motif-motif geometris yang dipercaya dapat memberi kekuatan bagi pemakainya.

55

Medali

Medali Ratu Wilhelmina yang dipertuan di Negeri Beanda dan Hindia Belanda (Indonesia) serta di daerah koloninya pada tahun 1902.

56

Medali

Medali sebagai tanda peringatan wafatnya mantan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Johannes

Graaf van den Bosch pada 28 Januari 1844

 


 

 

57

Model Lumbung (Rangkiang)

Tempat menyimpan padi dari Sumtera Barat

 

58

 Sena pa n  pa nja ng  “Setengga  , Solok Sumatera Barat

Senjata panjang ini dipakai oleh orang Eropa pada waktu pperang paderi. Orang Minang menyebutnya dengan badiek si tingga dari bahasa Malaysia istinggar atau dari bahasa Portugis epingards yang berarti senjata panjang

 

 

 


 

 

Lantai 4

 

No

Koleksi Museum Nasional

Foto

Khasanah Wonoboyo

 

Khasanah Wonoboyo,  Benda-benda Khasanah Wonoboyo tidak sengaja ditemukan oleh Cipto Suwarno beserta keenam tetangganya yang bernama Witalakon, Hadisihono, Widodo, Suhadi, Surip dan Sumamo pada tanggal 17 Oktober 1990 di lahan milik Cipto Suwarno sendiri, yang bermaksud menggali tanah tersebut untuk dijual sebagai tanah urugan. Benda-Benda ini tersimpan di dalam empat buah guci Cina dari masa Dinasti Tang (618-907 M) yang berwarna olive-green dan sebuah boks bundar besar dari perunggu yang tertimbun di kedalaman ± 2,75 m. Tidak kurang dari 35 kilogram emas termasuk 6396 keping emas "pilocito" dan 600 keping mata uang perak yang ditemukan di situs Wonoboyo ini. Benda-benda berupa emas dan

perak ini kemudian disimpan di Museum Nasional sedangkan wadah-wadah penyimpanan  berupa guci dan boks perunggu disimpan di Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Yogyakarta.

 

 

 

 

1

Mangkuk Ramayana, Pada seluruh sisi luar mangkuk berhiaskan relief cerita Ramayana (masa pembuangan Rama, Shinta dan Laksmana hingga penculikan Shinta oleh Rahwana). yang dibuat dengan ketelitian tinggi menggunakan  teknik repousse . Mangkuk ini dikenal dengan sebutan Mangkuk Ramayana dan menjadi koleksi masterpiece  dari Khasanah Wonoboyo. Fungsinya diperkirakan sebagai wadah persembahan atau sesaji.

 

 

2

Hiasan Dada, Bentuknya mengambil inspirasi dari bentuk bulan sabit. Hiasan ini dipenuhi dengan motif floral, yang umum digunakan sebagai ragam hias pada hiasan dada. Ditinjau dari ukuran, kemungkinan digunakan sebagai hiasan dada seorang laki-laki.

 

3

Puncak Payung, Ujung puncak payung yang berbentuk bunga teratai, di tengahnya terdapat sebuah kamandalu,  kendi tanpa pegangan atau tanpa corot (wadah air suci atau

amerta). Puncak payung emas merupakan sebuah lambang kekuasaan. Bunga teratai mempunyai peranan penting dalam kesenian Hindu dan Buddha. Hanya saja penggambaran  teratai yang seperti ini jarang dijumpai.

 

 

4

Sekelompok Cincin, Dalam berbagai prasasti Jawa Kuna, cincin disebut simsim . Cincin yang ditemukan di desa Wonoboyo ini terdiri dari berbagai motif, yaitu cincin stempel, cincin bermata batu mulia, dan cincin tanpa batu permata yang dibentuk motif kelopak bunga. Pada cincin stempel terdapat inskripsi "sri". Kadang-kadang  tulisan "sri" diubah menjadi motif purnakumbha  di atas padmāsana. S elain itu ada dua buah cincin yang sangat menarik

dengan hiasan śaokha  (siput) bersayap dan visvavajra  yang kemungkinan dipakai oleh raja/penguasa,  mengingat umumnya raja menggap dirinya sebagai titisan dewa Wisnu yang menjaga keselamatan dunia.

