MUSEUM NASIONAL
Visi:
Museum Kebudayaan Indonesia
bertaraf internasional melalui
insan dan ekosistem
yang berkarakter dengan
dilandasi semangat gotong royong
Makna dari
Visi Museum Nasional
”Museum Kebudayaan Indonesia
bertaraf internasional
melalui insan dan
ekosistem yang berkarakter
dengan
dilandasi semangat gotong royong”
adalah sebagai berikut:
1. Museum Kebudayaan Indonesia bertaraf internasional
Menurut rumusan
yang dibuat oleh International
Council of Museums (ICOM), museum adalah lembaga yang bersifat tetap,
tidak
mencari keuntungan, melayani masyarakat secara dinamis, terbuka
untuk umum dan
menjadi tempat untuk
mengumpulkan dan merawat barang-barang untuk tujuan pengajian,
pendidikan, dan kesenangan. Sebagai Museum Nasional Indonesia, lembaga ini
didirikan untuk menjalankan fungsi pendidikan kebudayaan, menjadi sumber
inspirasi, rekreasi, dan sarana untuk mencerdaskan bangsa, mengukuhkan
kepribadian bangsa, dan meningkatkan
semangat persatuan.
Museum Nasional
Indonesia adalah museum yang menyajikan kebudayaan Indonesia. Di sini “kebudayaan
Indonesia” dipahami sebagai suatu produk dan sekaligus proses.
Sebagai produk, kebudayaan Indonesia
mengacu kepada bentuk-bentuk
dan sifat-sifat khas
yang tampil pada zaman-zaman tertentu, dimulai sejak awal kehadiran
mahluk manusia di Nusantara hingga abad ke-20. Zaman-zaman itu dibagi dalam
periode-periode prasejarah, pengaruh kebudayaan
Hindu-Buddha, pengaruh kebudayaan Islam, masuknya bangsa Eropa, dan zaman kemerdekaan. Sebagai
suatu proses, kebudayaan Indonesia dipandang aspek dinamikanya, yaitu mekanisme-mekanisme
yang dapat menjelaskan bagaimana masyarakat Indonesia membentuk
karakternya. Mekanisme tersebut berlangsung secara internal maupun eksternal.
Mekanisme internal terjadi melalui proses adaptasi manusia dengan lingkungan
hidup di sekitarnya-nya, sedangkan mekanisme
ekternal berlangsung melalui pertemuan dengan
bangsa-bangsa lain.
Dengan
demikian, Museum Nasional Indonesia sebagai museum tentang kebudayaan
Indonesia akan menyampaikan
informasi melalui koleksi
yang dimiliki untuk menggambarkan bentuk-bentuk kebudayaan
Indonesia dari zaman ke zaman dan menggambarkan proses-proses yang menyebabkan
kebudayaan Indonesia menjadi seperti sekarang ini.
Museum Nasional
Indonesia dibangun dan dirancang untuk menjadi museum yang bertaraf
internasional. Artinya, Museum ini harus menerapkan standar internasional, baik
mengenai pengelolaannya, sarana penunjangnya, maupun kualitas sumberdaya
manusianya.
37
2. Semangat gotong royong
Semangat
gotong royong dapat dimaknai sebagai kesadaran dan tanggungjawabbanyak pihak untuk secara bersama, sukarela, merasa turut berkepentingan dengan keinginan saling menolong, dalam sebuah
gerakan yang berlandaskan gotong royong terlibat aktif dalam pembangunan
kebudayaan terutama meningkatkan kecintaan masyarakat terhadap museum. Makna gotong
royong merupakan salah
satu ciri khas bangsa Indonesia. Gotong royong diakui
sebagai kepribadian dan budaya bangsa yang telah berakar kuat dalam kehidupan
masyarakat. Gotong royong dalam pembangunan pendidikan dan kebudayaan berarti banyak hal yang
dilakukan secara bersama oleh banyak pihak secara sadar, sukarela, merasa turut
berkepentingan, serta dengan keinginan saling menolong. Berlandaskan gotong
royong akan memposisikan pembangunan pendidikan dan kebudayaan sebagai sebuah
gerakan. Gerakan yang dicirikan, antara lain oleh keterlibatan aktif masyarakat, dukungan
langsung dunia usaha,
dan kepercayaan yang tinggi terhadap lingkungan lembaga satuan
pendidikan seperti sekolah.
3.
Insan Museum
Seluruh
pemangku kepentingan bidang permuseuman yang meliputi pelaku budaya, pengelola
budaya dan masyarakat.
4.
Ekosistem Museum
Meliputi
warisan dan karya budaya, masyarakat, industri, organisasi profesi, pemerintah,
keluarga, pelaku budaya, pengelola budaya, sarana prasarana budaya, tata
kelola, dan media yang menjalin hubungan kerjasama.
5.
Berkarakter
Memiliki 8
nilai, yaitu : integritas, kreatif dan inovatif, inisiatif, pembelajar,
menjunjung meristokrasi, terlibat aktif dan tanpa pamrih
Misi:
Dalam rangka mencapai visi ini, ada 5
(lima) misi yang harus diemban oleh Museum Nasional , yaitu:
1. Mewujudkan pengelolaan koleksi sesuai standar
internasional.
2. Mewujudkan pelayanan prima.
3. Mewujudkan Museum sebagai sarana edukasi dan
rekreasi.
4. Mewujudkan kajian pengembangan permuseuman
yang berkualitas.
5. Mewujudkan tata kelola yang baik dengan
pelibatan publik.
Misi Renstra Museum Nasional
2015—2019 dapat dimaknai sebagai berikut:
1.
Mewujudkan
pengelolaan koleksi sesuai standar internasional,
yaitu pengelolaan koleksi di Museum Nasional mengacu
pada standar internasional seperti dilakukan
negara maju, antara lain Perancis, Belanda, Amerika Serikat, Singapura, Korea Selatan
sehingga koleksi Museum Nasional dapat tercatat dengan rapi, terawat dengan baik, dan keakuratan
informasi koleksi dapat di yakini dengan baik.
2. Mewujudkan
pelayanan primaPelayanan prima,
merupakan bagian dari quality service museum terhadap masyarakat.
Pelayanan prima pada museum tidak terlepas dari 3 pilar
utama, yaitu : kompetensi, customer
(masyarakat) dan competitor
(pesaing). Artinya untuk dapat melayani secara prima maka
pegawai museum harus memiliki kompetensi atau keahlian sesuai dengan bidang
tugasnya masing-masing. Dengan kata lain penempatan pegawai harus memperhatikan
latar belakang keilmuannya. Filosofi pelayanan prima yang dapat diterapkan
di museum, antara
lain : fokus
pada pengunjung dalam
hal ini masyarakat, obsesi
terhadap kualitas (harus selalu ada peningkatan kualitas pelayanan dibandingkan
tahun sebelumnya), pendekatan ilmiah
(inovatif dan kreatif, trial and error). Pelayanan prima yang akan
diterapkan di Museum Nasional adalah pelayanan yang mudah didapat, tepat waktu, akurasi,
cepat, sopan, ramah, nyaman
dan atribut lainnya, seperti bersih,
indah, aman dan bermanfaat.
3. Mewujudkan
museum sebagai sarana
edukasi dan rekreasi,
Banyak hal yang
dapat dipelajari di museum antara lain sejarah kebudayaan Indonesia dan
dunia yang bisa diperoleh dari informasiinformasi koleksi yang dimiliki Museum Nasional. Museum menjadi tempat pilihan utama yang menyenangkan
dan nyaman untuk rekreasi keluarga. Untuk mewujudkan misi tersebut, Museum
Nasional harus meningkatkan sarana/prasarana dan kegiatan publik seperti pameran,
mendongeng, membatik, edu kids, ruang kidscorner, media interaktif,
media centre, akses
internet. Dengan
demikian museum diartikan sebagai media edukasi dan rekreasi.
4. Mewujudkan kajian pengembangan permuseuman yang
berkualitas.
Untuk melakukan
pengembangan permuseuman diperlukan pengkajian koleksi, teknis dan
administrasi. Hal ini diperlukan untuk mencari, menambah atau melengkapi
informasi tentang koleksi, tata pamer, pengelolaan koleksi, kepuasan
pengunjung, dan manajemen museum
secara umum. Hasil
dari
kajian yang ini
dapat dijadikan rekomendasi perencanaan program/kegiatan
yang berkaitan dengan pengembangan museum.
5. Mewujudkan tata kelola
yang baik dengan pelibatan publik.
Memaksimalkan pelibatan
publik dalam seluruh
aspek pengelolaan kebijakan
yang berbasis data, riset, dan bukti lapangan merupakan salah satu cara
Museum nasional untuk meningkatkan tata kelola museum melalui laporan yang transparansi dan akuntabilitas
dalam pelaksanaan program.
B. Sejarah Singkat
Museum Nasional
Abad ke-18 di Eropa berkembang kegiatan intelektual yang menghasilkan kemajuan ilmu
pengetahuan. Pada waktu itu banyak didirikan perkumpulan
ilmiah, satu di antaranya adalah
De Hollandsche Maatschappij der
Wetenschappen (Perkumpulan Ilmiah Belanda) yang didirikan di Haarlem
tahun 1952.
Pada awalnya perkumpulan ini berencana mendirikan sebuah cabang di Batavia
(Jakarta),
tetapi ada segelintir orang yang punya gagasan lebih baik mendirikan perkumpulan yang
independen di Hindia Belanda. Maka pada tanggal 24
April 1778 berdirilah suatu lembaga
swasta yang
disebut Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen yang merupakan cikal
bakal
Museum
Nasional.
Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BG) merupakan lembaga
independen yang didirikan untuk tujuan memajukan penelitian dalam bidang seni dan ilmu
pengetahuan khususnya dalam bidang-bidang ilmu biologi, fisika, arkeologi, kesusastraan,
etnologi dan sejarah, serta menerbitkan hasil penelitian. Lembaga ini mempunyai semboyan
‘Ten Nutte van het Algemeen’ (Untuk Kepentingan Masyarakat
Umum).
Salah seorang pendiri lembaga ini, yaitu JCM Radermacher, menyumbang-kan sebuah
rumah miliknya di Jalan Kalibesar, suatu kawasan perdagangan di Jakarta-Kota. Kecuali itu ia juga menyumbangkan sejumlah koleksi benda budaya dan buku yang
amat berguna;
sumbangan Radermacher inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya museum dan
perpustakaan.
Selama masa pemerintahan Inggris di Jawa
(1811 – 1816), Letnan Gubernur Sir Thomas Stamford Raffles menjadi Direktur perkumpulan ini. Oleh karena rumah di Kalibesar sudah penuh dengan koleksi, Raffles memerintahkan pembangunan gedung
baru untuk digunakan
sebagai museum dan ruang pertemuan untuk Literary Society (dulu disebut gedung ‘Socièteit
de
Harmonie’). Bangunan ini berlokasi di Jalan Majapahit nomor 3. Sekarang di tempat ini berdiri kompleks
gedung Sekretariat Negara, di dekat Istana Kepresidenan.
Jumlah koleksi milik BG terus meningkat hingga museum di Jalan
Majapahit tidak
dapat
lagi menampung koleksinya. Pada tahun 1862, pemerintah Hindia-Belanda
memutuskan untuk
membangun sebuah gedung museum
baru di lokasi yang
sekarang, yaitu Jalan Medan
Merdeka Barat
No. 12 (dulu disebut Koningsplein
West).
Tanahnya meliputi
area yang
kemudian di atasnya dibangun gedung Rechst Hogeschool atau ‘Sekolah Tinggi Hukum’ (pernah dipakai untuk markas Kenpetai di masa pendudukan Jepang, dan sekarang Departemen Pertahanan dan Keamanan). Gedung museum ini baru dibuka untuk umum pada
tahun 1868.
40
Museum ini sangat dikenal di
kalangan masyarakat Indonesia, khususnya penduduk
Jakarta. Mereka menyebutnya ‘Gedung Gajah’ atau ‘Museum Gajah’ karena di halaman depan
museum terdapat sebuah patung
gajah perunggu hadiah
dari Raja
Chulalongkorn (Rama V) dari Thailand yang
pernah berkunjung ke museum pada tahun 1871. Kadang
kala disebut juga ‘Gedung Arca’ karena di dalam gedung memang banyak tersimpan berbagai jenis dan bentuk arca yang berasal
dari
berbagai
periode.
Pada tahun 1923 perkumpulan ini memperoleh gelar ‘koninklijk’
karena jasanya dalam bidang ilmiah dan proyek pemerintah sehingga lengkapnya menjadi Koninklijk Bataviaasch Genootschap
van
Kunsten en Wetenschappen.
Pada
tahun 1931, sebagian koleksi museum diikutsertakan dalam pameran kebudayaan
dunia di Paris. Malangnya, kebakaran di ruang pameran telah memusnahkan stan pameran sehingga menghancurkan semua benda yang ada. Museum menerima uang asuransi sebagai ganti rugi atas museibah kebakaran itu, dan tahun berikutnya dana
tesebut digunakan untuk membangun ruang pameran keramik,
ruang perunggu, dan
khazanah di lantai 2.
Pada tanggal 26 Januari
1950, Koninklijk Bataviaasch Genootschap
van Kunsten en Wetenschappen diubah namanya menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia. Perubahan ini
disesuaikan dengan kondisi waktu itu, sebagaimana tercermin dalam semboyan barunya: “memajukan
ilmu-ilmu kebudayaan
yang berfaedah untuk meningkatkan
pengetahuan tentang kepulauan Indonesia
dan negeri-negeri
sekitarnya”.
Mengingat
pentingnya museum ini bagi
bangsa
Indonesia
maka pada
tanggal 17
September 1962 Lembaga Kebudayaan Indonesia menyerahkan pengelolaan museum kepada
pemerintah Indonesia, yang
kemudian menjadi Museum
Pusat.
Akhirnya, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, No.092/O/1979 tertanggal
28 Mei
1979, Museum Pusat ditingkatkan statusnya menjadi
Museum Nasional.
Tahun 1987, koleksi
Museum Nasional
berupa naskah-naskah kuno dan buku-buku
pustaka di boyog ke Perpustakaan Nasional
di Jalan Salemba Raya 28. Begitu pula dengan
koleksi seni rupa (tahun 2000) ditempatkan di Galeri Nasional di Jalan Medan Merdeka Timur 14.
Hingga saat ini Museum nasional menyimpan lebih dari
141.000 koleksi benda-benda bernilai sejarah yang terdiri dari koleksi
prasejarah, arkeologi, etnografi, geografi, sejarah, numismatik dan heraldik serta
koleksi keramik. Saat ini Museum Nasional terdiri dari dua
gedung yaitu gedung lama (gedung
A/gedung gajah) yang
dibangun tahun 1862 dan gedung
baru (gedung B/gedung arca) yang
diresmikan pada tanggal 20 Juni 2007 oleh Dr. Susilo Bambang
Yudhoyono,
presiden
ke-6 Republik Indonesia.
C. Gedung B Museum Nasional
Tahun 1996 - 2007 merupakan tahap-tahap pembangunan gedung
baru
Museum Nasional di sebelah Utara gedung lama (Gedung A). Sejalan dengan pembangunan tersebut Museum
Nasional pun menyiapkan konsep pameran untuk mengisi ruang-ruang di sayap baru ini. Berbeda dengan penataan
pameran di gedung lama,
di Gedung B ini alur ceritanya didasarkan
pada kerangka unsur-unsur kebudayaan, yang
oleh
Prof. Koentjaraningrat dikelompokkan
menjadi tujuh isi pokok kebudayaan, meliputi: [1] Sistem Religi dan Upacara Keagamaan;
[2]
Sistem dan Organisasi
Kemasyarakatan; [3] Sistem Pengetahuan; [4] Bahasa; [5] Kesenian; [6] Sistem Matapencaharian Hidup; [7]. Sistem Teknologi dan Peralatan.
Setiap benda
budaya karya manusia tentu menggambarkan fungsinya
ke dalam unsur-
unsur tersebut. Artinya, dilihat dari dimensi bentuk (form), ada koleksi yang menggambarkan
sistem religi, sistem mata
pencaharian
hidup, kesenian, dan seterusnya. Dimensi bentuk
tersebut kemudian dipadukan dengan pemilahan berdasarkan dimensi waktu (time). Dimensi waktu yang dipakai bersifat makro yang kemudian dapat diurai ke dalam rincian waktu yang lebih mikro. Pembagian dimensi waktu yang bersifat makro
tersebut misalnya: masa prasejarah, masa
pengaruh Hindu-Buddha, masa Kolonial, dan seterusnya.
Penataan koleksi
dengan konsep pemaduan antara parameter unsur
budaya dalam dimensi bentuk dan ruang serta
parameter dimensi waktu tersebut
diharapkan lebih
memperjelas gambaran kepada para pengunjung. Dengan demikian benda-benda koleksi yang dipamerkan
bisa lebih banyak berbicara karena satu sama lain saling melengkapi sehingga koleksi yang
dipamerkan menjadi satu kesatuan yang utuh, tidak sekedar sekumpulan koleksi yang
diletakkan di dalam
suatu ruang.
Selain menggunakan parameter unsur budaya yang
dipadu dalam dimensi bentuk, waktu, dan ruang, (form, time, and space), ada sejumlah koleksi yang diperlakukan secara khusus, yaitu koleksi khasanah dan koleksi keramik.
Benda-benda
yang dapat dikategorikan sebagai
koleksi
khasanah (treasures) adalah benda-benda atau koleksi yang memiliki nilai khusus,
bisa karena terbuat dari emas dan
perak, atau batu-batu mulia (benda-benda yang bernilai sangat tinggi), atau juga benda-benda yang memiliki 'arti khusus' yang berfungsi
sebagai regalia.
Koleksi keramik diperlakukan secara
khusus, didasarkan pada pertimbangan bahwa
koleksi keramik Museum Nasional
sudah sangat terkenal di dunia internasional, selain karena
jumlahnya yang banyak,
juga karena
kelangkaan
dan keindahannya.
Selain
itu, dalam
masyarakat, keramik sudah memiliki tempat khusus yang
oleh kalangan penggemarnya (kolektor keramik) dianggap sebagai barang
seni yang mempunyai nilai tinggi, seperti halnya
lukisan atau perhiasan. Koleksi keramik
Museum Nasional mempunyai arti khusus karena
keramik dari luar Indonesia tersebut semuanya ditemukan
di Indonesia, jadi dapat menjadi bukti
betapa intensifnya hubungan dagang
dengan negara-negara penghasil keramik tersebut pada masa lalu.
Kini Museum Nasional telah selesai membangun gedung baru di sisi Utara yang terdiri
atas 7 (tujuh) lantai, dan empat di antaranya adalah ruang
pameran tetap. Penataannya adalah
sebagai berikut:
[a] Lantai 1: Manusia dan lingkungan; [b] Lantai 2: Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Ekonomi; [c] Lantai 3: Organisasi
Sosial dan Pola Pemukiman; [d] Lantai 4:
Ruang Khasanah dan Keramik.
Bila dikaitkan dengan konsep unsur-unsur kebudayaan di atas memang
belum semuanya
terakomodir dalam penataan pameran di keempat lantai tersebut. Diharapkan pembangunan tahap berikutnya segera
direalisasikan, sehingga penggambaran kerangka unsur-unsur kebudayaan
tersebut dapat disajikan secara lengkap.
Lantai 1: Manusia dan Lingkugan
Pameran Manusia dan Lingkungan menyajikan informasi tentang manusia serta
lingkungannya yang hidup pada kurun waktu jutaan tahun yang lalu hingga akhir masa
prasejarah. Penataan
pameran di lantai dasar ini diawali dengan penyajian visual grafis di
sebelah kiri pintu masuk, yang menggambarkan
keberagaman suku bangsa atau kelompok
etnis yang ada di Indonesia. Di sebelah kanan pintu masuk hingga ke bagian belakang disajikan secara berurutan
Sub Tema
Pameran:
"Geomorfologi dan
Migrasi
Manusia - Fauna", "Manusia
Purba Homo Erectus", "Persebaran Situs-Situs Hominid di Indonesia", "Kehidupan Manusia Gua", dan "Kehidupan
Akhir Masa Prasejarah". Kecuali itu juga
disajikan secara khusus Manusia Flores atau
Homo
Florensiensis.
1. Geomorfologi dan Migrasi
Manusia - Fauna
Memberikan gambaran tentang
perubahan-perubahan geomorfologi di
kepulauan Indonesia
mulai Kala Miosen, Pliosen, Plestosen, Holosen hingga
menemui bentuknya sekarang. Pada Kala Miosen Bawah dan Tengah wilayah Nusantara mengalami genangan laut.