 

5

Hiasan Telinga,  Lempengan emas tipis bentuk helai daun panjang dengan pangkal teratai mekar yang mungkin dipakai sebagai perhiasan telinga (sumping , bahasa Jawa). Bentuk sumping seperti ini hingga sekarang di Jawa masih dipakai oleh raja-raja dan pengantin laki- laki (sumping daun).

 

 

6

Sekelompok Anting-Anting, Anting-Anting  yang ditemukan di situs Wonoboyo ini bervariasi dalam bentuk ukuran maupun hiasan. Anting-anting  yang berbentuk seperti segitiga dihiasi dengan batu-batu permata warna ungu, putih, merah. Adapula yang berbentuk menyerupai cincin, dan ada pula yang berbentuk cembung bermotif bunga teratai.

 

 

 

 

 


 

 

7

Sekelompok Perhiasan Telinga Bentuk Untiran,  Benda berbentuk untiran bersusun ini tidak hanya ditemukan di situs Wonoboyo, tetapi juga ditemukan di daerah lain di pulau Jawa. Benda ini diperkirakan merupakan perhiasan telinga yang dibuat dengan berbagai variasi ukuran, bentuk, dan motif. Masyarakat Jawa Kuno sering menggunakan  banyak perhiasan untuk menutupi lubang telinga mereka.

 

8

Mata Uang, Mata Uang yang ditemukan di desa Wonoboyo jumlahnya sangat banyak, yaitu kurang lebih 6396 keping mata uang emas "piloncito" dan 600 keping mata uang perak. Mata uang emas "piloncito" berbentuk seperti butiran jagung dengan cap huruf Nagari berbunyi ta , singkatan dari tahil  dengan berat  2,4 gram. Mata uang perak yang berbentuk bundar

memiliki cap huruf Jawa Kuna berbunyi ma , singkatan dari masa  pada satu sisinya, sedangkan pada sisi yang lainnya terdapat cap bergambar bunga berkelopak empat. Mata uang ma  dari perak ini tidak hanya ditemukan di Jawa melainkan juga di Bali dan Sumatera. Mata uang ma  perak ini beratnya sekitar 2,4 gram dan sudah digunakan sejak abad ke-9

Masehi.

 

 

 

9

Lempengan Emas, Lempengan emas ini terkadang juga sering disebut sebagai kertas emas. Belum diketahui fungsinya secara pasti. Kemungkinan lempengan emas polos ini digunakan sebagai bahan untuk membuat prasasti yang berisi mantra-mantra keagamaan atau sebagai bahan untuk membuat perhiasan.

 

 

10

Ikatan-Ikatan Emas Berbentuk Bundar, Ikatan-ikatan emas berbentuk bundar ini belum diketahui fungsinya secara pasti. Setiap ikatan berbeda-beda jumlahnya dan berbeda-beda  beratnya.

 

Khasanah Muteran

 

Khasanah Muteran, Di tahun 1881tepatnya pada masa pemerintahan  Hindia-Belanda, di sebuah desa yang bernama Muteran (saat ini secara administratif masuk kecamatan Trowulan, kabupaten Mojokerto, Jawa Timur), ditemukan benda-benda purbakala berupa benda-benda emas dan perak secara tidak sengaja oleh beberapa petani yang sedang menggarap tegalan. Benda-benda tersebut kemudian disimpan di Museum Nasional dan dikenal sebagai khasanah Muteran. Khasanah Muteran diperkirakan berasal dari abad ke-9

Masehi atau abad ke-10 Masehi hingga abad ke-14 Masehi. Hal ini didasarkan pada beberapa analisis seperti: (1) Jenis aksara yang terdapat pada pinggan perak. Menurut Louis Charles Damais, penanggalan pinggan perak ini diperkirakan berasal dari tahun 775-825 Masehi; (2) Letak desa Muteran yang terletak disekitar Turen dekat desa Tambelang. Kata Tambelang ada kemiripan dengan Tamwlang, Ibukota kerajaan Sindok (Prasasti Turyyan 929 Masehi); (3) Adanya dua candi Buddhis, Brahu dan Gentong di sekitar Muteran. Ditinjau dari gayanya, candi Brahu berasal dari masa antara tahun 1410-1446 Masehi, diperkirakan candi Gentong dibangun pada masa yang sama dengan candi Brahu.

 

 

 

 

 

 

 

 

11

Wadah, Di dalam wadah perunggu tertutup dan berukuran besar ini tersimpan seluruh "Khasanah Muteran" yang terbuat dari emas dan perak yang tertimbun di dalam tanah sedalam 1.5 kaki.

12

Arca Jambhala, Dewa kekayaan atau kemakmuran dalam agama Hindu dikenal sebagai Kuwera sedangkan dalam agama Buddha disebut Jambhala.  Ditinjau dari segi ikonografi, ciri- ciri kedua arca ini sama, yaitu perut besar dan dikelilingi oleh pundi-pundi harta. Akan tetapi, arca Jambhala selalu menggunakan  payung di atas kepalanya, sedangkan arca Kuwera tidak.

 


 

 

13

Kelat Bahu, Kelat bahu atau keyura  dalam bahasa Sansekerta digunakan secara melingkar di bahu dengan bantuan ikatan tali. Pada penggunaannya,  hiasan kelat bahu menghadap ke depan, dan ada pula yang mengarah ke samping. Bentuk kelat bahu ada yang menyerupai helai daun dengan hiasan motif floral, susunan mutiara yang membentuk ceplok bunga, sulur- suluran, dan manik-manik halus. Sulur-suluran kemungkinan menggambarkan keadaan alam pulau Jawa yang subur.

 

 

Khasanah Emas Kesultanan,

 

Khasanah Emas Kesultanan, Ruang khasanah emas etnografi Gedung B Museum Nasional menampilkan koleksi-koleksi  yang berasal dari kerajaan-kerajaan Nusantara dari abad ke-16 hingga ke-20 Masehi. Koleksi dipamerkan menurut fungsi dan sejarah pengumpulannya. Di banyak kebudayaan, emas dianggap sebagai benda yang prestisius dan memiliki nilai tinggi. Secara fisik, emas tidak berubah sepanjang waktu, mudah dibentuk, dan berwarna menarik. Karena kekhususannya,  emas banyak digunakan sebagai bahan utama pembuatan benda- benda regalia kerajaan dan perhiasan. Makna emas juga dikaitkan dengan kemakmuran,  kesuburan, dan kebahagiaan. Selain koleksi berbahan emas, dipamerkan pula benda yang berasal dari logam dan batu berharga lainnya.

 

 

 

 

 

 

 

14

Jogan, Riau-Lingga, Riau Kepulauan, Sumatera

Sebuah kipas ‘’jogan yang merupakan benda  pusaka dari Sultan Riau Lingga. Bentuk kipas menyerupai daun. Kipas bertulisan Arab dalam bahasa Melayu yang antara lain berbunyi: Hua, Bismillah ..... bahwa inilah raja keturunan dari Bukit Siguntang, asalnya Sri Sultan Iskandar Zulkarnaen.