Sebaliknya pada Kala
Miosen Atas dan Pliosen, terjadi susut laut yang mengakibatkan munculnya daratan bahkan juga pegunungan. Pada Kala Plestosen, es
yang berada
di
puncak-puncak gunung
tinggi meluas ke lereng serta lembah-lembah di sekitarnya, sehingga
fauna yang
menempati daerah tersebut berpindah ke daerah lain untuk beradaptasi, agar tidak punah. Perubahan-perubahan tersebut sangat mempengaruhi
bentuk Kepulauan Indonesia.
Laut Jawa
dan
Laut Cina Selatan surut hingga
membentuk jembatan darat di atas Paparan
Sunda yang menghubungkan Pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan dengan Benua Asia
Daratan.
Hal
yang sama
terjadi pula pada
bagian
timur Indonesia,
hingga
menyatukan
Australia, Papua,
Papua Nugini, dan
Tasmania dalam
Paparan
Sahul.
Perubahan terakhir terjadi ketika memasuki Kala Holosen sekitar 11.000 tahun silam yang menghasilkan bentangan alam seperti yang
sekarang terlihat. Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan
menjadi pulau yang independen
dan
terpisah dari daratan
Asia Tenggara.
2.
Manusia Purba
Menyajikan informasi tentang manusia purba jenis Homo Erectus yang hidup pada kala
plestosen. Manusia
purba yang ditemukan di Indonesia
dapat
dibedakan menjadi
tiga tingkatan evolutif selama lebih dari
satu juta tahun, yaitu:
* Homo Erectus Arkaik
Hidup pada kala Plestosen Bawah antara 1,5 - 0,9 juta tahun yang
lalu, dan merupakan fosil
paling purba di Indonesia. Volume otaknya sekitar 800 cc, dengan tengkorak yang
menunjukkan struktur yang kekar, tebal tulang tengkorak kadang mencapai 1,2 cm.
Jenis manusia ini di temukan pada lapisan lempung
hitam Seri Pucangan di Sangiran, dan
endapan
vulkanik di Perning-Mojokerto. Belum pernah ditemukan artefak dari
Homo erectus arkaik ini.
* Homo Erectus Tipik
Merupakan jenis yang
paling umum
ditemukan, hidup pada kala Plestosen Tengah, antara 0,8- 0,4 juta tahun yang
lalu. Volume otak sekitar 900 cc, dengan struktur tengkorak yang lebih ramping dibandingkan dengan jenis arkaik. Homo erectus tipik merupakan jenis
manusia purba yang banyak ditemukan,
berasal dari lapisan
pasir fluvio vulkanik Seri
Kabuh di Sangiran, Trinil, Kedungbrubus,
dan Patiayam.Telah
sangat pandai membuat alat batu, antara lain jenis kapak perimbas (chopper), kapak
penatak
(chopping tool), maupun
alat-alat serpih (flake).
* Homo Erectus Progresif
Hidup pada akhir Kala Plestosen Tengah antara 200.000 - 100.000 tahun yang lalu. Ukuran tengkorak lebih besar,
lebih tinggi dan lebih bundar dibandingkan dengan jenis
arkaik dan tipik, dengan volume otak 1,100 cc, sehingga menunjukkan jenis yang
paling
berevolusi, ditemukan di Ngandong, Sambungmacan, dan Ngawi. Seperti halnya
jenis tipik, Homo erectus progresif
juga telah membuat
alat batu dan tulang.
3.
Persebaran Situs-Situs Hominid
Sub Tema ini menyajikan informasi tentang persebaran situs-situs hominid, khususnya situs-situs penemuan Homo Erectus. Di Indonesia, Pulau Jawa
terkenal dengan persebaran
situs-situs hominid-nya. Ini karena temuan fosil-fosilnya mewakili genus Homo yang lebih awal dalam evolusi
manusia. Bila di Jawa umumnya ditemukan fosil-fosil dalam taxon Homo
erectus, beberapa daerah di luar Jawa banyak ditemukan fosil-fosil dalam taxon yang lebih muda, seperti Homo
sapiens atau
manusia subresen.
Di Pulau
Jawa, situs-situs hominid tersebar di wilayah yang
mencakup bagian timur Jawa
Tengah hingga bagian barat Jawa Timur. Situs-situs tersebut terutama dijumpai di sepanjang
aliran Sungai Bengawan Solo, seperti Sangiran, Sambungmacan, Ngandong, Ngawi, Trinil
dan
Kedungrubus, dan
Perning,
di Mojokerto. Situs
hominid lainnya
adalah Patiayam,
terletak di kaki Gunung
Muria, dekat Kudus.
Selain
itu, terdapat
pula
berbagai situs
Kala Plestosen yang sangat terkenal dengan penemuan alat-alat paleolitiknya, yang
mungkin merupakan produk
budaya Homo
erectus, adalah Kali Baksoka
di Punung (Pacitan),
maupun Sungai Wallanae, di Sulawesi
Selatan.
4.
Lingkungan Alam Cekungan Solo
900.000 Tahun Yang Lalu
Bagian ini menyajikan informasi secara evokatif tentang
Cekungan Solo dan sekitarnya
pada kurang
lebih 900.000 tahun yang
lalu. Pada masa itu
terjadi erosi dari arah utara, dari Pegunungan Kendeng. Erosi juga terjadi dari daerah pegunungan di selatannya yang mengakibatkan terjadinya perubahan Lingkungan alam Solo.
Vegetasi yang
semula berupa hutan rawa menjadi hutan terbuka. Tumbuh-tumbuhan beradaptasi dengan musim kemarau
yang keras karena terjadi pula perubahan iklim. Lama
kelamaan terbentuklah hutan hujan tropis, tempat ditemukannya berbagai jenis hewan seperti buaya, kura-kura, babi, monyet, gajah, macan, kerbau
atau
kuda nil.
5.
Kehidupan Gua
Sub tema ini menggambarkan kehidupan
manusia pada awal Holosen, sekitar 11.500 tahun yang
lalu, kehidupan
manusia
purba
sudah berkembang
lebih maju
dibandingkan dengan sebelumnya. Di masa ini manusia sudah mulai memanfaatkan gua-gua alam dan ceruk. Mereka memilih tinggal di gua untuk berlindung
dari serangan binatang buas atau dari cuaca dan iklim yang
tidak bersahabat. Mereka menetap untuk waktu tertentu, hingga suatu
saat berpindah jika tak mungkin
lagi
hidup di tempat tersebut.
Para penghuni gua yang sudah termasuk Homo sapiens ini memanfaatkan gua sebagai
tempat untuk melakukan berbagai aktifitas, seperti pembuatan alat-alat serpih bilah atau penguburan. Mereka
bahkan menggunakan dinding-dinding gua
sebagai media
ekspresi seni lukisnya. Beberapa lukisan gua dapat dijumpai di situs-situs prasejarah di Kalimantan dan Sulawesi. Sementara pada Situs
Song Keplek, di Pacitan, Jawa Timur, kehidupan
gua mengindikasikan bahwa para penghuninya telah mengenal konsep tata ruang dengan adanya
pengelompokan kegiatan industri,
perapian,
penguburan, dan
hunian.
6.
Akhir Prasejarah dan Temuan Fosil Ras-ras Manusia
Sub tema ini menyajikan
informasi tentang kehidupan
manusia
pada akhir
masa
prasejarah. Pada
masa akhir prasejarah, perkampungan makin besar
dan
jumlah penduduknya
pun makin banyak. Kebutuhan
hidup manusia juga makin
bervariasi dan tidak semua mampu dibuatnya sendiri. Maka mulailah dikenal pekerjaan khusus yang
biasa
disebut tukang (undagi), seperti pembuat gerabah, pandai besi, pembuat perhiasan, dan
lain-lain,
di samping petani atau nelayan. Saat itu pula orang memulai aktivitas bertukar barang yang
merupakan awal dari
perdagangan.
Seiring
dengan berkembangnya teknologi logam, penggunaan alat logam (metal) mulai semakin banyak, menggantikan peralatan batu yang
berangsur mulai ditinggalkan, sehingga selain disebut
masa perundagian, masa akhir prasejarah juga sering disebut masa tradisi paleometalik.
Satu lagi tradisi yang menonjol
dari masa perundagian ini adalah sistem penguburan. Selain penguburan langsung
(primer), dikenal pula penguburan sekunder, yaitu penguburan kedua, setelah jasad menjadi kerangka. Kedua cara penguburan itu dilakukan dengan wadah kubur
maupun tidak. Wadah kubur
yang sering digunakan adalah tempayan, di samping
kubur batu. Posisi penguburan juga
beragam, seperti terlentang, meringkuk atau terlipat.
Bersamaan dengan penguburan tersebut, sering pula disertai dengan bekal kubur yang isinya
berbeda-beda, tergantung
pada tingkat sosial orang yang dikubur. Tentu saja sistem
penguburan
seperti ini menunjukkan sistem religi yang telah
maju.
Lantai
2: Ilmu Pengetahuan,
Teknologi, dan Ekonomi
Di lantai 2 dipamerkan berbagai koleksi budaya materi yang menyingkapkan berbagai pengetahuan umat manusia, khususnya manusia Indonesia, juga teknologi yang menyangkut
pengetahuan terapan yang
bersifat teknis.
Yang juga penting adalah kegiatan ekonomi, salah
satu aspek kehidupan manusia yang terfokus
pada kegiatan produksi, distribusi, pertukaran
dan konsumsi barang serta pelayanan jasa.
Pameran dengan judul Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Ekonomi ini
memiliki sub- subtema sebagai berikut [1] Aksara
dan
Bahasa, [2] Hukum di Indonesia, [3] Astronomi dan
Navigasi, [4] Arsitektur, [5] Pengobatan dan Pengolahan Makanan, [6] Alat Perlindungan, [7] Alat Produksi, [8] Alat
Komunikasi, [9] Alat Transportasi, dan [10] Ekonomi.
1.
Aksara dan Bahasa di Indonesia
Di India, seperti halnya di Indonesia, yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan bahasa
memiliki berbagai aksara, di antaranya yang pernah berkembang di Indonesia adalah aksara- aksara Pallawa, Nagari dan Tamil. Ketiga jenis aksara yang
berasal dari India ini pernah berkembang di Indonesia dalam kurun
waktu abad ke-5 - 15
Masehi.
Aksara Pallawa, diambil dari Dinasti Pallawa di India yang konon menciptakannya, menurunkan berbagai variannya di wilayah Asia Tenggara
seperti Campa (Vietnam), Khmer
(Kamboja), Thailand, Laos, Burma (Myanmar) dan Indonesia. Khusus di Indonesia, aksara
ini sudah berkembang sejak abad ke-5, menurunkan aksara
Jawa Kuna, Sunda Kuna, dan Bali Kuna. Selanjutnya mulai abad ke-16, muncul aksara-aksara "pasca Pallawa" di
berbagai daerah di Indonesia,
antara lain Lampung, Batak
dan
Bugis.
Aksara Nagari (disebut juga aksara siddhamatrika atau siddham) asalnya dari India bagian timur laut,
pertama kali muncul di Indonesia sekitar abad ke-8. Sejak awal munculnya
hingga abad ke-9, aksara ini disebut Pranagari. Mulai abad ke-10 sd 15, aksara
ini berkembang, disebut sebagai aksara Nagari. Di India, aksara ini digunakan secara nasional, disebut aksara Dewanagari. Aksara Nagari banyak digunakan pada prasasti-prasasti yang
bernafaskan agama Budha,
seperti
terlihat pada tablet-tablet tanah liat yang berisi
mantra- mantra Budhis.
Aksara Tamil adalah aksara yang
keberadaannya di Indonesia termasuk jarang. Di India,
aksara
ini umumnya digunakan oleh orang-orang yang berdiam di wilayah Tamil Nadu (India Selatan),
juga
di
negara Srilangka. Pertama muncul di Indonesia dalam abad ke-11,
khususnya di Sumatra bagian utara karena
di sana ada komunitas
orang-orang India
berbahasa Tamil yang umumnya adalah
pedagang.
Tulisan Arab selalu diidentikan dengan agama Islam, karena memang
agama ini terlahir di jazirah Arab. Bukti tertua saat ini mengenai keberadaan Islam di Indonesia adalah sebuah batu nisan yang ditemukan di Leran (dekat Gresik, Jawa Timur), ditulis dalam aksara dan
bahasa Arab. Batu nisan itu memuat keterangan tentang meninggalnya seorang perempuan bernama Fatimah binti
Maimun dalam tahun 1082 M. Agama Islam juga menyebar ke pulau- pulau seperti Sumatra, Kalimantan, Maluku,
Sulawesi,
dan lain-lain.
Dalam sejarah perkembangan tulisan Arab, dikenal dua
tipe dasar, yaitu tipe
tegak dan
kursif. Tipe tulisan Arab tegak tidak banyak mengalami evolusi; kufi merupakan contoh tipe tulisan Arab tegak yang
sering digunakan untuk menulis
Qur'an dan inskripsi pada bangunan
mesjid atau batu nisan. Lain halnya
dengan tipe tulisan Arab kursif yang sangat berkembang
sehingga bentuk dan gaya penulisan banyak macamnya. Enam di antaranya merupakan tipe tulisan
Arab
kursif yang
utama yaitu thuluth, naskhi, muhaqaq, rahyani, tawqi dan
riqa.
Aksara Arab di Indonesia mengalami perkembangan yang
sangat signifikan.
Selainmenggunakan aksara Arab dengan lafal Arab, beberapa daerah mengembangkan aksara Arab yang disesuaikan dengan lafal daerah. Modifikasi tulisan Arab dengan lafal bahasa
Jawa
disebut Pegon, sedangkan tulisan Arab dengan lafal bahasa Melayu disebut Jawi atau
Arab-Melayu.
Kehadiran orang
Cina di Indonesia diketahui
sudah
ada
sejak abad ke-5, dan
mulai marak pada
abad ke-14. Namun demikian
akulturasi budaya
Cina dengan budaya-budaya lokal tidak
begitu signifikan. Ini dapat dilihat dari peninggalan
budaya materi seperti misalnya prasasti. Kalau pun ada prasasti dalam aksara
dan
bahasa Cina di Indonesia tentunya ditulis oleh orang Cina sendiri.
Aksara Cina memang rumit dan tidak mudah
dipelajari; dewasa ini tercatat
sekitar 4000 karakter (aksara) Cina yang diciptakan. Kesulitan makin
bertambah dengan
banyak
ragam dialek dalam bahasa Cina yang memiliki ciri
tersendiri.
Secara umum inskripsi-inskripsi Cina dapat berupa tanda
peringatan bagi seseorang yang
telah meninggal (berupa nisan dan papan arwah atau shenwei), mata uang, dan sebagai hiasan
dekoratif/ornamental.
Berikutnya, aksara Latin adalah aksara yang
pertama kali diciptakan oleh bangsa Romawi Kuna di semenanjung Itali. Aksara ini diperkenalkan
oleh
orang orang Eropa,
terutama
bangsa Portugis, yang datang
ke Indonesia pada awal abad ke-16. Mereka menyebarluaskan aksara ini ketika menuliskan perjanjian-perjanjian di atas kertas, batu tanda peringatan seperti
padrao, tanda pendirian bangunan dan nisan. Bahasa yang digunakan pun beragam seperti
portugis, Belanda, Inggris, Perancis,
dan lain-lain.
2.
Hukum di Indonesia
Hukum adalah seperangkat aturan yang harus dipatuhi kelompok masyarakat, baik dalam komunitas kesukuan, kebangsaan, kerajaan, maupun negara. Sistem
hukum di wilayah
Indonesia telah terbentuk sejak kurang lebih abad ke-7. Awalnya berupa Hukum Adat yang berlandaskan
kepercayaan/religi yang dianut
banyak suku bangsa di Indonesia.
Hukum-hukum adat ini memiliki asas-asas dan falsafah yang berbeda satu dengan yang lainnya, akan tetapi mungkin terdapat dua unsur yang sama dimiliki oleh berbagai Hukum Adat tersebut. Pertama, sifatnya yang kekeluargaan, dan kedua, sifatnya yang tidak tertulis.
Sanksi bagi pelanggar Hukum Adat dapat berupa hukuman yang
paling ringan, misalnya
diasingkan/dikucilkan, sampai kepada hukuman yang paling berat, misalnya hukuman mati. Unsur-unsur budaya asing
seperti India (Hindu-Budha), Arab (Islam) dan Eropa (Kristen),
pada akhirnya turut
memperkaya Hukum
Adat yang sudah lama ada.
Bagi suku-suku bangsa yang
mengenal budaya tulis, seperangkat aturan itu tentunya sudah
dituangkan menjadi sebuah naskah/kitab hukum. Beberapa naskah hukum di Jawa
dan
Bali pada masa lampau contohnya, merupakan olahan dari naskah-naskah hukum di India.
Gambaran penerapan hukum
di
Indonesia, khususnya Jawa, pada masa lampau
terdapat dalam beberapa prasasti yang
berisi keputusan pengadilan (jayapatra, jayasong dan
suddhapatra) dan keterangan tentang sukhadukha (berbagai tindak
pidana dan perdata)
Pada
masa pengaruh Islam hukum sudah berlandaskan kitab Al-Qur'an dan Hadits Nabi, seperti yang dipegang teguh oleh orang
Minang: adat basandi
syarak, syarak basandi
kitabullah (Adat bersendi Syari'at Islam, Syari'at Islam bersendi kitab Al-Qur'an). Pada saat
ini di
Nanggroe Aceh Darusalam (NAD)
juga sudah
diberlakukan
hukum
berdasarkan
Syari'at Islam.
Pada masa kolonial Belanda, diberlakukan semacam undang-undang
dasar bagi wilayah Indonesia yang
bernama Indische Staatsregeling. Pada masa itu pemerintah Hindia-Belanda
berusaha untuk melakukan unifikasi hukum
di
Indonesia. Berkat perjuangan Van
Vollenhoven, hukum adat juga
dimasukkan dalam sistem Hukum Kolonial Belanda, sehingga terdapat Indische Staatsregeling yang berada di pusatnya dan sistem Hukum Adat, sistem
Hukum Islam, serta sistem
Hukum Barat berada di
luarnya.
3. Astronomi dan Navigasi
Pengetahuan astronomi dan navigasi adalah termasuk
dalam sepuluh unsur kebudayaan
Indonesia asli. Sebelum adanya pengaruh asing
bangsa Indonesia
sudah memiliki
pengetahuan tentang peredaran benda-benda angkasa; matahari, bulan, planet-planet dan bintang-bintang. Pengaruh asing (India, Arab, Eropa) justru memperkaya khasanah pengetahuan astronomi bangsa Indonesia.
Berdasarkan pengetahuan astronomi inilah kemudian tercipta kalender atau penanggalan. Kalender berkaitan erat dengan pengukuran waktu yang dihubungkan dengan pergerakan
benda-benda angkasa. Benda-benda angkasa yang sering diamati manusia adalah matahari dan bulan yang secara langsung
mempengaruhi iklim di Bumi, gejala-gejala alam seperti gerhana dan pasang surut air
laut, juga segala aktivitas manusia.
Kalender apa pun
yang pernah dibuat oleh manusia didasarkan pada peredaran Bumi
mengelilingi Matahari (kalender solar atau
syamsiyah)
atau Bulan mengelilingi Bumi
(kalender lunar atau qomariyah). Ada juga kalender yang
memperhitungkan peredaran Bumi
dan
Bulan mengelilingi Matahari; yang terakhir ini disebut kalender lunisolar.
Beberapa suku
bangsa di Indonesia menciptakan kalendernya sendiri. Oleh karena itu ada kalender
Jawa
(pranata
mangsa), kalender Bali (tika atau wariga), kalender Batak (parhalaan), dan
lain-lain.
Pengetahuan astronomi
juga dijadikan pedoman dalam pelayaran (navigasi). Tidak dapat
disangkal bahwa
pelaut-pelaut Indonesia terkenal mahir
dan
mampu mengarungi lautan luas
sampai ke tempat-tempat
yang
jauh dengan
berpedoman pada
posisi
bintang-bintang
di
langit. Di samping itu, pelaut-pelaut Indonesia juga sudah mengenal peta untuk berlayar, ini
pernah dicatat
oleh
orang-orang Portugis pada
awal
abad
ke-16.
Albuquerque pernah
mengirim sebuah peta yang bertulisan huruf Jawa
kepada
raja Portugal. Tetapi kapal Albuquerque yang
membawa peta itu tenggelam sehingga tidak ada lagi bukti tentang
pengetahuan navigasi orang Jawa pada masa itu; seberapa jauh mereka dapat berlayar, dan sampai di mana pengetahuan mereka tentang geografi dan kartografi nusantara pada waktu itu.
4. Arsitektur
Salah satu kebutuhan pokok manusia, selain sandang
dan pangan, adalah "papan" untuk
tempat tinggal. Di
masa prasejarah, manusia memanfaatkan gua, ceruk
atau tempat
berlindung (shelter) lain sebagai tempat tinggal untuk melindungi diri dari perubahan cuaca
dan
gangguan
binatang buas. Perkembangan
selanjutnya, manusia
sudah mulai
memanfaatkan dan
mengolah
bahan-bahan yang
disediakan alam seperti
kayu,
dedaunan,
tanah dan batu; maka jadilah sebuah rumah tinggal yang
dibangun secara sederhana maupun rumit.
Rumah tinggal yang
dibangun disesuaikan dengan kondisi geografis dan iklim yang
ada;
rumah tinggal yang
dibangun di daerah pegunungan yang
beriklim dingin tentu beda rancang
bangunnya dengan rumah di daerah pesisir pantai yang cenderung beriklim panas. Pada
akhirnya "seni" juga lah yang
membedakan antara bangunan di suatu daerah dengan daerah lain.
Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa mengembangkan seni rancang bangun
(arsitektur) dengan ciri khasnya masing-masing, diturunkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Inilah yang kemudian
disebut dengan istilah "rumah tradisional".
Latar
keagamaan atau religi ikut berperan juga dalam perkembangan arsitektur; bangunan
profan (rumah tinggal) arsitekturnya beda dengan bangunan untuk ibadah (candi,
pura, mesjid,
gereja, kelenteng) yang
biasanya ditandai dengan simbol-simbol keagamaan. Pengaruh-pengaruh asing turut memperkaya arsitektur
tradisional Indonesia,
sehingga muncul langgam atau gaya. Contoh
rumah tradisional
Betawi
bergaya Eropa,
dan sebagainya.
5. Pengobatan dan Pengolahan Makanan
Kepulauan Indonesia telah lama dikenal karena keragaman sumber daya hayati, yang dimanfaatkan berbagai kelompok
etnik
di Indonesia dalam
memenuhi kebutuhan
makan dan minum sehari-hari,
juga menyembuhkan
dan mencegah dari gangguan penyakit.
Pada
masa prasejarah, manusia di Indonesia telah
menjalani kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan. Meskipun alam menyediakan makanan, manusia
perlu tahu bagaimana cara
memanfaatkannya. Mereka mempelajari teknik menangkap, membunuh,
menguliti dan menyiapkan hewan buruan sebagai makanan. Mereka juga
tahu bagaimana
memilih tanaman yang
dapat dimakan. Pada tahap ini, mereka tidak mempunyai cukup
pengetahuan cara mengolah
makanan dan
hanya tahu
bagaimana menyantap makanan
mentah
atau dipanggang di
atas
api.
Pada tahap
selanjutnya,
manusia mempelajari bagaimana
mengerjakan tanah.
Mereka tidak hanya menggantungkan diri pada lingkungan, mereka
juga tahu bagaimana cara mengendalikan sumber
daya
alam. Mereka mengenal
bagaimana
cara bercocok
tanam, dengan metode yang mudah, menebang dan membakar hutan untuk
membuka
lahan pertanian.
Mereka juga menjinakkan dan memelihara binatang seperti unggas, anjing dan
babi. Masyarakat yang tinggal di daerah pesisir pantai
menjalani hidup dengan cara menangkap ikan dan mengumpulkan kerang. Pada tahap perkembangan ini, mereka
sudah mengetahui cara membuat
barang-barang tembikar
(tanah
liat)
yang digunakan
untuk
berbagai keperluan seperti wadah-wadah untuk
menaruh dan memasak
makanan.
Periode-periode selanjutnya (masa sejarah) menunjukkan perkembangan yang pesat dari
diversifikasi pangan. Cara mengolah makanan juga beragam, yang mana dapat dilihat dari bahan-bahan yang digunakan dan hasil olahan. Sumber-sumber tertulis, panel-panel relief
candi
dan artefak menunjukkan bahwa masyarakat pada waktu itu sudah mengetahui cara mengolah makanan dengan cara direbus (dengan air), dipanggang (di atas api) dan digoreng
(dengan minyak). Mereka
juga mengenal bagaimana
meracik bumbu untuk menambah cita rasa pada makanan dan membangkitkan selera makan. Untuk membuat makanan tahan lebih lama, mereka mengawetkan makanan dan minuman dengan berbagai cara, dikeringkan atau
dijemur di bawah sinar mata-hari, dengan atau tanpa
garam, diasapi, diasamkan, dan
difermentasikan. Cara yang terakhir khususnya diterapkan dalam pembuatan
minuman.
Keragaman
sumberdaya hayati juga dimanfaatkan untuk menyembuhkan dan mencegah
berbagai penyakit. Nenek moyang kita mewariskan berbagai cara pengobatan tradisional,
contohnya meracik jamu yang masih diproduksi hingga sekarang. Suku-suku bangsa di Indonesia masing-masing
memiliki pengetahuan berbagai pengobatan tradisional yang memanfaatkan bahan-bahan alam. Dari sekitar 30.000
jenis tanaman baru
sekitar
940 jenis yang
diketahui memiliki daya penyembuhan atau dipakai sebagai ramuan dalam
pengobatan.
Produk obat-obatan ini selain digunakan sebagai obat telan juga obat luar
untuk menyembuhkan
penyakit kulit,
gigitan
binatang dan
luka-luka
lain.
Di samping penyembuhan melalui
pengobatan tradisional,
banyak
suku
bangsa di Indonesia
mempraktekkan pengobatan
dengan kekuatan
gaib (supranatural), memohon kesembuhan kepada roh-roh
leluhur atau dewa, juga melalui kemukjizatan benda-benda pusaka/bertuah. Secara umum, orang yang
melakukan penyembuhan
dengan kekuatan gaib
disebut 'dukun'; di Bali disebut dengan istilah balian, sedangkan orang-orang di Sumatra
menyebutnya datu.
Dukun adalah
orang yang banyak
pengetahuannya tentang penyembuhan penyakit,
melalui ramuan-ramuan tradisional dan kekuatan gaib, sebagaimana didokumentasikan dalam lontar
usada (Bali) dan pustaha laklak (Batak). Pustaha laklak contohnya, tidak hanya
memberi keterangan tentang penyembuhan melalui
ramuan-ramuan tradisional,
melainkan
juga mantra-mantra gaib. Ada keyakinan bahwa
penyakit tidak hanya disebabkan oleh faktor fisik, melainkan juga faktor non-fisik. Oleh karena itu, proses penyembuhan juga melibatkan metode non-fisik.
Orang Batak meyakini bahwa perbuatan-perbuatan salah terhadap orang
lain dapat mendatangkan penyakit bagi orang atau anggota keluarganya. Agar sembuh dari
penyakit, diperlukan
permohonan maaf dari tetua adat yang telah meninggal.
6. Alat Perlindungan
Seperti halnya pangan dan papan (tempat tinggal),
manusia juga membutuhkan sandang (pakaian)
untuk melindungi diri dari
perubahan cuaca (panas
dan
dingin) dan
serangan
musuh (baju zirah). Pada awalnya manusia
prasejarah menggunakan kulit binatang hasil buruannya
untuk menutupi sebagian tubuhnya.
Sejalan dengan
perkembangan
intelegensi manusia, mereka mulai memanfaatkan dan mengolah bahan-bahan yang disediakan alam seperti kulit kayu, serat-serat tanaman untuk dijadikan pakaian.Lebih jauh
lagi, mereka mulai mengenal kapas dan membudidayakan tanaman ini karena menghasilkan serat yang lebih halus, bahkan
juga sudah dapat membudidayakan ulat sutera untuk diambil benangnya yang teramat halus
dan ringan untuk dijadikan pakaian.
Perkembangan selanjutnya adalah bahwa pakaian tidak sekedar untuk
melindungi diri dari cuaca, tetapi sudah diberi pola-pola untuk
memberikan nilai lebih, yaitu simbol status, sehingga dapat dibedakan antara
pakaian yang dikenakan para
bangsawan dan rakyat biasa. Indonesia yang
terdiri dari berbagai suku bangsa juga memiliki teknologi pembuatan pakaian dengan kekhasannya masing-masing,
contohnya tenun
ikat, songket dan batik.
Termasuk
dalam kategori alat
perlindungan diri
adalah senjata
dan perisai. Senjata yang
diciptakan manusia untuk melindungi diri dari serangan musuh dan binatang
buas adalah senjata
tajam/tusuk seperti klewang, mandau, pedang, keris, tombak, panah, juga senjata
api seperti senapan, pistol dan meriam. Seperti halnya pakaian, senjata
juga ada yang bermakna
status sosial dan ritual, contohnya keris yang pada upacara tertentu lebih banyak dipakai
kaum pria atau mempresentasikan pengantin
pria
(pada upacara perkawinan).
7.
Alat Produksi
Teknologi tidak hanya menyangkut produk olahan seperti gerabah, pakaian,
pisau, pacul, mata uang, dan sebagainya, melainkan juga alat pembuat
produk tersebut. Contohnya alat
pintal
benang,
alat tenun
kain, alat untuk membatik, alat
penumbuk padi, alat membuat gerabah (tatap-landas dan meja
putar/pottery wheel), alat pertukangan logam (pandai besi),
alat cetak uang, dan sebagainya. Alat-alat produksi
semacam itu merupakan aset
dalam kegiatan
ekonomi.
Tempat untuk membuat produk olahan disebut industri
atau pabrik. Di dalam industri logam yang
dijalankan secara sederhana, contohnya bengkel pandai besi, terdapat komponen seperti tungku peleburan (tanur atau prapen) wadah pelebur logam (kowi), tabung pompa angin (ububan), cetakan untuk logam cair, tang jepit, landasan tempa (paron), palu, kikir, dan
bak
air pendingin. Alat-alat produksi yang digunakan dalam industri logam yang besar tentu saja
berbeda dari yang disebutkan
di atas, lebih kompleks dan
moderen.
Alat-alat produksi biasanya dibuat secara terbatas karena
bukanlah
barang konsumtif yang
siap pakai. Sebagai instrumen yang
menghasilkan sesuatu, tidak setiap orang
dapat menggunakannya, dan perlu keahlian. Orang yang
menguasai alat-alat produksi disebut
produsen, biasanya
dikerjakan
sendiri atau
dengan bantuan
orang lain
(pekerja/buruh).
Barang-barang
olahan yang dihasilkan dengan peralatan ini kemudian dipasarkan kepada
konsumen sebagai
barang siap
pakai.
8.
Alat Komunikasi
Komunikasi adalah suatu upaya bagaimana
manusia berhubungan dengan sesamanya,
dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Komunikasi
langsung biasanya dilakukan secara tatap muka atau dengan bantuan peralatan seperti telepon. Pada telepon, suara manusia
diubah menjadi sinyal-sinyal listrik yang kemudian diubah menjadi suara lagi ke telinga lawan bicara, begitu seterusnya secara timbal balik. Inilah cikal bakal alat komunikasi yang moderen.
Sebelum itu manusia berkomunikasi secara tidak langsung
dengan isyarat bunyi-bunyian. Contohnya kentongan
yang pada saat ini masih digunakan di pedesaan-pedesaan di Jawa dan
Bali untuk memberikan isyarat tanda bahaya atau musibah (ada orang
sakit atau meninggal)
jika
dipukul dengan frekuensi tertentu. Dengan cara yang
sama, genta atau bel dibunyikan untuk
memanggil umat agama tertentu agar datang beribadah ke kuil atau gereja. Sama halnya dengan bedug yang
ditabuh untuk menandai waktu sholat dan memanggil umat Islam
agar
datang ke mesjid.
Alat komunikasi lain yang
disampaikan secara tidak langsung adalah surat menyurat. Di
sini orang menyampaikan pesan ke dalam bahasa tulisan, lewat kurir diberikan kepada orang yang
dituju. Prasasti mungkin
dapat dikatakan sebagai bentuk awal
surat menyurat,
karena
isinya berupa maklumat
yang perlu atau harus diketahui oleh orang bersangkutan atau masyarakat. Sebab orang menulis
"pesan" (prasasti) tidak hanya pada batu, melainkan juga
pada tembaga (tamra)
dan lontar (ripta).
Alat komunikasi moderen, baik langsung maupun tidak langsung, saat ini sudah memanfaatkan berbagai media, khususnya
media elektronik. Komputer
adalah salah satu media
yang paling umum digunakan saat ini. Komputer
yang berkemampuan multimedia
dapat dimanfaatkan untuk komunikasi secara langsung
seperti chatting, teleconference, atau tidak langsung seperti menulis pesan singkat (short message service) dan
surat elektronik (e- mail).
9. Alat Transportasi
Manusia dapat dikatakan sebagai makhluk yang
dinamis, artinya ia tidak hanya berdiam di
satu tempat melainkan juga bergerak ke
tempat lain untuk melakukan aktivitas. Jika tempat
yang dituju relatif dekat dan mudah
dijangkau, barangkali cukup
berjalan kaki untuk mencapai tempat dimaksud. Mulai timbul kendala ketika tempat yang dituju berjarak jauh
dan
relatif sulit dijangkau. Untuk mengatasi hambatan tersebut manusia
menciptakan sarana atau
memanfaat-kan sarana yang sudah ada, yaitu transportasi.
Transportasi adalah sarana untuk mengangkut manusia, binatang atau barang
dari
satu tempat ke tempat lain. Sarana ini menjadi sangat penting
untuk menjalankan roda perekonomian karena pasokan barang dagangan kepada konsumen akan tetap berlangsung.
Ketiadaan atau kesulitan transportasi menyebabkan pasokan barang yang
dibutuhkan konsumen menjadi terganggu sehingga ketersediaan barang di pasar menjadi langka dan harganya pun
mahal.
Awalnya manusia memanfaatkan sarana transportasi yang sudah ada, yaitu hewan-hewan
tunggangan seperti kuda,
keledai,
unta, sapi
atau
gajah. Selanjutnya
manusia mengembangkan kendaraan yang ditarik hewan kuda atau sapi sebagai transportasi darat
untuk mengangkut dirinya dan
barang-barang
bawaan atau
dagangan, maka terciptalah pedati,
delman, dokar
dan sejenisnya.
Selain transportasi darat, manusia juga menciptakan perahu dan kapal sebagai transportasi
air (sungai dan
laut). Dengan diciptakannya transportasi air inilah
manusia Indonesia dikenal sebagai pelaut-pelaut yang berani mengarungi lautan luas untuk menjangkau pulau-pulau yang jauh dari tempat tinggalnya. Dari sini kemudian berkembang hubungan perdagangan
antar pulau dan antar negara.
Alat transportasi makin berkembang pesat setelah ditemukannya mesin yang
digerakkan uap
air, bahan
bakar minyak, dan
listrik seperti
kereta api, mobil,
motor,
kapal uap.
Memasuki abad ke-20,
terciptalah pesawat terbang sebagai
sarana transportasi
udara, sehingga perjalanan jauh dapat
ditempuh dalam waktu yang singkat.
10.
Ekonomi
Ekonomi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang
menaruh perhatian pada
aspek produksi, distribusi, pertukaran dan konsumsi barang
serta pelayanan jasa. Standar
ekonomi dapat dibagi menjadi dua bagian besar. Pertama, teori nilai atau mikro ekonomi
yang menjelaskan
betapa saling pengaruh antara persediaan (supply) dan permintaan
(demand)
dalam pasar yang kompetitif,
menciptakan
sejumlah
besar
nilai-nilai individu
seperti
nilai
upah, ketentuan laba,
dan perubahan-perubahan
harga. Kedua, makro ekonomi, berkaitan dengan penjelasan-penjelasan tentang pendapatan nasional
dan perburuhan,
melibatkan konsumen, pengusaha/penanam modal, dan pemerintah.
Termasuk
dalam aspek-aspek
ekonomi yaitu
perdagangan dan
perpajakan. Perdagangan,
secara sederhana diartikan sebagai interaksi timbal balik yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih untuk mendapatkan barang
dan
jasa melalui pertukaran, secara barter atau dengan alat
tukar (uang). Dalam sistem perdagangan ada beberapa
aktivitas, antara lain
[1] perolehan
bahan baku; [2] produksi: menghasilkan barang dagangan; [3] distribusi: menyangkut arus perpindahan
barang
atau pemasaran; [4] konsumsi atau penggunaan
barang.
Dengan adanya aktivitas perdagangan maka roda perekonomian Indonesia secara
lokal, regional dan global terus berjalan sejak masa
prasejarah hingga sekarang. Selain dari sektor perdagangan perekonomian suatu kerajaan atau negara
juga ditopang
oleh pajak. Dari sektor perpajakan pemerintah memperoleh pajak barang
dan jasa yang
dipungut dari rakyat.
Pendapatan kerajaan/negara ini
nantinya juga
dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk
pembangunan infrastruktur seperti membangun jalan, jembatan, dan lain-lain, atau digunakan untuk
membayar gaji para
pegawai pemerintah/kerajaan. Pajak tidak identik dengan upeti
walau pun pada prakteknya sama yaitu
"mengurangi/memungut sebagian penghasilan rakyat". Upeti adalah semacam pungutan yang diberikan kepada individu (raja, bupati) bukan kepada institusinya (kerajaan,
negara).
Lantai
3: ORGANISASI SOSIAL DAN POLA PEMUKIMAN
Di dalam kehidupan masyarakat terdapat pengorganisasian untuk mengatur kehidupan
masyarakatnya dan pengorganisasian
yang paling mudah dilihat adalah dari strata-strata yang membedakan status seseorang
dengan orang
lainnya. Perbedaan itu dapat jelas terlihat misalnya dalam
cara berpakaian,
perhiasan yang
digunakan, pembagian
pekerjaan antara laki- laki dengan perempuan
dan
sebagainya.
Masa Prasejarah
Sejak masa prasejarah manusia telah hidup dalam kelompok, yang
kemudian semakin
berkembang dan semakin rumit penataannya hingga membentuk masyarakat yang
terdiri dari sejumlah golongan dan bahkan strata.
Diferensiasi sosial berdasarkan status bahkan telah terlihat
pada peninggalan masa
prasejarah dari
masa Perundagian yang
berupa tata penguburan yang menunjukkan adanya perbedaan di antara kerangka-kerangka dilihat dari
bekal kubur yang menyertainya. Tokoh-tokoh di dalam masyarakat misalnya, mempunyai
status sosial yang tinggi sehingga terdapat perbedaaan dalam penyertaan bekal kuburnya mulai dari
wadah
kubur
maupun benda-benda bekal kubur lainnya.
Masa Hindu-Budha
Dalam masa
Hindu-Budha penataan masyarakat terdapat adanya penggolongan masyarakat berdasarkan pekerjaan bahkan adanya
jabatan-jabatan tertentu dalam sistem
ketatanegaraan yang
tertulis dalam prasasti Telaga Batu yang berasal dari kerajaan Sriwijaya.
Dalam abad-abad selanjutnya di lingkungan kerajaan-kerajaan di Jawa, golongan-golongan
dalam masyarakat menjadi lebih kompleks lagi. Pada
masa itu penyebutan masyarakatnya lebih
berdasarkan pada jenis pekerjaan yang dilakukan seseorang. Bahkan di dalam masa Majapahit
juga dikenal
adanya kaum
komunitas khusus
yaitu kaum
Rsi. Pada masa
itu muncul
penggolongan-penggolongan di dalam masyarakat dengan
lebih jelas dengan
adanya kerajaan dengan raja
sebagai pemimpin dan rakyat sebagai komunitas yang kemudian mengembangkan
sistem negara. Sebagai
contoh, koleksi
dari prasasti
Telaga Batu
yang berasal dari kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 yang
berisi tentang adanya pejabat dan
penggolongan dalam kerajaan tersebut. Misalnya, selain adanya raja terdapat putra
mahkota, bupati, senapati,
hakim dan sebagainya.
Masa Islam
Ketika agama Islam
masuk
ke Nusantara, sistem
kerajaan
bercorak agama Islam
demikian pula penataan masyarakatnyapun berbeda dari keadaan masa sebelumnya. Pada
masa ini perniagaan laut terjadi dengan pesat sehingga penataan masyarakat kerajaan terdapat
pula kelompok niagawan lokal maupun asing yang
mempengaruhi perkembangan politik dan ekonomi suatu kerajaan. Pada masa ini masih dikenal adanya kelompok bangsawan dan rakyat jelata, padahal dalam Islam tidak membedakan status
sosial seseorang. Masuknya Islam di Indonesia membawa perubahan dalam berbagai aspek kebudayaan misalnya
adanya
bangunan
suci seperti masjid,
cara berbusana tokoh-tokoh ulama dan
sebagainya.
Masa Kolonial
Periode pemerintahan
Kolonial
Belanda masanya berbeda-beda antara satu
daerah
dengan daerah lainnya di Indonesia. Dasar
pembentukkan pelapisan masyarakatnya agaknya lebih
berdasar atau disesuaikan dengan kepentingan
politik penjajahan Belanda.
Dimana masyarakatnya terbagi kedalam
kelompok-kelompok dengan
tatanan sebagai
masyarakat
kelas satu yaitu orang Belanda dan bangsa Eropa lainnya, warga kelas dua adalah bangsa
Timur Asing seperti Cina, Arab, India, pribumi feodal, kaum priyayi, agamawan, rakyat biasa dan
golongan budak.
Orang
Belanda hidup dalam kebudayaan yang
berbeda dengan bangsa Indonesia mereka hidup dalam bagian-bagian kota dan mempunyai tempat tinggal di dalam benteng dengan perabot-perabotan khusus.
Kehidupan Suku-Suku Bangsa
Di dalam kehidupan
suku-suku bangsa di Indonesia
masyarakatnya terbagi-bagi dalam pelapisan-pelapisan sosial atau kelompok tertentu berdasarkan pekerjaan seperti
adanya golongan bangsawan,
rakyat
biasa, masyarakat petani, masyarakat nelayan
dan sebagainya.
Masing-masing suku bangsa yang memiliki aturan-aturan di dalam adat istiadatnya dan telah menyepakati
bersama sehingga
melahirkan stratifikasi sosial membedakan
satu dengan lainnya yang dapat ditampilkan melalui
atribut-atribut tertentu
yang menunjukkan status seseorang misalnya melalui
pakaian, perhiasan,
peralatan kenikmatan,
peralatan rumah
tangga, simbol kekuasaan, masyarakat nelayan, peralatan transportasi, masyarakat petani
dan dunia anak-anak.
Pakaian
Pada mulanya pakaian hanya berfungsi sebagai penutup dan pelindung
dari cuaca, namun dalam perkembangan selanjutnya pakaian
berfungsi sebagai simbol status atau
sebagai lambang keunggulan dan gengsi bagi pemakainya
Hal
ini dapat dilihat
dari
motif yang terdapat pada kain, warna maupun bahan yang digunakan serta daerah wilayah pemakaian.
Sebagai
contoh kain batik dapat dibagi
menjadi batik pedalaman
dan batik pesisiran, batik pedalaman
adalah kain
yang
biasanya dipakai
oleh
kaum bangsawan sedangkan
batik
pesisiran adalah kain
yang digunakan oleh masyarakat yang tinggal
didaerah pantai khususnya pantai utara Jawa.
Perhiasan
Seseorang berpakaian
adat
dalam suatu
upacara
tertentu tidak akan merasa
lengkap
apabila tidak menggunakan perhiasan. Bagi suku-suku bangsa di Indonesia perhiasan dan kain
mempunyai banyak arti
dan fungsi
dalam kehidupan
sosial maupun keagamaan. Perhiasan dan kain umumnya
merupakan harta pusaka
atau warisan dari nenek moyangnya yang
kemudian diturunkan secara turun temurun dan hanya dipakai pada acara atau upacara
adat yang amat
khusus.
Peralatan Kenikmatan
Hampir seluruh wilayah Indonesia mempunyai tradisi makan sirih yang
merupakan kesenangan pribadi. Makan sirih terutama atau biasanya juga di lakukan pada waktu upacara,
misalnya
perkawinan atau saat menyambut tamu. Namun menyirih atau juga merokok
bagi
sebagain orang yang
melakukannya merupakan suatu kesenangan yang amat pribadi sifatnya.
Menyirih juga merupakan suatu lambang
atau simbol dari keramahan dan
kebersamaan.
Peralatan Rumah Tangga
Peralatan rumah tangga sudah digunakan oleh masyarakat di Nusantara sejak masa prasejarah hingga kini. Peralatan yang masih bertahan hingga kini adalah yang dibuat tanah
liat, kayu , perunggu
yang masih umum digunakan oleh suku-suku bangsa di Indonesia sampai
saat ini.
Simbol
Kekuasaan
Kekuasaan yang
dimiliki oleh penguasa ditampilkan melalui bermacam-macam simbol.
Pada umumnya berupa benda-benda yang dianggap dapat menambah kewibawaan seorang penguasa sehingga rakyat atau
golongan
yang
mendukung penguasa tersebut menjadi
semakin percaya bahwa sang
penguasa mempunyai kelebihan melalui benda-benda yang
dipakai atau dimiliki.
Pola Pemukiman
Pola pemukiman di Indonesia biasanya terdiri dari desa-desa yang terletak berderet-deret
yang dipimpin oleh seorang kepala desa. Desa
terdiri dari dua bagian utama yaitu daerah
kediaman utama atau pusat desa dan daerah hutan, ladang pertanian. Di daerah kediaman
utama biasanya ada
tempat kegiatan agama, pemerintahan desa sehingga
didalamnya terdapat
balai adat, pasar dan
kantor kepala desa.
Pada umumnya
rumah-rumah tradisional
di
Indonesia dibuat dari kayu dan bambu dan merupakan rumah panggung. Rumah panggung dimungkinkan sebagai sarana keamanan dari gangguan binatang maupun
banjir dan biasanya
dibawah rumah panggung juga berfungsi sebagai tempat untuk
kandang ternak seperti ayam.
Masyarakat
Nelayan
Disamping adanya masyarakat yang digolongan berdasarkan pada status sosial melalui stratifikasi sosial, terdapat juga masyarakat yang
dapat dikelompokkan berdasarkan
pekerjaannya seperti masyarakat nelayan. Masyarakat yang tinggal di daerah pantai hampir semuanya memanfaatkan laut sebagai penangkap ikan serta hasil laut
lainnya sebagai mata pencaharian pokoknya. Penangkapan ikan oleh nelayan di pantai biasanya dilakukan oleh kelompok-kelompok atau rumah tangga sendiri, alat-alat yang
penting adalah kail, jala, jerat, bubu, perahu dan
sebagainya.
Lantai 4: Khazanah Emas
dan
Keramik a. Ruang
Khazanah Emas
Khasanah Emas Arkeologi
Kecintaan akan emas adalah salah satu sifat manusia yang
paling tua karena emas atau
Aurum (Au) adalah logam kuning yang tahan terhadap korosi dan sebagian besar bahan kimia
tidak dapat mempengaruhinya. Benda-benda dari
bahan logam mulia tersebut memiliki nilai yang sangat tinggi karena memiliki kekhususan bahan, bentuk maupun fungsi. Di Museum Nasional benda-benda
tersebut dikelompokkan
ke dalam
kelompok
khasanah. Benda-benda khasanah tersebut selain berbahan logam mulia
juga dilengkapi dengan batuan mulia.
Dalam Sejarah Kebudayaan Indonesia, disebutkan tentang Suwarnadwipa atau Suwarnabhumi (pulau emas) yang kemungkinan mengacu kepada pulau Sumatera
dan Jawa
mengingat bahwa
pada masa Hindu-Buddha di nusantara, emas banyak ditemukan di kedua pulau tersebut. Selain itu emas juga dibawa oleh para pedagang dari Arab, Cina dan Semenanjung Malaka. Sampai saat ini seni pandai emas
dan perak masih berpusat di pulau- pulau yang berada dalam jalur perdagangan internasional seperti pulau Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi dan Kalimantan.
Koleksi khasanah emas Arkeologi mencakup benda-benda emas yang berasal dari masa
Hindu-Budha, abad ke-8 M hingga abad ke-15 M. Koleksi-koleksi tersebut merupakan hasil penemuan atau penggalian para
ahli Arkeologi sejak jaman
Hindia-Belanda hingga penemuan di
masa sekarang. Umumnya
benda-benda
tersebut digunakan sebagai perhiasan dan peralatan
upacara.
Salah
satu benda-benda yang tergolong
dalam khasanah masa Hindu-Buddha dan dianggap penemuan yang spektakuler pada masa ini adalah benda-benda penemuan dari desa Wonoboyo, Klaten, Jawa
Tengah dan penemuan dari desa Muteran, Mojokerto, Jawa Timur. Benda-benda ini ditemukan dalam kurun waktu yang berbeda namun memiliki kesamaan
bentuk dan keindahan.
1. Khasanah Wonoboyo
Benda-benda
khasanah Wonoboyo ditemukan secara
tidak sengaja
oleh Cipto Suwarno beserta keenam tetangganya yang bernama Witalakon, Hadisihono, Widodo, Suhadi, Surip
dan
Sumarno, pada tanggal 17 Oktober 1990 di lahan milik Cipto Suwarno sendiri, yang bermaksud menggali tanah tersebut untuk djual sebagai tanah urugan. Benda-benda ini tersimpan di dalam
empat buah
guci Cina dari
masa
Dinasti Tang (618-907 M) yang
berwarna olive-green dan sebuah boks bundar besar dari perunggu yang tertimbun dikedalaman + 2,75
m.
Tidak kurang dari 35 kilogram emas termasuk 6396 keping emas “piloncito”
dan
600 keping mata uang perak yang ditemukan di situs Wonoboyo ini. Benda-benda berupa emas
dan
perak ini kemudian disimpan di
Museum Nasional sedangkan wadah-wadah penyimpan
berupa guci dan boks perunggu disimpan di Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP 3)
Yogyakarta. Nama Khasanah Wonoboyo diambil dari nama
desa
Wonoboyo sebagai tempat penemuannya yang terletak di kecamatan Jogonalan
kabupaten Klaten,
Jawa
Tengah. Benda-
benda penemuan
Wonoboyo ini dapat
dikelompokkan menjadi:
Kelompok Perhiasan: Sebagaimana diketahui perhiasan memiliki arti benda-benda yang dipakai
oleh
seseorang
pada
tubuhnya dalam
upaya memperindah
diri.
Selain
itu perhiasan identik
dengan sifat mewah (luxury) khususnya yang berbahan emas dengan
dilengkapi batuan mulia.
Dalam kehidupan masyarakat Hindu-Buddha, perhiasan emas
merupakan barang
mewah dan mahal, oleh karena itu hanya kalangan bangsawan dan keluarga kerajaan saja yang
menggunakan benda-benda ini sebagai perhiasan sehari-hari. Dapat dikatakan penggunaan emas masa
itu,
juga mencerminkan perbedaan status sosial.
Perhiasan yang
dikenal pada masa itu adalah kalung, cincin, hiasan telinga, hiasan kepala, hiasan
dada,
hiasan
pinggang dan berbagai perhiasan lainnya.
Kelompok Peralatan
Upacara: Peralatan upacara adalah berbagai bentuk benda sebagai kelengkapan upacara yang digunakan dalam upacara tertentu. Upacara yang dimaksud
pada masa Hindu-Buddha adalah upacara keagamaan dan upacara lainnya seperti upacara sima, yaitu upacara
penetapan desa perdikan (desa dimana pajaknya masuk ke kas desa
bukan ke kas kerajaan) yang dilakukan oleh seorang raja. Pada saat upacara ini, seorang raja akan memberi hadiah kepada orang-orang yang
dianggap berjasa, berupa mata uang
emas, perak dan sebagainya. Benda-benda upacara yang
dipamerkan di pada ruang
ini meliputi wadah-wadah
berupa piring, mangkuk, gayung,
payung dan
sebagainya.
Bagian keris dan benda-benda yang belum
diketahui
fungsinya: Benda-benda penemuan dari Wonoboyo selain digunakan sebagai perhiasan atau peralatan upacara,
ada
juga yang merupakan bagian dari senjata seperti keris. Namun ada beberapa benda
penemuan yang belum diketahui secara pasti penggunaannya seperti lempengan emas berukuran panjang
dan untiran emas yang
menyerupai spiral. Keris dan
senjata lainnya telah ada
sejak jaman Hindu dan Buddha
di Indonesia, seperti keris yang telah ada atau dibuat pada jaman Singosari. Ditinjau dari cara penggunaannya, ada persamaan antara cara pakai senjata pada jaman Jawa Kuna dengan cara
pemakaian senjata ini pada jaman sekarang,
khususnya di daerah
Jawa.
2. Khasanah Muteran
Di tahun 1881
tepatnya pada masa pemerintahan Hindia-Belanda,
di sebuah desa bernama Muteran (saat ini secara administratif masuk kecamatan Trowulan,
kabupaten Mojokerto, Jawa Timur), ditemukan benda-benda purbakala berupa benda-benda emas dan perak secara tidak sengaja oleh beberapa petani yang sedang menggarap tegalan. Benda-benda tersebut tersimpan dalam sebuah wadah perunggu besar
dan tertimbun di kedalaman 1,5 m.
Benda- benda
tersebut kemudian disimpan
di Museum Nasional dan dikenal sebagai khasanah Muteran.
Khasanah Muteran diperkirakan berasal dari kisaran abad ke-9 Masehi atau abad ke-10
Masehi hingga
abad ke-14 Masehi. Hal ini didasarkan pada
beberapa
analisis, seperti : (1)
Jenis aksara yang terdapat pada pinggan perak. Menurut Louis Charles Damais, penanggalan pinggan perak ini diperkirakan berasal dari tahun 775-825 Masehi ; (2) Letak
desa Muteran yang terletak di sekitar Turen dekat desa Tambelang. Kata Tambelang
ada
kemiripan dengan Tamwlang, ibukota
kerajaan Sindok (prasasti Turyyan 929 Masehi); (3) Adanya
dua candi Buddhis, Brahu dan Gentong di sekitar Muteran. Ditinjau dari gayanya, candi Brahu berasal dari masa antara tahun 1410 - 1446 Masehi, diperkirakan candi Gentong
dibangun pada masa
yang sama
dengan candi Brahu.
Berdasarkan
tinjauan fungsi, benda-benda Khasanah
Muteran dikelompokkan
sebagai berikut:
Benda-benda
Perhiasan: Benda-benda
perhiasan
khasanah Muteran
meliputi benda-
benda berupa kelat bahu, tusuk
konde, bagian dari mahkota, kalung dan hiasan pinggang.
Benda-benda upacara
Benda-benda upacara yang termasuk dalam kelompok khasanah Muteran meliputi benda-
benda berupa pinggan
perak beraksara, cermin, gelang kaki wadah, cerat wadah air dan arca-arca dewa Buddha. Salah
satu perbedaan antara
penemuan Wonoboyo dan Muteran
adalah ditemukannya beberapa arca dewa Buddha
di Muteran yang tidak ditemukan pada
penemuan
benda-benda khasanah
Wonoboyo.
Khasanah Emas
Kesultanan
Koleksi khasanah emas
kesultanan yang berjumlah 3.450
buah, sebagian diantaranya
dipamerkan di dua tempat, yaitu di ruang pameran tetap gedung lama dan di lantai 4 sayap
baru atau Gedung Arca Museum Nasional. Di gedung lama, koleksi
disajikan berdasarkan
wilayah atau geografis dan di gedung
baru ditata menurut fungsi serta sejarah pengumpulannya.
Koleksi khasanah emas kesultanan terbuat dari
logam emas dan perak serta beberapa
diantaranya dihias dengan batu permata. Koleksi ini memiliki nilai yang
sangat tinggi karena mempunyai kekhususan bahan, bentuk dan fungsi. Karena faktor warna, maka emas sering dikaitkan dengan
kesuburan, kemakmuran, atau
kebahagiaan.
Koleksi khasanah emas kesultanan kebanyakan berasal dari berbagai kerajaan Islam
yang berkembang di nusantara dari abad ke-16 sampai ke-20 Masehi. Sejak abad ke-16, fungsi sosial emas semakin menonjol.
Emas digunakan dalam kehidupan
sehari-hari yaitu sebagai perhiasan,
regalia dan
hiasan dari berbagai
jenis
senjata.
Pola letak koleksi
khasanah emas kesultanan di gedung Arca
dikelompokkan menjadi dua tema, yaitu
berdasarkan:
1.
Fungsi yang meliputi:
(1)
Benda-benda
regalia atau
pusaka kerajaan;
(2)
Hewan
sebagai
wadah
dan simbol
kerajaan; (3)
Peralatan menyirih
atau menginang;
(4)
Perhiasan;
(5) Peralatan upacara dalam agama
Hindu;
serta (6)Seni pertunjukan.
2.
Sejarah pengumpulan koleksi terdiri dari: (1) Hadiah raja; dan (2) Koleksi
dari ekspedisi militer.
1. Koleksi
Berdasarkan Fungsi
Regalia
Regalia adalah pusaka atau warisan kerajaan
yaitu benda-benda yang melambangkan kekuasaan raja. Benda-benda ini diturunkan oleh nenek moyang ke istana dan berfungsi untuk mengesahkan
kekuasaan
di istana atau kerajaan.
Regalia biasanya mempunyai sejarah, nama, dan kekuatan spiritual yang dapat diminta untuk
melindungi rakyat dan pemimpin. Oleh karena regalia
melambangkan kekuasaan
raja, kekalahan suatu kerajaan biasanya berarti perpindahan regalia ke penguasa yang baru.
Pemilikan pusaka kerajaan
melambangkan
legitimasi mereka.
Pemerintah kolonial Belanda memperoleh banyak regalia dari
penguasa di Indonesia dalam masa sejarah kolonial. Mereka
biasanya disumbangkan ke
Museum Bataviaasch Genootschap (sekarang MNI). Contoh-contoh
regalia dalam lemari pajang
berasal dari
Kesultanan Banten (Jawa
Barat), Kesultanan Banjar (Kalimantan Selatan), Kesultanan Bangkalan (Madura, Jawa Timur),
Kesultanan Palembang, Jambi, Batak, dan
Riau- Lingga (Sumatera), dan
dari
beberapa kerajaan di Bali.
Hewan sebagai wadah dan simbol kerajaan
Naga dan singa adalah hewan yang merupakan representasi terpenting dari kekuasaan
istana. Di Banjarmasin, kepala naga menghiasi haluan perahu kerajaan. Naga ini mengingatkan pada kedatangan Pangeran Suryanata dari Majapahit, pendiri kerajaan
Banjar.
Keris-keris
kerajaan juga dihias
dengan naga dan singa. Bilah
keris
“nagasasra” dari
Jawa
Tengah dan keris dari Badung, Bali dihias dengan naga. Singa, adalah hewan yang sangat kuat dan di beberapa kebudayaan dianggap sebagai raja hewan. Singgasana atau
kursi kerajaan dibawa oleh singa. Sebagai contoh tandu (jempana) milik
Raja Pamecutan,
Denpasar, Bali disangga oleh empat
ekor singa.
Pekinangan
Hampir seluruh suku bangsa
di Nusantara mengenal tradisi makan sirih. Kebiasaan menyirih mempunyai peranan yang penting
dalam berbagai kegiatan sosial dan upacara. Selain sebagai
barang
kenikmatan
dan obat yang mengandung antiseptik, sirih, dan pinang disajikan kepada tamu sebagai tanda keramahtamahan dan sopan-santun. Sirih-
pinang juga disajikan
dalam
upacara pemujaan leluhur dan
upacara lainnya.
Untuk keperluan menyirih, selain daun sirih (Piper betle) dan pinang
(Areca catechu)
ditambah dengan ramuan
lainnya, seperti kapur
sirih (Calcium
exyde) dan gambir
(Unracia gambir).
Perhiasan
Perhiasan adalah
istilah untuk
menyebut hiasan seperti cincin, liontin, dan batu permata
yang dikaitkan dengan
suatu gagasan tentang keindahan, kebesaran,
dan
keagungan serta dimaksudkan
untuk
dipamerkan
ke publik.
Pada
masyarakat Indonesia,
perhiasan memiliki peranan
penting dalam
kegiatan sosial maupun
upacara-upacara.
Setiap daerah di Indonesia memiliki perhiasan yang berlainan.
Masing-masing daerah juga memiliki teknik pembuatan perhiasan yang
bervariasi. Suatu perhiasan dapat diketahui asalnya dengan melihat hasil tuangan, teknik
dan
hiasan-hiasan yang diterapkannya.
Pada
masa lampau, raja-raja atau sultan-sultan yang memiliki begitu besar kekuasaan
dapat memperkerjakan pandai-pandai logam mulia. Perhiasan-perhiasan yang berasal dari
masa jayanya para pandai
logam mulia sekarang sebagian besar
menjadi koleksi museum.
Benda-benda
yang
digunakan dalam upacara agama Hindu Dharma
Agama Hindu
Dharma adalah salah satu dari lima agama yang diakui
di Indonesia. Agama ini tidak hanya dianut oleh hampir
seluruh penduduk Pulau Bali, tetapi juga
oleh orang Bali yang tinggal
di
Lombok dan di wilayah-wilayah lain di
Indonesia.
Benda-benda upacara yang
dimiliki oleh istana-istana di Bali dan Lombok terbuat dari
bahan-bahan yang berharga, seperti emas dan perak dan kadang-kadang dihias dengan batu
permata.
Benda-benda upacara dalam agama Hindu yang dipamerkan meliputi: (a) benda-benda
yang digunakan oleh pendeta untuk upacara; (b) benda-benda yang digunakan untuk upacara pemujaan
kepada dewa-dewa; dan
(c)
benda-benda yang digunakan
untuk
upacara daur
hidup.
Seni Pertunjukan
Pada masa lalu istana
tidak hanya berfungsi sebagai pusat pemerintahan, tetapi juga
sebagai pusat kebudayaan. Seni
di lingkungan
istana dapat
tumbuh dan berkembang
karena mendapat perhatian yang
sungguh-sungguh dari raja. Kesenian seperti seni musik, seni pertunjukan wayang, topeng, tarian serta teater berkembang dengan sangat baik di
dalam lingkungan istana.
2. Koleksi
Berdasarkan Sejarah Pengumpulannya
Hadiah Raja
Koleksi khasanah emas kesultanan antara
lain
diperoleh melalui hadiah. Saling memberikan hadiah merupakan bagian dari pemeliharaan hubungan sosial dan politik.
Pada
masa kolonial, penguasa-penguasa Indonesia
memberikan hadiah pada gubernur jenderal. Jika tidak mau menyimpan hadiah-hadiah tersebut, mereka memberikannya
ke Museum
Bataviaasch Genootschap (sekarang Museum Nasional).
Hadiah-hadiah itu biasanya dibuat dari bahan-bahan yang berharga dan dihias dengan keahlian yang
sangat tinggi. Hadiah-hadiah tersebut diberikan pada berbagai peristiwa
penting.
Pemerintah Belanda juga memberikan hadiah, kadang-kadang sebagai penghargaan atas
dukungan dari
penguasa-penguasa Indonesia.
Ekspedisi Militer
Ekspedisi militer Belanda ke berbagai wilayah di Indonesia untuk menaklukkan suatu
daerah sekaligus
merupakan
kegiatan pengumpulan koleksi. Setelah menaklukkan
suatu wilayah atau
kerajaan, maka
benda-benda pusaka
(regalia) dan
benda-benda
istana
lainnya
diambil dan sebagian diserahkan oleh pemerintah kolonial Belanda
ke Museum Bataviaasch Genootschaap di Batavia dan museum-museum
di Belanda.
Perang Banjar (Kalimantan Selatan),
Perang Aceh (Sumatera), peristiwa peperangan
Lombok, aksi-aksi
militer
di
Bone dan
Gowa (Sulawesi Selatan),
peristiwa
perang
‘puputan’ di Bali merupakan contoh-contoh ekspedisi militer yang sekaligus kegiatan pengumpulan koleksi.
b. Khazanah Keramik
Pengunjung yang
datang di Museum Nasional, akan melihat koleksi keramik kuno yang dipajang dalam jumlah banyak. Sesekali pernah timbul pertanyaan yang sederhana dari
pengunjung, mengapa keramik yang bukan buatan Indonesia ternyata dikumpulkan, dilindungi, dan dipelajari
? Mereka tidak menyadari bahwa keramik-keramik itu erat hubungannya dengan berbagai kegiatan di masa lampau yang merupakan peristiwa sejarah kuno, bahwa kedatangan keramik
sudah ada dari
sekitar
abad
ke-2-3 sampai
awal abad ke-20.
Kita ketahui semua bahwa Indonesia merupakan negara
kepulauan yang memiliki wilayah
perairan yang cukup luas. Letak kepulauan Indonesia yang disebut juga Nusantara sangat strategis yakni berada di persimpangan jalan laut melalui Selat Malaka yang
menghubungkan daerah perdagangan antara wilayah timur seperti Cina dan Asia Tenggara ke wilayah barat
seperti India
dan Eropa. Berdasarkan hasil penelitian bahwa perkembangan teknologi
kebaharian dan
perkapalan sejalan dengan
perkembangan perdagangan
lintas samudera. Sekitar abad ke-2-3 masehi diduga telah ada
jaringan pelayaran dan perdagangan antara
Nusantara dan India, bukti -
bukti berupa tembikar buatan Arikamedu, di India
Selatan yang ditemukan di situs Buni, Jawa Barat
(lihat gambar).
Nusantara dengan tanahnya yang
subur, sehingga tumbuh bermacam tanaman dan hidup
bermacam hewan, juga
kaya akan hasil tambang.
Sejak
sekitar awal masehi, karena
berbagai hasil bumi menjadi barang dagangan utama, misal cengkeh, pala, kapur barus, dan kayu
cendana, menyebabkan wilayah Indonesia mempunyai peran yang sangat penting di bidang
perdagangan. Kapal-kapal asing datang dengan tujuan
utama mencari barang dagangan
rempah-rempah seperti cengkeh dan pala yang tumbuh subur dan tidak
dihasilkan di tempat lain
maka bernilai sangat tinggi sehingga hanya mampu dimiliki oleh
orang berada.
Manfaatnya banyak dibutuhkan untuk keperluan sehari-hari sebagai campuran bumbu
mengolah dan mengawetkan makanan serta pengobatan (D.G.E. Hall, 1988; RZ. Leirissa,
1999).
Pedagang asing yang datang antara lain India, Cina, Campa, Kamboja, Myanmar, Arab, Persia, sampai kedatangan bangsa Eropa, yakni Portugis, pada
tahun
1511, di Selat Malaka dan Belanda, pada tahun 1596, di Banten. Pelayaran dan perdagangan di Asia
Tenggara, termasuk Nusantara menjadi ramai
dan
bersifat internasional,
ditambah lagi karena
adanya
jalur persimpangan Selat Malaka yang menghubungkan antara dua jalur pusat perdagangan kuno India dan Cina
Bangsa Cina datang
membawa komoditi unggulan mereka yakni keramik yang banyak
disukai, karena bentuk, warna, dan kwalitasnya dari yang baik sampai yang terbaik. Selain keramik, ekspor utama dari Cina yang sangat terkenal adalah sutera dan teh.
Kemudian pembuatan keramik diikuti pula oleh Thailand (abad ke-14-16), Vietnam (abad ke-14-17), dan
Jepang (abad
ke-17-19), dengan alasan karena banyak mendapatkan
keuntungan. Keramiknya dibuat terutama
dari bahan dasar porselin dan batuan (stoneware) dimana akhirnya banyak dikenal dan hampir
seluruh lapisan masyarakat dapat memiliki karena ada yang murah berarti berkwalitas kasar sampai yang mahal
berarti yang berkwalitas terbaik.
Keramik-keramik yang datang diperdagangkan dengan cara barter (pertukaran benda dengan benda) atau cara pembelian
dengan uang. Pada masa-masa awal yang terjadi adalah
cara barter, misal antara keramik dengan rempah-rempah. Di Indonesia banyak ditemukan keramik, hampir di seluruh wilayah dan yang terbanyak adalah yang berasal dari Cina (masa
dinasti Han, 206 SM - 220 M sampai masa dinasti Qing, 1644 - 1912). Tempat temuannya
antara lain di daerah pantai sampai di pedalaman, baik di bekas pusat kerajaan, daerah
percandian, pemakaman, pemukiman penduduk, mesjid, sampai ke
daerah terpencil di pegunungan, bahkan terdapat juga
keramik temuan di dasar
laut. Temuan terbanyak adalah keramik berkwalitas kasar yang diproduksi massal dan biasanya dipakai untuk peralatan rumah tangga, antara
lain
piring, mangkuk, cepuk, buli-buli, guci, tempayan, sendok, kendi
dan ceret.
Berdasarkan tempat pembuatannya,
maka kadang
disebut
juga
keramik
asing karena
dibuat oleh bangsa lain
atau bangsa asing. Koleksi keramik asing di Museum
Nasional dirintis oleh E. W. van Orsoy de Flines sejak tahun 1928 -1959, merupakan milik pribadi
yang kemudian
dihibahkan
kepada
pemerintah
Indonesia.
Beliau
mengumpulkan dari
seluruh Indonesia dengan cara
pembelian dan menerima
hibah. Kondisi keramik masih cukup baik yang
dibeli langsung dari pemiliknya karena mereka menyimpan dan merawat keramik sebagai benda
pusaka turun-temurun. Didalam pengumpulan rupanya
de Flines sudah
memandang penting
keramik temuan dasar laut yang ditempeli tanaman laut (lihat gambar).
Keramik sebagai salah
satu data sejarah,
dapat
mengungkapkan
berbagai kegiatan
di masa lampau dari berbagai aspek, terutama aspek sosial-budaya, seperti fungsinya untuk apa, siapa
pemakainya, atau tradisi penggunaan dan aspek ekonomi, seperti jalur pelayaran atau sistem
perdagangan.
Sebagai contoh koleksi
keramik yang
berada di lantai 4, Gedung Baru ini adalah berasal dari India, Cina, Thailand, Vietnam, dan Jepang. Sebagian adalah koleksi yang
dikumpulkan oleh de Flines dan sebagian merupakan hasil kerjasama Direktorat Bawah Air (Direktorat Jenderal Kebudayaan) dan Museum Nasional dari eksplorasi di dasar laut tahun 1999. Yakni eksplorasi
kapal
Tek-Sing
yang tenggelam
tahun 1822 di perairan
selat Gelasa, pulau Bangka, Sumatra, karena cuaca buruk kemudian kapal menabrak batu karang.
Selat Gelasa di
masa lalu adalah salah satu jalur kapal yang paling sering dilayari selain selat Malaka dan selat Bangka. Temuan dasar
laut itu, antara lain dapat mengungkapkan tentang
pengetahuan kebaharian
termasuk
teknologi perkapalan; berbagai macam komoditi dagang yang dibawa
dan
seberapa besar kapal yang dipakai; jumlah keramik yang banyak dapat menunjukkan kebutuhan yang
tinggi dari masyarakat; atau kwalitas dan bentuk keramik juga dapat
menunjukkan keadaan dan penggunaannya. Bahwa masyarakat perlu mengetahui bahwa
keramik asing
ini,
baik yang
ditemukan di daratan atau temuan di dalam
laut perairan kita,
termasuk data sejarah atau Benda Cagar Budaya yang perlu dilindungi dan dimanfaatkan, karena dapat mengungkapkan
berbagai aspek kehidupan
masyarakat
di masa lalu.
Contoh
Koleksi Museum Nasional
1. Koleksi Prasejarah
Kapak genggam
Kjokkenmoddinger
(Sampah dapur)
Kapak persegi
Belincung
Nekara
Bejana upacara
Moko
Dinding kubur batu
Kapak upacara
Kapak corong/kapak sepatu
Fosil tengkorak
Sangiran 17 (replika)
Fosil rangka manusia praaksara Situs Gilimanuk (replika)
Diorama kehidupan manusia purba
Gerabah dari situs Melolo
Fosil tengkorak dan tulang paha
Pithecanthropus
erectus (replika)
Diorama situs Goa Song
Keplek
Candrasa
Gelang
2. Koleksi Arkeologi
Prasasti Mulawarman
(Yupa)
Prasasti Tugu
Prasasti Ciaruteun
(replica)
Prasasti Telaga Batu
Prasasti Kota Kapur
Prasasti Canggal
Prasasti Kelurak
Prasasti Gajah Mada
Prasasti Amogapasha
Arca Ganesha
Arca Brahma
Aca Bhairawa Buddha
Arca Nandi
Arca Manjusri Sikhadara
Arca Prajnaparamitha
Arca Jambhala
Mangkuk
Ramayana
Lingga dan yoni
3. Koleksi Etnografi
Patung Si
Gale Gale dari
Sumatera Utara
Rencong dari Aceh
Miniatur rumah gadang
dari Sumatera Barat
Wadah pesihungan dari
Lampung
Kain songket dari
Palembang
Angklung dari Jawa
Barat
Miniatur barong Keket atau
Barong Ket dari Bali
Kenyalang dari
Kalimantan
Kain koffo dari Sulawesi
Sasando dari Nusa
Tenggara Timur
Patung nenek moyang dari Maluku
Patung korwar dari
Papua
Tifa dari Papua
Mamuli dari Nusa
Tenggara
Topeng Hudoq dari Kalimantan
Paidon/tempolong
Cap batik
Patung Tau Tau
dari
Sulawesi
Taka dari
Nusa
Tenggara
Mahkota Sultan Siak
Kalung dari Kerajaan
Klungkung (Bali)
Wadah Pekinangan dari
Palembang
Jogan dari Riau Lingga
Mahkota Kesultanan
Banten
Ketopong (Mahkota
Kutai Kartanegara)
Keris Si Ginjei dari Jambi
Sesako dari Lampung
Kersi Singkir
dari
Kerajaan Banjar
Kain Basurek dari
Bengkulu
4. Koleksi Geografi
Globe
Miniatur kapal pinisi
Sextant
Peta Selat Sunda
Kompas kapal
Peta pulau Sumatera
Peta Batavia
Fosil cetakan Toxaster
Fosil Amonit
Dandel
5. Koleksi Numismatik
dan
Heraldik
Uang gobok
Alat cetak uang kasha
Uang kampua (bida)
Uang gulden
Medali
Stempel
Uang sen
Koin zaman VOC
6. Koleksi Keramik
Keramik dari zaman Dinasti
Han
Botol amphora dari zaman
Dinasti Tang
Piring dari zaman
dinasti
Song
Piring dari zaman
Dinasti
Yuan
Guci dari zaman dinasti Ming
Guci zaman dinasti Qing
Keramik dari Thailand
Keramik dari
Vietnam
Keramik dari
Myanmar Keramik dari
Jepang
Kermaik dari Timur Tengah
Keramik dari Eropa
Celengan babi dari
peninggalan Kerajaan Majapahit
7. Koleksi Sejarah (relik colonial)
Meriam
Padrau
Patung Raffles
Batik R.A. Kartini
Wadah (brankas)
Furniture
Pelana kuda dan
tombak
Pangeran Diponegoro
Lantai 1
Contoh Koleksi Museum Nasional
No |
Koleksi Museum Nasional |
Foto |
1 |
Fosil Gading Stegodon, fosil ini ditemukan pada lapisan kabuh. Dalam evolusinya, gajah harus memanjangkan taring atasnya menjadi gading untuk mempertahankan diri dari
serangan hewan-hewan pemangsa. Bibir atas juga ikut memanjang menjadi belalai agar
gajah dapat merumput ditanah. |
|
2 |
Toxaster merupakan jenis fauna yang hidup pada Zaman Kapur, sekitar 145 sampai 65 juta tahun yang lalu. Ciri-ciri utama fosilnya seperti batu kapur namun sangat keras dan memiliki
titik-titik kecil. Di bagian atasnya terdapat guratan seperti
bintang, sementara bagian bawahnya terdapat lubang menyerupai mulut. |
|
3 |
Cetakan Fosil Amonit, termasuk
dalam spesies Hungarites yatesi (Anis), merupakan fauna yang terbentuk dari material
yang masuk dan mengendap dalam cangkang moluska. Ciri utama fosil fauna Zaman Trias ini memiliki garis
sulur serta sisa-sisa cangkang. |
|
4 |
Fosil Gajah, Kuda Nil dan Badak, Fosil gigi gajah (Elephas namadicus), rahang atas gajah (Stegodon sp.),
rahang bawah kuda nil (Hippopotamus), dan rahang bawah badak
(Rhinoceros sp.)
ini ditemukan pada lapisan Kabuh. Habitat jenis-jenis
vertebrata tersebut
menggambarkan keadaan alam Sangiran yang saat itu masih berupa hutan-hutan lebat dan terbuka dengan sungai-sungainya. |
|
5 |
Tengkorak Perning / Si
Anak yang Tertua, Tengkorak anak berusia anak 5-7 tahun ini, diperkirakan merupakan fosil manusia purba tertua di Indonesia. Dikenal juga dengan nama
Homo mojokertensis, tengkorak ini ditemukan oleh Tjokrohandodjo dalam endapan lumpur bercampur lapisan marin berkala Plestosen Awal. |
|
6 |
Sangiran 8 / Rahang Bawah Homo Erectus Arkaik, Fragmen rahang bawah (mandibula) sangiran delapan ini dikenal juga dengan nama meganthropus B, tetapi sebagian ahli meragukan statusnya sebagai meganthropus. Belakang dimasukan ke dalam kelompok Homo erectus arkaik. Ditemukan oleh Teuku Jacob
dan S. Sartono pada lapisan Grenzbank. |
|
7 |
Tengkorak sangiran 17
yang lengkap dengan gambaran
wajahnya ini merupakan masterpiece temuan fosil manusia purba di Indonesia.
Fosil yang dikenal juga dengan nama
Homo erectus VIII ini termasuk
dalam kelompok Homo erectus tipik, yang hidup pada Kala Plestosen Tengah. Kapasitas otaknya sekitar 1000
cc . |
|
8 |
Manusia Sendang Busik /
Sangiran 2, Fosil atap tengkorak manusia purba ini termasuk dalam kelompok
Homo erectus tipik. Kapasitas otaknya sekitar 1000
cc. diperkirakan hidup
pada Kala
Plestosen Tengah. |
|
9 |
Cetakan Otak Homo Erectus Progresif ini dibuat berdasarkan fosil tengkorak Homo soloensis IV dengan volume sebesar 1.100
cc . Homo soloensis merupakan jenis manusia
purba paling maju
(progresif) dalam tingkatan evolusi Homo erectus. Kelompok
pendahulunya,
Homo erectus arkaik dan tipik, hanya mempunyai ukuran volume otak antara 900-1000 cc . |
|
10 |
Homo Soloensis IX / Pembuat Alat Tulang Pertama Salah satu dari sebelas fosil manusia purba Ngandong yang dikenal juga dengan nama Homo
Soloensis. Termasuk dalam kelompok Homo Erectus progresif yang pertama kali membuat
alat dari tulang dan diperkirakan hidup pada akhir Kala Plestosen Tengah. Volume otaknya sudah mencapai sekitar 1.100
cc. |
|
11 |
Fosil Manusia Purba Ngandong
salah satu
dari sebelas fosil manusia purba Ngandong yang ditemukan oleh W.F.F Oppenoorth
dan C Ter Haar antara tahun 1931-1933. Manusia
Ngandong dikenal juga dengan nama Homo Soloensis, termasuk
dalam kelompok Homo Erectus progresif yang pertama kali membuat alat dari tulang. Mereka hidup pada akhir kala Plestosen Tengah, sekitar 200.000 tahun yang lalu. ukuran volume otaknya sekitar 1.100
cc. |
|
12 |
Tengkorak Homo wajakenesis I adalah temuan manusia purba pertama yang dilaporkan dari Indonesia.
Ditemukan oleh B.D. van Rietschoten pada tahun 1889.
Termasuk dalam jenis Homo sapiens. Manusia Wajakenesis inilah yang menjadi alasan Eugine
Dubois untuk memindahkan pencarian missing linknya ke Pulau Jawa. |
|
13 |
Tulang Paha dan Tengkorak
(Manusia Jawa yang Menggemparkan) Pithecanthropus
erectus atau Manusia Jawa ini adalah temuan fosil manusia purba yang paling menggemparkan
dalam sejarah dunia palaeoantropologi. Temuan fosil tulang paha (femur) menunjukan bahwa pemiliknya sudah dapat berjalan tegak. Dubois sempat menganggapnya sebagai
missing link (mata rantai yang hilang) dalam teori evolusi manusia. Fosil tengkorak ini tergolong dalam kelompok
Homo erectus Tipik, dan sekarang lazimnya Pithecanthropus
disebut sebagai Homo erectus. |
|
14 |
Fosil Manusia Purba Homo Floresiensis ini adalah salah
satu dari tujuh rangka Manusia Flores yang menghebohkan dunia ilmu pengetahuan. Rangka manusia ini ditenggarai
merupakan "penghubung"antara Homo Erectus termuda yang berusia antara 200.000 sampai 100.000 tahun, dengan Homo Sapiens tertua yang berusia antara 20.000 sampai 13.000 tahun. Tempat penemuannya di Gua Liang Bua, Flores pada tahun 2003 dengan
perkiraan usia 30.000-18.000 tahun. |
|
15 |
Kehidupan Gua. Gua bagi manusia prasejarah saat itu berfungsi untuk melindungi
diri dari cuaca dan serangan hewan buas. Gua juga dijadikan sebagai lokasi penguburan. Ada dua jenis penguburan
yaitu primer dan sekunder. Penguburan primer merupakan cara penguburan
secara langsung (tanpa ada proses pemindahan), sedangkan penguburan
sekunder merupakan cara penguburan
yang dilakukan sebanyak dua kali, apabila jasad telah
menjadi berubah menjadi
tulang maka dipindahkan ke dalam wadah.
Contoh kuburan primer adalah
Gua Song Keplek
di Pacitan, Jawa Timur. Ditemukan rangka manusia berjenis kelamin wanita berusia 18 - 60 tahun ini,
berasal dari ras
Australomelanesid. Ini adalah temuan rangka individu ke 4 dari penggalian situs
Song Keplek. Diperkirakan hidup pada masa
budaya mesolitik. Rangka
ditemukan terkubur di kedalaman 100 - 112
cm dalam posisi terlipat beserta alat-alat serpih bilah. |
|
16 |
Situs Gilimanuk. Kuburan
primer manusia prasejarah juga ditemukan di Situs Gilimauk, Jembrana, Bali, Tahun 1985.
Rangka manusia tersebut diperkirakan berasal dari tahun 2.200
sampai 1.800 tahun yang lalu. Merupakan penguburan
primer (primary burial). Di sisi rangka
terdapat senjata tajam dari logam berbentuk parang (atau mata tombak?) mungkin alat kerja sehari-hari atau benda kesayangan si rangka saat masih hidup. |
|
Lantai 2
No |
Koleksi Museum Nasional |
Foto |
1 |
Pr asasti
Yū p a ( M u ar akam
an ) I, Prasasti
berbentuk tugu (yūpa),
ditulis dalam aksara
Pallawa dan bahasa Sanskerta. Isinya menyebutkan silsilah Raja Mūlavarman, dimulai dari Kunduŋga yang berputra Asvavarman, yang mempunyai putra 3 orang. Yang terkemuka di antara ketiga
anaknya itu adalah Mūlavarman, raja yang berperadaban baik, kuat dan berkuasa. |
|
2 |
Prasasti Kota Kapur Beraksara Pallawa akhir, bahasa Malayu Kuna. Isinya berupa kutukan bagi mereka yang apabila berbuat jahat dan tidak setia terhadap raja akan mendapat celaka, dan
usaha Sriwijaya untuk menaklukan Bhumi Jawa yang tidak tunduk kepada Sriwijaya. |
|
3 |
Pr asasti
Śiwagr h a Prasasti berbahasa dan beraksara Jawa Kuna ini dinamakan prasasti Śiwagrha karena isinya mengenai peresmian sebuah bangunan suci untuk dewa Śiwa
(Śiwagrha) beserta arca induknya. Menurut para ahli, bangunan suci dan arca yang dimaksudkan dalam prasasti
kemungkinan adalah Candi Śiwa di kompleks Candi Prambanan. |
|
4 |
Prasasti Ciaruteun (Replika), berasal dari masa pemerintahan Raja Purnawarmman dari kerajaan Tarumanagara, ditulis dalam aksara
Pallawa bahasa Sanskerta. Berisi tentang puji- pujian kepada Raja Purnawarman
yang tapak kakinya disamakan dengan tapak kaki Dewa
Wisnu. Juga ditemukan pahatan tapak kaki, laba-laba, tulisan 'ikal' yang belum dapat dibaca. |
|
5 |
Prasasti Porlak Dolok, Prasasti ini ditulis dalam dua aksara dan bahasa, yaitu aksara
Sumatera Kuna dan Tamil, bahasa Melayu Kuna (lokal) dan Tamil. Menyebutkan seorang pejabat yaitu Senapati Rakan Dipangkara yang melaksanakan perbuatan amal mendirikan mahligai (bangunan suci?) untuk Paduka
Sri Maharaja. |
|
6 |
Prasasti Sapu Angin, Berbahasa
Jawa Kuna dan aksara Kadiri kuadrat.
Menyebutkan tentang pendirian sebuah pertapaan sebagai hadiah dari raja Kertajaya. |
|
7 |
Prasasti Janggala, Berbahasa dan aksara Jawa Kuna. Prasasti
pendek yang isinya berupa titi mangsa: "Sakakala kala 1307". |
|
8 |
Prasasti Gajah Mada, Beraksara
dan berbahasa Jawa
Kuna. Prasasti
ini dikeluarkan oleh Sang Mahamantrimukya Rakryan Mapatih Mpu Mada pada bulan Waiśakha tahun 1273 Śaka (= 27 April 1351 Masehi) dalam rangka pendirian
sebuah bangunan çaitya untuk memperingati
gugurnya Pāduka Bhaṭāra Sang Lumaḥ ri Siwa Buddha (Raja Kertanagara) bersama para
pendeta dan pejabat tinggi kerajaan pada bulan Jyesta tahun 1213 Ś |
|
9 |
Prasasti Mula Malurung, Aksara dan bahasa Jawa
Kuna. Isinya menyebutkan Sang Nararya Smining Rat, nama lain raja Wisnuwarddhana. Memberi anugrah kepada Sang Pranaraja berupa status perdikan desa Mula dan Malurung karena ia
menunjukkan kesetiaan yang tidak terhingga kepada raja. |
|
10 |
Prasasti Munggu Antan, Berisi tentang Sang pamgat Munggu bersama adiknya Sang Hadyan Palutungan meresmikan desa Munggu Antan menjadi perdikan bagi sebuah biara. Sang
Hadyan Palutungan adalah istri dari seseorang yang dimakamkan di Pastika. Prasasti
ini dikeluarkan oleh Sang Pamgat Munggu yang menjadi saksi adalah Sri Maharaja Rake Gurunwangi. |
|
11 |
Prasasti
Kelurak, Berbahasa
Sansekerta dengan aksara
Pra Nagari/ Siddham.
Prasasti ini berisikan tentang pentahbisan arca Mañjuśrī di sebuah bangunan suci yang diidentifikasikan
sebagai Candi Sewu dan upacara pentahbisan dipimpin oleh seorang Guru
dari Gaudidvīpa (daerah Benggala, India) . |
|
12 |
Prasasti Balawi, Prasasti
ini dibuat atas perintah raja Majapahit yang pertama, Sri Kertarajasa Jayawarddhana atau Raden Wijaya, ditulis dalam aksara dan bahasa Jawa
Kuna. Isinya
mengenai pengukuhan desa Balawi
sebagai daerah perdikan atas permohonan Sang Wirapati.
Juga menyebutkan bahwa Raden Wijaya adalah menantu raja Kertanagara, karena memperistri
keempat anaknya. |
|
13 |
Nisan Sultanah Nahrasiyah (Replika), aslinya terdapat di Samudra Pasai,
Aceh terbuat dari pualam yang dipesan
dari Gujarat, India. Nisan ini serupa dengan nisan Syeh Maulana Malik
Ibrahim di Gresik,
yang memakai nukilan huruf Arab dengan gaya tulisan kufic. Tulisan di nisan menerangkan bahwa kubur ini merupakan kubur seorang Ratu lengkap dengan asal usul nama
keturunannya, yang mangkat pada hari 831 H/ 1428. |
|
14 |
Tika Penanggalan, Penanggalan
pada masyarakat Bali berfungsi sebagai pengatur kehidupan social dan keagamaan seperti
untuk menentukan hari perkawinan, upacara potong gigi,
upacara pembakaran jenazah (ngaben) dan ketika akan membangun Rumah. Penanggalan berdasarkan tahun wuku disebut Tika. Pembuatan tanggalan
sangat rumit, biasanya dilakukan oleh seorang pendeta Brahmana /Dukun. |
|
15 |
Prasasti Wurudu Kidul, ditulis dalam aksara
dan bahasa Jawa
Kuna. Isinya merupakan sebuah jayapattra (surat keputusan mengenai kewarganegaraan). Penduduk desa Wurudu Kidul yang bernama Dhanadi mengadu ke pengadilan karena dituduh merupakan warga
keturunan asing (Khmer). Prasasti
inilah yang merupakan akta bagi Dhanadi yang mengukuhkan bahwa ia
adalah warga pribumi agar tidak ada gugatan dikemudian
hari. |
|
16 |
Kompas Kapal, Kompas berfungsi sebagai penunjuk arah. Pada zaman dahulu pelaut tidak menggunakan kompas, tetapi hanya dengan melihat bintang, lingkungan sekitar serta
desiran ombak. Sejak sekitar abad ke-19
mulai dikenal pemakaian kompas dalam pelayaran. |
|
17 |
Pistol, Pistol merupakan alat navigasi, yang digunakan untuk keperluan keamanan serta memberi tanda pada saat kapal yang akan bersandar di pelabuhan. |
|
18 |
Sextan, Sextant merupakan alat navigasi untuk mengukur jarak sudut antara benda astronomi (matahari,
bulan, bintang, dll.)
dan garis cakrawala. Dalam dunia transportasi misalnya, pengukuran ini bermanfaat untuk menentukan posisi kapal di laut ataupun pesawat
terbang di udara. |
|
19 |
Peta Kepulauan Maluku pada tahun 1729,
dibuat di Leiden oleh Pierre van der Aa. Bentuk pulau belum sempurna. Garis
katulistiwa memotong bagian tengah kepulauan ini. |
|
20 |
Lonceng Kapal ini digunakan di kapal pada situasi tertentu, misalnya dalam keadaan bahaya untuk memberikan kode. Biasanya dipakai pada kapal angkutan barang atau penumpang kapal samudera atau nusantara |
|
21 |
Peta Dunia (Replika), Peta dunia berukuran panjang 54 cm dan lebar 38 cm ini aslinya dibuat pada tahun 1482 berdasarkan pengetahuan Cladius Ptolemy yang ditulisnya dalam buku "Geographia" ± 150 Masehi. Saat ini peta yang asli menjadi koleksi R.A
Skelton. |
|
22 |
Dandel, Alat ini sangat vital digunakan dalam pelayaran
terutama untuk kapal-kapal yang bobot matinya tinggi. Berfungsi untuk memperkirakan waktu tiba di tujuan pelayaran, serta untuk mempercepat ataupun memperlambat kapal. |
|
23 |
Chronometer, merupakan alat untuk mengukur waktu secara
tepat dan akurat. Alat ini sejenis dengan jam tetapi mempunyai ketepatan dan keakuratan yang lebih tinggi, biasa dipakai untuk
keperluan ilmiah, juga biasa dipakai dalam pelayaran yaitu digunakan pada kapal kecil,
antara lain kapal antar pulau, perahu layar bermotor dan kapal pandu. Bentuk dari chronometer ini
juga mirip dengan jam yaitu dengan menggunakan tiga buah jarum sebagai penunjuk waktu (jam, menit, detik), tetapi strip
angkanya lebih lengkap. |
|
24 |
Jam Kapal, Jam sejenis
ini biasanya digunakan oleh kapal-kapal yang berdaya angkut tinggi, misalnya pada kapal samudera, kapal nusantara, serta kapal pesiar. Merupakan alat navigasi
yang sangat penting, yaitu sebagai petunjuk waktu. Biasanya diletakkan di dekat pengemudi
kapal. |
|
25 |
Teropong, Dahulu dalam berlayar digunakan pedoman bintang-bintang serta
situasi alam untuk mengetahui keadaan dan posisi kapal. Pada abad ke-19 mulai digunakan teropong dan didukung oleh peta. Teropong ini menggunakan dua lensa yang berfungsi untuk melihat benda yang tidak terjangkau oleh mata telanjang. |
|
26 |
Lampu Kapal, Lampu jenis ini biasanya dipakai oleh kapal angkutan barang sebagai penerangan dalam keadaan darurat (listrik mati). Digunakan pada saat kapal bersandar,
merupakan lampu yang tahan terhadap angin
dan hujan. |
|
27 |
Batu Duga, Biasanya digunakan oleh pelaut tradisional sebagai alat untuk mengetahui kedalaman laut demi keselamatan pelayaran. Kedalaman laut dapat diketahui dengan mengulur batu duga ini ke kedalaman laut sampai ke dasar laut dengan arah tegak lurus, sehingga kedalaman laut
dapat diketahui dengan mengukur panjang tali yang terulur ke dalam air laut. |
|
28 |
Haut Relief, Relief yang menggambarkan beberapa pendeta di suatu pertapaan (memegang tasbih) dan sedang memberikan wejangan kepada murid-muridnya. Tampak di sini atap rumah
pertapaan berbentuk segi
enam dan memiliki
tiang-tiang bangunan. |
|
29 |
Gendeng Suwungan, Terbuat dari keramik dan berfungsi sebagai dekorasi pada bagian atap rumah. Banyak ditemui di daerah Kudus, Jawa Tengah. |
|
30 |
Kemuncak Bangunan, Salah satu hiasan bangunan yang terletak di atas bangunan. Kemuncak ini berbentuk 'caitya' dengan bagian atas semakin mengecil., berhias bunga mekar, dan suluran. |
|
31 |
Pancuran Air, Pancuran air dalam bahasa Sansekerta
disebut jaladwara .
Biasanya terdapat pada bangunan candi ataupun pemandian di masa Jawa kuna. |
|
32 |
Miniatur Tiang Bangunan, Tiang bangunan berfungsi sebagai tiang penyangga/penguat bangunan. Ada yang dibuat polos tanpa hiasan, dan ada pula yang dihias dengan motif sulur- suluran. |
|
33 |
Kotak Jamu, Kotak jamu serupa ini dipengaruhi oleh budaya Cina dan banyak dibuat di Palembang (Sumatera selatan) |
|
34 |
Batu ulekan/Cobek, Terdiri dari sepasang batu, yaitu lumpang yang berbentuk bulat
dan alu / penumbuk. Lumpang dan penumbuk digunakan untuk menumbuk makanan dan ramuan obat- obatan. |
|
35 |
Pipisan dan penggilingan, Kemungkinan alat ini digunakan untuk menggiling ramuan obat tradisional. |
|
36 |
Patung Tabib, Patung yang menggambarkan figur India Muslim. Pada masa Hindia Belanda ditempatkan di balai pengobatan atau toko obat. |
|
37 |
Lumpang dan Panggilingan, Kemungkinan benda ini digunakan untuk membuat ramuan obat- obatan tradisional. |
|
38 |
Wadah Kelapa Laut (Poh Jenggi), Digunakan sebagai wadah ramuan obat-obatan tradisional. |
|
39 |
Pipisan dan Gandik, Alat ini terdiri dari dua bagian yaitu pipisan dan gandik (penggilian). Diduga benda ini digunakan untuk membuat ramuan obat-obatan tradisional dengan cara
ditumbuk. |
|
40 |
Pendil, Pendil adalah salah satu
bukti kemajuan teknologi.
Hal tersebut disebabkan pada saat proses pembuatan pendil dibutuhkan komposisi bahan serta pembakaran
yang tepat. Benda ini memiliki bentuk yang membundar
serta terdapat karinasi. Selain
itu, di bagian badan
terlihat adanya hiasan geometris. Pendil ini kemungkinan digunakan sebagai wadah untuk aktivitas sehari--hari atau bekal kubur. |
|
41 |
Bokor, Kemungkinan berfungsi sebagai wadah air atau makanan. |
|
42 |
Jamasj Tameng atau dalam bahasa lokalnya disebut jamasj ini bergaya khas Asmat Tengah. Tameng ini
terbuat kayu mangrove berukuran besar. Bentuknya persegi panjang dengan ragam hias yang
diukir cukup dalam. Bagian atas tameng terdapat figur tjemen
yang merupakan lambang
phallus atau alat kelamin
laki-laki. Ragam hias pada tameng ini menyerupai sosok manusia
jongkok yang direpresentasikan dengan figur yang terdiri dari dua belalang sembah/ belalang
sentadu yang disebut wenet. |
|
43 |
Canting Cap, Canting cap merupakan alat untuk menorehkan lilin
atau malam pada kain polos untuk menghasilkan suatu ragam hias pada proses pembuatan kain batik. Canting cap mulai dikenal sekira
tahun 1850 di kawasan pesisir utara Jawa yang terkenal dengan industri
batiknya. Batik cap lebih cepat proses pembuatannya. |
|
44 |
Pemukul Kulit Kayu, Selain ditemukan di Kalimantan (Ampah) juga ditemukan di Sulawesi (Kalumpang dan Minanga Sipakka). Berbentuk segi
empat pada salah satu sisinya beralur sejajar. Kegunaan dari alat pemukul kulit kayu adalah untuk menyiapkan bahan pakaian dengan cara memukul-mukul kulit kayu sampai halus serta
membuat motif pada kulit kayu.
Saat ini pemukul kulit kayu masih digunakan di Papua dan Sulawesi. |
|
45 |
Alat Cetak Uang Kasha, Sepasang alat cetak uang pada bagian permukaan berukir 6 sisi mata uang (= 3
buah) yang berbeda. Pada cetakan 3
sisi mata uang tertera huruf Arab, dibaca "wau" dan tahun 1267 terbalik dikelilingi bulatan-bulatan kecil.
Cetakan 3 sisi lainnya tertera tulisan Arab "Bandar Aceh
Darassalam"
terbalik dikelilingi bulatan-bulatan kecil. |
|
46 |
Pelandas, Benda ini digunakan sebagai pelandas dalam proses pembuatan benda-benda tembikar. |
|
47 |
Alat Pembuat
Tepung Sagu, Merupakan salah
satu contoh teknologi memproduksi sagu. |
|
48 |
Miniatur Pembuat
Minuman Saguer, Miniatur ini menggambarkan proses produksi pembuatan minuman. |
|
49 |
Kowi, Kowi merupakan wadah pelebur logam, berbentuk seperti cawan, berukuran kecil, polos tanpa hiasan. Terkadang benda perunggu yang tidak dipakai biasanya dilebur kembali guna memuat barang baru. |
|
50 |
Alat Pintal, Alat pemintal benang yang merupakan bagian dari peralatan menenun kain. |
|
51 |
Kentongan Kentongan biasanya dipukul sebagai pemberi isyarat atau untuk memanggil warga
atau tanda bahaya. |
|
52 |
Genta Candi, Genta candi memiliki ukuran yang besar.
Genta candi digunakan di lingkungan percandian atau kuil sebagai alat komunikasi untuk memanggil umatnya beribadah. Oleh
karena hiasan pada puncak genta berbentuk arca dan dinding luar genta cukup raya maka
kemungkinan dibuat dengan teknik pengecoran logam sistem cetak
lilin hilang dan patri. |
|
53 |
Sepeda, Sepeda zaman dahulu memiliki roda belakang yang lebih besar dibandingkan roda depan. Sepeda sejenis ini diperkirakan dimiliki
oleh orang-orang kaya pada masa Hindia Belanda, berasal dari abad ke 19. |
|
54 |
Model Pesawat Terbang, Model pesawat
terbang tipe F VII
dengan huruf pendaftaran H- NACC. Penerbangan pertama dari Belanda ke Indonesia pada tanggal
1 Oktober hingga 24 November 1924, dengan penumpang Van Der Hoop, Van Weerden Poelman dari Van En Broeke. |
|
55 |
Uang Gobog, Bagian tengah berlubang tembus sisi lainnya. Di sekitar lubang terdapat motif bintang bersudut enam. Sisi muka bergambar relief wayang (Semar, Kresna), seekor gajah dan
ular. Sisi lainnya tertera tulisan Arab yang merupakan kalimat Syahadat "La ilaha Illallah, Muhammad Rasulullah"
. Uang ini disebut juga "pisis"
dan diperkirakan beredar pada masa
akhir Kerajaan Majapahit. |
|
56 |
Uang Kampua,
Jenis uang ini terbuat dari sehelai kecil
tenunan kasar berbentuk persegi panjang. Tenunan ini dibuat oleh putri-putri
istana dengan jumlah dan corak yang ditentukan di bawah pengawasan Manteri
Besar. Setiap tahun coraknya dibuat berbeda untuk menghindari pemalsuan. Pemalsu uang "Kampua" dapat dituntut hukuman mati. |
|
57 |
Prasasti Kelurak,
Yogyakarta |
|
Beraksara Pranagari dan berbahasa Sansekerta. Berisi tentang pendirian
sebuah bangunan suci untuk Manjustri atas perintah Raja Indra.
Menurut para ahli bangunan yang dimaksud adalah
candi Sewu |
|
|
58 |
Prasasti Kalasan, Yogyakarta |
|
Berbahasa Sansekerta
dengan aksara Pranagari yang berisi tentang Maharaja Dyah Pancapana Kariyana Panangkarana mendirikan bangunan suci
untuk Dewi Tara |
|
|
59 |
Prasasti Lobu Tua, Baros, SUmaera
Utara Prasasti yang ditulis dalam aksara
dan bahasa Tamil.
Menyebutkan tentang Dewan Serikat
Dagang dalam kelompok ‘Lima ratus dari seribu arah’ bertemu di Velapuram in Virochu (Baros), dan menganugerahkan pada dua orang gelar Nakara Senapati Nattu-cettiyar dan
Patinenbhum-teci-appar,
dan kelompoknya yang dinamakan mavettus. |
|
60 |
Sanghyang Tapak, Cibadak, Jawa Barat Beraksara dan bahasa Jawa
Kuna, Berisi tentang seorang Raja dari Prahajyan Sunda bernama
Sri Jayabhupati menetapkan daerah larangan di bagian timur Sanghyang Tapak, yaitu bagian
sungai (lubuk) yang ikannya tidak boleh ditangkap. |
|
61 |
Prasasti Bulai, Jawa Tengah Beraksara dan berbahasa Jawa
Kuna, tidak memuat nama raja, prasasti
ini berjenis ’suddhapattra’, yaitu prasasti yang berisi tentang pelunasan utang piutang. |
|
62 |
Perahu Lete, Madura |
|
Perahu lete
Madura merupakan jenis perahu niaga dengan daya angkut sekitar 100-500
ton, figunakan untuk pengangkutan antarpulau. |
|
|
63 |
Model Rumah
Tinggal, Jawa Barat Miniatur ini merupakan penggambaran
Rumah tradisional masyarakat Sunda. Rumah dengan bentuk seperti
ini digunakan sebagai Rumah Tinggal |
|
64 |
Model Rumah
Tongkonan, Toraja, Sulawsei Selatan Tongkonan merupakan rumah tradisional suku bangsa Toraja. Tongkonan berasal dari kata
tongkon yang berarti
duduk. Rumah tongkonan digunakan untuk bermusyawarah, mendengarkan perintah, dan menyelesaikan masalah adat. Tongkonan selalu
meghadap ke
Utara yang merupakan ungkapan simbolik penghormatan dan memuliakan ‘Puang Matua’
(pencipt jagat raya)l |
|
65 |
Sumpit, Dayak, Kalimantan Barat Sumpit adalah alat berburu dan berperang yang sangat efektif untuk sasaran yang berukuran
kecil. Sumpit dibuat dari bahan kayu dengan bentuk dasar serupa dengan laras senapan. Tiupan mulut yang kuat untuk menembakkan peluru sumpit pada prinsipnya serupa dengan mesiu senapan. Masyarakat tradsional Nusantara telah mengenal pemakaian alat ini sejak masa kecil
dengan sumpit
bamboo dalam permainan perang-perangan. |
|
66 |
Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia banyak menerbikan mata uang sendiri
seperti Samudra Pasai (derham dan Kasha), Kerajaan Palembang (Piti
Buntu dan Piti Teboh). Kerajaan Cirebon
(Kasha) Kerajaan Buton (Kampua), Kerajaan Goa (Jingara), Kerajaan Banjarmasin (Keping), dab lain-lain
sebagai akibat meningkatnya hubungan
perdagangan internasional dengan negara-
negara Timur Tengah. Umumnya uang tulisan ini tertera
tulisan Arab dengan kata sultihan
sebagai pengganti gelar
raja dan juga tahun Hijriyah, kecual uang Kampua/Bida dari Buton. |
|
67 |
Kuwera (Hindu) atau Jambhala (Buddha), Jawa Tengah Kuwera adalah dewa kekayaan, kemakmuran, para pedagang. Kuwera dianggap sebagai
symbol
kekayaan dipuja oleh para pedagang atau usahawan karena dewa ini dianggap sebagai
pelindungnya. Ciri-cirinya berperut besar dan dikelilingi pundipundi harta. |
|
68 |
Timbangan, Kesultanan Banjar/Banjarmasin, Kalimantan Selatan Digunakan untuk menimbang pajak in natura berupa hasil bumi. Konon Sultan Banjar duduk di
salah satu sisi timbangan sebagai anak timbangan sedangkan lain ditempatkn hasil bumi,
sehingga berat
hasil bumi harus seimbang dengan berat
badan sultan |
|
69 |
Miniatur Perahu Nade, Sumatera Perahu ini merupakan perahu niaga
tradisional. Perahu in digunakan untuk megangkut kayu, hewan dan barang-barang lain untuk diperdagangkan. Sekarang perahu ini sudah banyak menggunakan mesin, berbobot mati antara 200-500
ton. |
|
70 |
Miniatur Perahu Janggolan, Galis, Bangkalan, Madura Kata janggolan berarti
perhubungan. Perahu janggolan merupakan perahu niaga untuk jarak sedang. Perahu ini biasanya digunakan untuk megangkut garam dari ladang. Selain itu, juga
digunakan untuk mengangkut kelapa yang banyak dihasilkan di sepanjang pesisir Madura. |
|
71 |
Haluan Perahu, Pulau Papua |
|
72 |
Ani-ani, Sumatera Alat yang digunakan untuk memotong padi |
|
73 |
Kincir Air, Sumatera Barat Kincir air berfungsi sebagai penumbuk padi. Kincir diletakan di samping sebuah kali kecil
atau selokan yang airnya deras. Arus air akan memutarkan kincir, mengangkat engikit yang berfungsi sebagai penumbuk di atas lesung |
|
Lantai 3
No |
Koleksi
Museum Nasional |
Foto |
1 |
Manik-Manik, Merupakan peninggalan masa Paleometalik/Perundagian.
Kalung ini terdiri
dari manik-manik yang memiliki beragam
bentuk, warna, serta ukuran. Fungsi benda ini,
diduga digunakan sebagai
bekal kubur. |
|
2 |
Kendi, Bentuk kendi
sudah tidak utuh karena di bagian atas telah pecah. Pada saat ditemukan,
di dalam kendi tersebut terdapat pasir serta fosil kerang. Adapun fungsinya diperkirakan sebagai bekal kubur, karena ditemukan di situs penguburan. |
|
3 |
Prasasti Kanjuruhan, Prasasti ini ditulis
dalam aksara Jawa Kuna dan bahasa Sansekerta. Isinya
mengenai seorang raja bernama Gajayana
yang bertahta di Kanjuruhan pada tanggal 1 Kresnapaksa bulan Margasira tahun 682 Saka mendirikan sebuah bangunan suci untuk menempatkan
arca Agastya dari batu hitam sebagai
pengganti
arca Agastya yang telah
dibuat oleh nenek moyangnya dari kayu cendana. |
|
4 |
Rumah Kyai , Model rumah yang merupakan tiruan dari rumah milik
seorang kyai di Kudus, Jawa Tengah. Rumah dengan bentuk limasan ini dindingnya dihiasi dengan banyak ukiran yang biasanya dimiliki oleh pedagang kaya dan terkadang juga sebagai pemimpin agama atau kepala
kampung. |
|
5 |
Miniatur Masjid, Arsitektur masjid ini merupakan
perpaduan gaya arsitektur
masa Hindu-
Buddha dengan masa Islam, memiliki atap tumpang bersusun tiga dengan
puncaknya berbentuk seperti stupa seperti pada bangunan candi. Bentuk puncak bersusun ini mirip dengan bentuk
pura meru yang banyak ditemui di Bali dan daerah Cakranegara di Lombok. |
|
6 |
Stempel, Stempel ini bertuliskan aksara Arab bahasa Melayu yang berbunyi
"Pangeran Penghulu Nata Alam Hamim al Qadhir
Syara fil Balad al Palembang" dan terdapat angka tahun hijriah 1294 |
|
7 |
Gelas Berkaki, Keberadaan gelas
berkaki di Indonesia merupakan
salah satu pengaruh
kedatangan bangsa Eropa. Gelas berkaki
umumnya digunakan sebagai
wadah minuman anggur dan minuman beralkohol lainnya. Pada badan gelas
dihias kapal layar khas Belanda
dan terdapat kalimat "Het Oost Indische Compagnie
Welvaren" yang artinya "Kesejahteraan
Perseroan Hindia
Timur". |
|
8 |
Piring, Piring ini merupakan bagian dari satu set perlengkapan makan. Pada bagian tengah piring terdapat gambar seekor macan dan gajah sedang memegang tulisan "CJW", sedangkan di bawah kaki keduanya terdapat tulisan "Mallacca". Penduduk Malaka memberikan perlengkapan makan
ini kepada pemimpin
Angkatan Laut Belanda
"Constantijn Johan Wolterbeek", karena pada tahun 1818 telah berhasil merebut
kembali Malaka dari Inggris. |
|
9 |
Medali, Medali tanda penghargaan 350 tahun kelahiran Jan Pieter Zoon Coen (1587 - 1937), pendiri kota Batavia, Hindia
Belanda (Indonesia). |
|
10 |
Segel Mata Uang 20 Gulden, Berbentuk seperti anak timbangan, terdiri
dari 2 bagian, pegangan dan kepala segel. Pegangan berbentuk kecil bulat, kepala segel berbentuk
silindris yang mengecil di bagian bawah. Permukaan segel (bagian bawah)
berukir lambang Kerajaan Belanda diapit nilai nominal dan tulisan yang digambarkan secara terbalik. |
|
11 |
Peti Besi, Peti memiliki makna yang cukup penting
bagi kehidupan bagi bangsa Eropa dan biasanya digunakan untuk
menyimpan benda
berharga, arsip, pakaian dan lain-lain. Peti ini dihias dengan gaya Barok yang berkembang pada masa pemerintahan raja Louis
XIV di Perancis pada abad ke-17 M. Peti serupa ini berfungsi untuk menyimpan uang. |
|
12 |
Sesako, Lampung. Merupakan seperangkat kursi kebesaran, yang digunakan dalam upacara papadon yaitu pengangkatan seorang kepala Marga dari salah satu suku
bangsa. Sesako ini merupakan
bagian belakang
bangku pendek
dimana calon kepala suku itu duduk bersimpuh.
Upacara diadakan pada ruang upacara di dalam rumah adat. Motif naga merupakan
simbol kekuatan, motif burung
merupakan
simbol kekayaan, motif ikan simbol dari kesuburan
dan muka manusia merupakan simbol kekuasaan. Semua simbol
ini merupakan cerminan hidup seorang kepala
adat. |
|
13 |
Kursi Upacara Dayak Ngaju, Kalimantan Tengah. Digunakan
oleh kepala suku Dayak Ngaju
di Kalimantan Tengah. Berbentuk seorang laki-laki dengan menggunakan hiasan kepala perpaduan antara burung
enggang dan naga yang disebut
'Aso'. Laki-laki tersebut memegang seekor ular yang dikelilingi oleh seekor naga. Suku Dayak Ngaju merupakan
bagian dari kelompok Dayak Barito yang terkenal
dengan pahatannya, khususnya ukiran
benda-benda upacara. 'Aso' pada kursi tersebut merefleksikan kepercayaan bahwa burung enggang mewakili
surga dan naga simbol dari neraka. |
|
14 |
Batik Per Keper, Ragam hias pada kain batik ini dikenal sebagai per keper yang berarti
kupu- kupu. Makna dari ragam hias ini adalah cinta yang abadi. Sebagai salah satu sentra batik pesisiran, ragam hias batik Pamekasan banyak terinspirasi dari flora, fauna, dan hasil kontak budaya dengan pihak
luar. Dalam pemilihan warna cenderung cerah dan berani dibandingkan
batik pedalaman yang berasal dari Yogyakarta dan Surakarta. |
|
15 |
Ulos Ragi Idup, Ulos ragi idup merupakan kain yang sangat bernilai bagi orang Batak Toba. Kain ini biasanya dipakai dalam upacara daur hidup seperti upacara kelahiran, perkawinan dan kematian. Ulos dipakai oleh laki-laki maupun perempuan, laki-laki memakainya sebagai selimut penutup bahu sedangkan perempuan memakainya sebagai kain penutup
dada sampai kepinggang. Kain ulos yang berwarna putih merah mempunyai nilai
yang tinggi, ia dipercaya dapat menjauhkan sipemakai
dari gangguan terhadap tubuh atau
sebagai penolak bala yang memberikan kehangatan kepada tubuh
sipemakai. Kain ulos ini merupakan hadiah dari pihak perempuan kepada
pihak laki-laki pada upacara perkawinan. |
|
16 |
Selendang songket, Palembang dikenal sebagai daerah penghasil songket yang menggunakan benang emas. Benang
emas sangat bernilai dan menunjukkan status sosial bagi pemakainya. Motif pucuk rebung
pada kepala kain dipercaya dapat menolak pengaruh jahat. Kain songket biasanya juga menjadi warisan turun temurun yang hanya dipakai pada upacara keluarga
yang amat penting
saja. |
|
17 |
Sireuw, Manik-manik kaca merupakan benda
yang dianggap sebagai benda
yang bernilai tinggi bagi masyarakat Papua yang berada di daerah Teluk Humbolt
dan Danau Sentani. Di
daerah Danau Sentani, manik-manik
yang tua sangat berharga sebagai bagian dari mas kawin selain
kapak batu dan gelang manik-manik.
Mereka percaya bahwa manik-manik dengan bentuk
atau warna tertentu
mempunyai kekuatan tertentu yang hanya boleh dipakai oleh kepala
adat atau dukun yang kemungkinan dapat mengendalikan
kekuatannya. Sireuw
dipakai oleh wanita
dalam upacara adat, umumnya pada saat tarian. |
|
18 |
Kain Kofo, Orang Sangir Talaud memanfaatkan
serat pohon pisang dipadukan dengan
benang kapas untuk membuat kain kofo. Ragam hias pada kain kofo dibuat menggunakan teknik songket. Kain ini tahan air dan bertekstur keras. Pemanfaatan kain kofo tergantung pada ukurannya. Kain kofo berukuran kecil digunakan sebagai
taplak meja. Sedangkan yang berukuran besar digunakan sebagai pembatas ruangan. |
|
19 |
Tapis, Tapis merupakan
kerajinan tradisional masyarakat Lampung dalam menyelaraskan
kehidupannya terhadap Tuhan dan lingkungannya.
Tapis dipakai oleh perempuan pada saat upacara adat, misalnya
saat upacara pernikahan. Tapis digunakan pada bagian
pinggang ke bawah
berbentuk sarung dengan bahannya terbuat dari benang
kapas dengan
motif alam, flora dan fauna yang disulam dengan benang emas dan benang perak. |
|
20 |
Sarung, Sarung tenun khas Sumba yang permukaannya dipenuhi sulam aplikasi kerang dan manik-manik
motif fauna. Motif ini memiliki makna penting
bagi kehidupan orang Sumba. Kain ini juga dikenal dengan "Paliri Mbola"
yang artinya
bagian dasar sebuah
keranjang dan bagian dari mas kawin. Selain itu, sarung ini juga dipakai dalam upacara kematian dan sebagai
bekal kubur. |
|
21 |
Kalabubu, Nias. Dalam bahasa setempat kalung
ini disebut kalabubu, dibuat
dari
tempurung kelapa. Dipakai oleh laki-laki pada waktu berburu
yang merupakan
simbol kesuksesan dalam berperang. |
|
22 |
Perhiasan Kepala, Sangir
Taulud, Perhiasan kepala yang dibuat
dari kulit penyu berbentuk seperti perahu. Perahu merupakan sarana transportasi dan komunikasi yang penting bagi masyarakat Taulud.
Dipakai oleh wanita
di hari pernikahan |
|
23 |
Gelang Kaki Madura, Madura. Para wanita
di Madura mempunyai adat kebiasaan memakai gelang
di pergelangan kaki, digunakan terutama pada acara-acara tertentu
sebagai pelengkap pakaian adat. |
|
24 |
Pipa Rokok, Pipa rokok ini biasanya digunakan secara bergantian diantara para laki-laki ketika sedang berkumpul bersama di beranda
rumah atau pada upacara-upacara adat
lainnya. |
|
25 |
Paidon, |
|
Paidon ini digunakan sebagai
wadah ludah
sirih. Ragam hias pada bagian bawah paidon berbentuk sulur-suluran
dan bunga yang dipengaruhi
oleh motif Eropa. |
|
|
26 |
Pinggan, |
|
Dibuat dari kayu,
dengan bentuk
bulat lonjong, permukaannya halus berwarna hitam, wadah ini digunakan untuk tempat makanan yang akan disajikan. Pada bagian luar permukaan wadah terdapat ukiran timbul bermotif binatang melata. |
|
|
27 |
Kendi Pengantin, |
|
Tulang Bawang. |
|
|
Kendi ini berfungsi sebagai wadah air, namun dapat pula digunakan sebagai
wadah jamu, dan juga dalam upacara perkawinan. Kendi bercorot dua dengan figur pengantin
perempuan merupakan
benda ritual dalam upacara perkawinan, sebagai simbol perkawinan yang langgeng. |
|
|
28 |
Keris, Bangkalan, Madura.Keris bersarung
perak dengan berbentuk raksasa duduk dan bermahkota. Berhias motif sulur dan spiral. Keris dapat merupakan bagian dari
perlengkapan dalam berpakaian adat atau dalam masyarakat tertentu
juga merupakan
benda yang diwariskan secara turun temurun
sebagai warisan. |
|
29 |
Model Rumah Gadang, Minangkabau, Sumatera Barat Model rumah tinggal seseorang kepala
adat di Padang, Sumatera Barat. Jenis rumah ini disebut
kelas lumbung
atau apabila dilihat bentuk
atapnya dinamakan gajah menyusui anak. Di dindingnya penuh
hiasan yang menunjukkan bahwa rumah ini dihuni
oleh keluarga bangsawan. Rumah gadang dihuni
oleh keluarga besar matrilineal, yang terdiri
dari kepala rumah tangga, ibu,
anak, serta kemenakan-kemenakan dari pihak keluarga. |
|
30 |
Model Rakit Palembang, Model rumah rakit merupakan jenis bangunan yang digunakan
oleh masyarakat yang tinggal di sungai. Rumah rakit merupakan
tempat tinggal permanen
yang dibangun di atas rakit.
Rumah rakit merupakan rumah tertua di Palembang dan mungkin sudah ada sejak zaman kerajaan Sriwijaya. Selain digunakan sebagai tempat
tinggal, juga digunakan sebagai gudang dan kegiatan ekonomi. |
|
31 |
Balai Adat, Ambon. Balai adat merupakan sarana tempat berkumpulnya
warga desa untuk
mengadakan pertemuan atau rapat untuk membicarakan masalah-masalah
adat
yang memerlukan kesepakatan-kesepakatan bersama. |
|
32 |
Hiasan Ujung Perahu, Dekorasi ujung perahu ini adalah kombinasi bentuk
naga dan gajah. Bentuk ini menyerupai bentuk makara di kuil Hindu-Budha. Kemungkinan besar dekorasi perahu ini dipengaruhi oleh seni dari periode Hindu-Buddha yang terus berkembang sampai periode kesultanan. Berdasarkan bentuk
dan dekorasi besar, dekorasi perahu ini lebih cenderung digunakan untuk menghias ujung perahu kerajaan. Selain fungsi estetika, dekorasi ujung perahu ini juga digunakan untuk menghindari
pengaruh jahat selama pelayaran. |
|
33 |
Sandal, Kayu Dibuat dari kayu ringan, digunakan pada waktu upacara peralihan seseorang dari masa anak- anak menjadi dewasa. |
|
34 |
Jempana (Tandu), Badung, Bali Tempat duduknya disangga oleh empat ekor singa. Teks di belakang berbunyi: “Tandu dari Pamecutan, selesai dibuat
pada tanggal 30 Agustus 1827 Saka (1905 Masehi)”. |
|
35 |
Cager, Masyarakat yang tinggal di tepi pantai menggunakan bermacam-macam alat untuk
menangkap ikan. Peralatan yang digunakan sangat sederhana seperti bubu yang dibuat dari bambu yang diletakkan
di dasat laut dan berfungsi sebagai
perangkap. |
|
36 |
Perahu Lancang Kuning, Asahan, Sumatera Utara No. inv. 828 Ketika Islam masuk di daerah pesisir Sumatera dan Kalimantan, kapal upacara yang bernama perahu Lancang Kuning dipamerkan pada upacara panen. Dalam upacara tersebut perahu- perahu yang lebih kecil
digunakan untuk membawa sesajen yang akan dipersembahkan kepada
dewa pada waktu upacara tahunan
ini. |
|
37 |
Model Bale Piyasan, Bali Model bale ini disebut Bale Piyasan yang berdiri di atas 12 tiang, di bagian langit-langit
terdapat patung
garuda wisnu yang digunakan ebagai tempat turunnya
para dewa pada waktu upacara |
|
38 |
Nekara, Pulau Sangeang, NTB Nekara termasuk tipe Heger I dengan bentuk
yang proporsional, yaitu
memiliki bagian atas (bidang pukul, bada, dan kaki). Umumnya Nekara
digunakan sebagai
alat
komunikasi, status social, atau sebagai benda
upacara untuk memanggil hujan. |
|
39 |
Moko, Pulau Alor, NTT Moko memiliki bentuk menyerupai jam pasir terdiri dari bidang pukul, bagian bada,n dan
kaki. Adapun fungsinya kemungkinan sebagai bekal kubur dan mas kawin pada masyarakat yang memijliki status sosial tinggi. |
|
40 |
Arca Batu Gajah Pasemah (Replika), Pasemah, Palembang, Sumatera
Selatan Pada arca ini terdapat pahatan yang menggambarkan manusia sedang menunggang gajah. Manusia tersebut memakai topi, perhiasan berupa anting, kalung, dan gelang
kaki dari logam, serta membawa senjata tajam di pinggang, pada punggungnya terdapat
nekara. Arca batu ini ditemukan di Pasemah, Sumatera
Selatan. Suatu situs Megalitik di
lereng Gunung Depo dan hulu sungai Musi. Peninggalan tradisi Megalitik
di Pasemah sangat terkenal karena selain |
|
41 |
peninggalan prasejarah sangat banyak juga
tradisinya berlanjut hingga kini. Sertali, Batak Karo, Sumatera Utara digunakan sebagai
hiasan kepala wanita
pada upacara perkawinan untuk
kalangan
bangsawan. Jika pengantin wanita
memakai Sertali, maka pengantin laki-laki memakai bura layang-layang
di lehernya, yang kadang-kadang disebut Sertali layang-layang. |
|
42 |
Topi Perang, Kalimantan Barat Topi dengan hiasan burung enggang. Bagi orang Dayak burung
enggang merupakan
perwujudan dewa atas yang melindungi manusia. Ia akan turun ke bumi untuk memberikan perlindungan dan memberi berkah kesuburan. Topi
ini digunakan oleh kepala suku pada waktu perang atau tarian berperang. |
|
43 |
Padasan Paksinagaliman, Cirebon Padasan merupakan
tempat air, yang biasa digunakan untuk bersuci bagi pengant agama Islam sebelum melakukan ibadah. Padasan ini
menggunakan dudukan berbentuk paksinagaliman.
Paksi adalah burung
yang melambangkan
udara, naga atau ular melambangkan laut, sedangkan liman adalah gajah yang melambangkan darat. Gabungan
ketiganya merupakan unsur kekuatan. Ketiga bentuk binatang tersebut diwujudkan dalam bentuk kereta keratin yang digunakan oleh sultan untuk
acara-acara tertentu
di istana. |
|
44 |
Padasan Singabarong, Cirebon Padasan (wadah air untuk beruwudu) ini meggunakan dudukan berbentuk singabarong. Singa merupakan
bentuk yang berusia paling
tua. Kemudian diikuti bentuk lain seperti
paksinagaliman.
Singabarong diambil dari singa yang merupakan raja hutan. Bentuk
ini merupakan ciri
khas Kesultanan Kasepuhan. |
|
45 |
Hiasan Kepala (Eja Pako), Enggano, Bengkulu Hiasan kepala ini digunakan oleh gadis-gadis Enggano saat festival menari atau dalam bahasa loka disebut kalea. Suara kemilu atau keong
besar akan menjadi alat musik tradisional yang memulai suatu tarian yang diiringi bunyi-bunyian dari mulut para penari. Kalea dilakukan untuk merayakan
peristiwa-peristiwa penting seperti saat panen, kematian, dan upacara adat lainnya. |
|
46 |
Prasasti Talang Tuo, Palembang, Sumatera Selatan Prasasti ini berisi tentang pembuatan kebun
Sriksetra atas perintah Punta Hyang Sri Jayanasa untuk
kemkmuran semua makhluk. Ada juga doa dan harapan yang jelas menunjukan sifat agama Buddha. Aksara Pallawa dan bahasa Melayu Kuno. |
|
47 |
Kacip Alat ini digunakan untuk membelah dan mengupas buah pinang |
|
48 |
Model Rumah Nias Selatan, Nias, Sumatera Utara Rumah ini berbentuk bulat
panjang meniru perahu. Rumah Nias Selatan lebih
kaya hiasan
dibandingkan dengan Nias Utara. Pada bagian muka rumah ini biasanya diukir dengan patung burung, ular, atau kijang yang dianggap sebagai
lambang dunia atas. |
|
49 |
Wadah Obat, Batak Sumatera Utara Wadah ini berisi obat yang dibuat dari ramuan akar, daun, dan kulit phon tertentu
yang diberikan oeh dukun kepada penderita sakit. |
|
50 |
Model Lumbung Padi (Sapo Page), Batak Karo, Sumatera
Utara Bangunan ini merupakan
bangunan bertingkat, pada bagian bawah digunkan untuk
menyiman padi, sedangkan bagian atas dijadikan tempat tidur
anak laki-laki. Dahulu, umumnya anak laki- laki yang masih lajang tidak tidur di rumah adat tetapi di jabur (tempat pertemuan adat) atau di atas lumbung
padi. |
|
51 |
Model Rumah Enggano, Enggano, Bengkulu Rumah Enggano berkonstruksi melingkar, bentuk seperti sarang tawon di atas tiang setinggi
1-2 meter dan mempunyai sebuah lubang
oval sebagai pintu.
Rumah ini berfungsi sebagai tempat tinggal dan dibangun
di tepi sungai atau pantai. |
|
52 |
Kain Kofo, Sulawesi Utara Orang Sangir
Talaud memanfaatkan
serat pohon pisang dipadukan dengan benang kapuk untuk membuat kain songket yang dikenal sebagai kain kofo. Kain ini tahan air dan
bertekstur keras. Kain kofo berukuran kecil
biasa digunakan sebagai taplak meja atau hiasan dinding sedangkan yang berukuran besar digunakan sebagai
pembatas ruangan. |
|
53 |
Kain Tapis (Lampung), Lampung Pada masyarakat lampung sarung
tapis dipakai dipakai oleh perempuan pada saat upacara adat contohnya digunakan untuk
pendamping pengantin pada saat upacara perkawinan. |
|
54 |
Ikat Kepala (Siga), Lore, Poso Sulawesi Tengah Siga adalah kain kulit
kayu yang digunakan sebagai
ikat kepala atau destar laki-laki yang digunakan pada upacara adat. Permukaanya dihiasi motif-motif
geometris yang dipercaya dapat memberi kekuatan bagi pemakainya. |
|
55 |
Medali Medali Ratu Wilhelmina yang dipertuan di Negeri Beanda dan Hindia Belanda (Indonesia) serta
di daerah koloninya pada tahun 1902. |
|
56 |
Medali Medali sebagai
tanda peringatan wafatnya mantan Gubernur Jenderal Hindia
Belanda Johannes Graaf van den Bosch pada 28 Januari 1844 |
|
57 |
Model Lumbung (Rangkiang) Tempat menyimpan padi dari Sumtera Barat |
|
58 |
Sena pa n pa
nja ng “Setengga
” , Solok Sumatera
Barat Senjata panjang ini dipakai oleh orang Eropa pada waktu pperang paderi.
Orang Minang menyebutnya dengan ‘badiek si tingga’ dari bahasa Malaysia istinggar atau dari bahasa Portugis epingards
yang berarti senjata panjang |
|
Lantai 4
No |
Koleksi
Museum Nasional |
Foto |
Khasanah Wonoboyo |
||
|
Khasanah Wonoboyo, Benda-benda Khasanah Wonoboyo tidak sengaja ditemukan oleh Cipto Suwarno beserta keenam tetangganya yang bernama Witalakon,
Hadisihono, Widodo, Suhadi, Surip dan Sumamo
pada tanggal 17 Oktober 1990 di lahan milik Cipto
Suwarno sendiri, yang bermaksud menggali tanah tersebut untuk
dijual sebagai
tanah urugan. Benda-Benda ini tersimpan di dalam empat buah guci Cina dari masa Dinasti Tang (618-907 M) yang berwarna olive-green dan sebuah boks bundar besar dari perunggu
yang tertimbun di kedalaman ± 2,75 m. Tidak kurang dari 35 kilogram emas termasuk 6396 keping emas "pilocito" dan 600 keping mata uang perak yang ditemukan di situs Wonoboyo ini. Benda-benda berupa emas dan perak ini kemudian disimpan di
Museum Nasional sedangkan wadah-wadah penyimpanan berupa guci dan boks perunggu disimpan di Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala
(BP3) Yogyakarta. |
|
1 |
Mangkuk Ramayana, Pada seluruh
sisi luar mangkuk berhiaskan relief
cerita Ramayana (masa pembuangan Rama, Shinta dan Laksmana hingga penculikan Shinta
oleh Rahwana). yang dibuat
dengan ketelitian tinggi
menggunakan teknik repousse . Mangkuk ini dikenal dengan sebutan Mangkuk Ramayana dan menjadi koleksi masterpiece
dari Khasanah Wonoboyo. Fungsinya diperkirakan sebagai wadah persembahan atau sesaji. |
|
2 |
Hiasan Dada, Bentuknya mengambil
inspirasi dari bentuk
bulan sabit. Hiasan ini dipenuhi dengan motif floral, yang umum digunakan sebagai
ragam hias pada hiasan
dada. Ditinjau dari ukuran, kemungkinan digunakan sebagai hiasan dada seorang laki-laki. |
|
3 |
Puncak Payung, Ujung puncak
payung yang berbentuk bunga teratai, di tengahnya terdapat sebuah kamandalu, kendi
tanpa pegangan atau tanpa corot (wadah air suci atau amerta). Puncak payung emas merupakan
sebuah lambang kekuasaan. Bunga teratai mempunyai peranan penting dalam kesenian Hindu dan Buddha.
Hanya saja penggambaran teratai yang seperti ini jarang dijumpai. |
|
4 |
Sekelompok
Cincin, Dalam berbagai prasasti Jawa Kuna, cincin
disebut simsim . Cincin yang ditemukan di desa Wonoboyo ini terdiri dari berbagai motif, yaitu cincin
stempel, cincin
bermata batu mulia, dan cincin
tanpa batu permata yang dibentuk motif kelopak
bunga. Pada cincin stempel terdapat inskripsi "sri". Kadang-kadang tulisan "sri" diubah
menjadi motif purnakumbha
di atas padmāsana. S elain itu ada dua buah cincin
yang sangat menarik dengan hiasan śaokha
(siput)
bersayap dan visvavajra
yang kemungkinan dipakai oleh raja/penguasa, mengingat umumnya raja menggap dirinya sebagai titisan dewa Wisnu
yang menjaga keselamatan dunia. |
|
5 |
Hiasan Telinga, Lempengan emas tipis bentuk
helai daun panjang dengan pangkal teratai mekar yang mungkin dipakai sebagai perhiasan telinga (sumping
, bahasa Jawa). Bentuk sumping
seperti ini hingga sekarang di Jawa masih dipakai oleh raja-raja dan
pengantin laki- laki (sumping
daun). |
|
6 |
Sekelompok Anting-Anting, Anting-Anting yang ditemukan di situs Wonoboyo ini bervariasi dalam bentuk
ukuran maupun
hiasan. Anting-anting yang berbentuk seperti segitiga dihiasi dengan batu-batu permata warna ungu, putih, merah. Adapula
yang berbentuk menyerupai cincin, dan ada pula yang berbentuk cembung bermotif bunga teratai. |
|
7 |
Sekelompok
Perhiasan Telinga Bentuk
Untiran, Benda berbentuk untiran bersusun ini tidak hanya ditemukan di situs Wonoboyo, tetapi juga ditemukan di daerah lain di pulau Jawa. Benda
ini diperkirakan
merupakan
perhiasan telinga yang dibuat dengan berbagai
variasi ukuran, bentuk, dan motif. Masyarakat Jawa Kuno sering menggunakan
banyak perhiasan untuk menutupi lubang
telinga mereka. |
|
8 |
Mata Uang, Mata Uang yang ditemukan di desa Wonoboyo jumlahnya sangat banyak, yaitu
kurang lebih 6396 keping mata uang emas "piloncito" dan 600 keping mata uang perak. Mata uang emas "piloncito" berbentuk seperti butiran jagung
dengan cap huruf
Nagari berbunyi ta , singkatan dari tahil
dengan berat 2,4 gram. Mata uang perak yang berbentuk bundar memiliki cap huruf
Jawa Kuna berbunyi ma , singkatan dari masa pada satu sisinya,
sedangkan pada sisi yang lainnya terdapat cap bergambar bunga berkelopak
empat. Mata uang ma dari perak ini tidak hanya ditemukan di Jawa melainkan juga di Bali dan
Sumatera. Mata uang ma perak ini beratnya sekitar 2,4 gram dan sudah digunakan sejak abad ke-9 Masehi. |
|
9 |
Lempengan Emas, Lempengan emas ini terkadang juga sering
disebut sebagai kertas emas. Belum diketahui
fungsinya secara pasti. Kemungkinan lempengan emas polos ini digunakan sebagai
bahan untuk membuat prasasti yang berisi mantra-mantra keagamaan atau sebagai
bahan untuk membuat perhiasan. |
|
10 |
Ikatan-Ikatan Emas Berbentuk Bundar, Ikatan-ikatan emas berbentuk bundar ini belum diketahui
fungsinya secara pasti. Setiap ikatan berbeda-beda jumlahnya dan berbeda-beda beratnya. |
|
Khasanah Muteran |
||
|
Khasanah Muteran, Di tahun 1881tepatnya pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, di sebuah desa yang bernama Muteran (saat ini secara administratif
masuk kecamatan Trowulan, kabupaten Mojokerto, Jawa Timur),
ditemukan benda-benda purbakala berupa
benda-benda emas dan perak secara tidak sengaja oleh beberapa petani yang sedang
menggarap tegalan. Benda-benda tersebut kemudian disimpan di Museum Nasional dan dikenal
sebagai khasanah Muteran. Khasanah Muteran diperkirakan berasal dari abad ke-9 Masehi atau abad ke-10 Masehi hingga abad ke-14 Masehi. Hal ini didasarkan pada beberapa analisis seperti: (1) Jenis aksara yang terdapat pada pinggan perak. Menurut Louis
Charles Damais, penanggalan pinggan perak ini diperkirakan
berasal dari tahun 775-825 Masehi; (2) Letak desa Muteran yang terletak disekitar Turen dekat desa Tambelang. Kata Tambelang ada kemiripan dengan Tamwlang, Ibukota kerajaan Sindok
(Prasasti Turyyan
929 Masehi); (3) Adanya dua candi Buddhis, Brahu dan Gentong di sekitar Muteran. Ditinjau dari gayanya, candi Brahu berasal dari masa antara tahun
1410-1446 Masehi,
diperkirakan candi Gentong dibangun pada masa yang sama dengan candi Brahu. |
|
11 |
Wadah, Di dalam wadah perunggu tertutup dan berukuran besar ini tersimpan seluruh "Khasanah Muteran" yang terbuat dari emas dan perak yang tertimbun
di dalam tanah sedalam 1.5 kaki. |
|
12 |
Arca Jambhala, Dewa kekayaan
atau kemakmuran dalam agama Hindu dikenal
sebagai Kuwera sedangkan dalam agama Buddha disebut Jambhala.
Ditinjau dari segi ikonografi, ciri- ciri kedua arca ini sama, yaitu perut
besar dan dikelilingi oleh pundi-pundi harta. Akan tetapi, arca Jambhala selalu menggunakan payung di atas kepalanya, sedangkan arca Kuwera tidak. |
|
13 |
Kelat Bahu, Kelat bahu atau keyura dalam bahasa Sansekerta
digunakan secara melingkar di bahu dengan bantuan ikatan tali. Pada penggunaannya,
hiasan kelat
bahu
menghadap ke depan, dan ada pula yang mengarah ke samping. Bentuk
kelat bahu ada yang menyerupai helai daun dengan hiasan motif floral, susunan mutiara yang membentuk ceplok bunga, sulur-
suluran, dan manik-manik
halus. Sulur-suluran kemungkinan menggambarkan keadaan alam pulau Jawa yang subur. |
|
|
Khasanah Emas Kesultanan, |
|
|
Khasanah Emas Kesultanan, Ruang khasanah emas etnografi Gedung B Museum
Nasional menampilkan koleksi-koleksi yang berasal dari kerajaan-kerajaan
Nusantara dari abad ke-16 hingga ke-20 Masehi. Koleksi dipamerkan menurut
fungsi dan sejarah pengumpulannya. Di banyak kebudayaan, emas dianggap sebagai benda
yang prestisius dan memiliki nilai tinggi.
Secara fisik, emas tidak berubah sepanjang waktu, mudah
dibentuk, dan berwarna menarik. Karena kekhususannya, emas banyak digunakan sebagai bahan utama pembuatan benda- benda regalia
kerajaan dan perhiasan. Makna emas juga dikaitkan dengan kemakmuran,
kesuburan, dan kebahagiaan. Selain koleksi
berbahan emas, dipamerkan pula benda yang berasal dari logam dan batu berharga lainnya. |
|
14 |
Jogan, Riau-Lingga, Riau Kepulauan, Sumatera Sebuah kipas ‘’jogan’’ yang merupakan
benda pusaka dari Sultan Riau Lingga. Bentuk kipas menyerupai daun. Kipas bertulisan Arab dalam bahasa Melayu yang antara lain berbunyi: “ Hua, Bismillah .....
bahwa inilah raja keturunan dari Bukit Siguntang, asalnya Sri Sultan Iskandar Zulkarnaen”. |
|
15 |
Paidon, Riau-Lingga, Kepulauan Riau, Sumatera Bagian dari seperangkat wadah sirih yang berfungsi untuk
menampung ludah sirih. Merupakan contoh menonjol dari design logam di Sumatera. Motifnya menggunakan warna merah ciri khas kerajinan yang dipengaruhi
oleh budaya Bugis. Pengaruh budaya Bugis kuat di Kesultanan Riau Lingga yang diperintah oleh dinasti
Melayu-Riau dan Yang Dipertuan Muda |
|
16 |
H uiagsisa.n Telinga "Mamuli", Sumba, Nusa Tenggara Timur Merupakan benda pusaka yang penting
bagi kaum bangsawan
dalam masyarakat
Sumba yang dipakai
sebagai
mas kawin dan pada upacara-upacara penting. Mamuli berbentuk menyerupai alat vital perempuan yang melambangkan
kesuburan. |
|
17 |
Wadah Air Suci, Klungkung, Bali Kakinya berupa kembang lotus ganda yang disepuh, bersandar pada kaki yang melengkung dan berakhir pada singa kecil
yang mencakar. Pendeta
menggunakannya
untuk menyiapkan air suci, tirtha. |
|
18 |
Topeng Klono, Kutai, Kalimantan Timur Topeng ini mungkin menggambarkan Klono,
raja asing yang mengancam kerajaan Kediri karena
ia ingin mendapatkan Candra
Kirana untuk dirinya. Walaupun
topeng ini bermahkota tetapi dari matanya yang menonjol didapat kesan bahwa topeng ini menggambarkan orang yang kasar dan bukan bangsawan. |
|
Khasanah Keramik |
||
19 |
Ceret Batuan, Temuan di Weleri, Jawa Tengah Keramik Cina dengan hiasan berbentuk binatang kadal termasuk jarang dan menurut mitologi, dapat menolak
bala dan melindungi istana |
|
20 |
Cepuk Batuan, Temuan di Makassar, Sulawesi Selatan Diduga dipakai untuk wadah perhiasan, rempah-rempah, dan salah satu wadah peralatan makan
sirih, bekal kubur atau lainnya. |
|
21 |
Mangkuk dan Sendok Porselen Tek Sing, Cina, dinasti
Qing (abad ke-18-19 Masehi) Mangkuk dengan hiasan kelinci yang melambangkan
kebijaksanaan. Sendoknya bergaya khas
Cina yang unik, dimana bentuknya berbeda dengan sendok pengaruh Eropa seperti
yang kita pakai sekarang |
|
22 |
Patung Kecil Tek-Sing, Bahan dasar porselin putih
Jingdezhen,
Cina; dinasti Qing (abad ke-18-19 Masehi). Diduga untuk
mainan anak-anak atau
sebagai hiasan. |
|
23 |
Ceret Tek-sing, Cina, dinasti Qing (abad ke-18-19 Masehi)
Guandong, Cina Selatan (dinasti Qing, abad ke-17-18) Dibuat dari stoneware, bentuknya unik dan jarang karena guci tidak lazim diberi corot dan pegangan, maka dapat digunakan untuk wadah air minum. |
|
24 |
Piring Porselin Temuan di Sulawesi Tenggara Jepang, Arita, masa Edo, abad ke-17 No. inv. 795 Hiasan bunga krisan. Keramik Jepang banyak diekspor dan diperdagangkan
oleh VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie atau Persekutuan Dagang Hindia-Belanda, 1602-1799). |
|
25 |
Cepuk dari Kapal Tek-Sing, Cina (dinasti Qing, abad ke-18-19 Masehi) Salah satu contoh dari muatan kapal “Tek-Sing” adalah cepuk warna putih,
buatan Fujian, dengan bahan dasar porselin halus, serta dibuat dengan teknik cetak tekan. |
|
26 |
Jambangan Porselen, Jambangan Porselen Temuan di Jakarta Vietnam, abad ke-15 No. inv. 1961 Hiasan bunga peoni merupakan pengaruh dari Cina yang sangat dihargai maka melambangkan banyak hal, antara lain musim semi, raja dari semua bunga, cinta, kekayaan, kehormatan dan nasib baik.
Di Indonesia vas seperti ini, diduga sering merupakan