 

 

15

Paidon, Riau-Lingga, Kepulauan Riau, Sumatera

Bagian dari seperangkat wadah sirih yang berfungsi untuk menampung ludah sirih. Merupakan contoh menonjol dari design logam di Sumatera. Motifnya menggunakan warna merah ciri khas kerajinan yang dipengaruhi oleh budaya Bugis. Pengaruh budaya Bugis kuat di Kesultanan Riau Lingga yang diperintah oleh dinasti Melayu-Riau dan Yang Dipertuan Muda

 

16

H  uiagsisa.n Telinga "Mamuli", Sumba, Nusa Tenggara Timur

Merupakan benda pusaka yang penting bagi kaum bangsawan  dalam masyarakat Sumba yang  dipakai  sebagai mas kawin dan pada upacara-upacara penting. Mamuli berbentuk menyerupai alat vital perempuan yang melambangkan  kesuburan.

 

17

Wadah Air Suci, Klungkung, Bali

Kakinya berupa kembang lotus ganda yang disepuh, bersandar pada kaki yang melengkung dan berakhir pada singa kecil yang mencakar. Pendeta menggunakannya  untuk menyiapkan air suci, tirtha.

 

18

Topeng Klono, Kutai, Kalimantan Timur

Topeng ini mungkin menggambarkan Klono, raja asing yang mengancam kerajaan Kediri karena ia ingin mendapatkan Candra Kirana untuk dirinya. Walaupun topeng ini bermahkota tetapi dari matanya yang menonjol didapat kesan bahwa topeng ini menggambarkan orang yang kasar dan bukan bangsawan.

 

Khasanah Keramik

19

Ceret Batuan, Temuan  di Weleri, Jawa Tengah

Keramik Cina dengan hiasan berbentuk binatang kadal termasuk jarang dan menurut mitologi, dapat menolak bala dan melindungi istana


 

 

20

Cepuk Batuan, Temuan di Makassar, Sulawesi Selatan

Diduga dipakai untuk wadah perhiasan, rempah-rempah, dan salah satu wadah peralatan makan sirih, bekal kubur atau lainnya.

 

21

Mangkuk dan Sendok Porselen Tek Sing, Cina, dinasti Qing (abad ke-18-19 Masehi)

Mangkuk dengan hiasan kelinci yang melambangkan  kebijaksanaan.  Sendoknya bergaya khas Cina yang unik, dimana bentuknya berbeda dengan sendok pengaruh Eropa seperti yang kita pakai sekarang

 

22

Patung Kecil Tek-Sing, Bahan dasar porselin putih Jingdezhen, Cina; dinasti Qing (abad ke-18-19 Masehi). Diduga untuk mainan anak-anak atau sebagai hiasan.

 

23

Ceret Tek-sing, Cina, dinasti Qing (abad ke-18-19 Masehi) Guandong, Cina Selatan

(dinasti Qing, abad ke-17-18)

Dibuat dari stoneware, bentuknya unik dan jarang karena guci tidak lazim diberi corot  dan pegangan, maka dapat digunakan untuk wadah air minum.

 

24

Piring Porselin Temuan di Sulawesi Tenggara

Jepang, Arita, masa Edo, abad ke-17

No. inv. 795

Hiasan bunga krisan. Keramik Jepang banyak diekspor dan diperdagangkan  oleh VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie atau Persekutuan Dagang Hindia-Belanda, 1602-1799).

 

25

Cepuk dari Kapal Tek-Sing, Cina (dinasti Qing, abad ke-18-19 Masehi)

Salah satu contoh dari muatan kapal Tek-Sing adalah cepuk warna putih, buatan

Fujian, dengan bahan dasar porselin halus, serta dibuat dengan teknik cetak tekan.

 

26

Jambangan Porselen, Jambangan Porselen Temuan di Jakarta

Vietnam, abad ke-15

No. inv. 1961

Hiasan bunga peoni merupakan pengaruh dari Cina yang sangat dihargai maka melambangkan  banyak hal, antara lain musim semi, raja dari semua bunga, cinta, kekayaan, kehormatan dan nasib baik.  Di Indonesia vas seperti ini, diduga sering merupakan benda pusaka warisan turun-temurun

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar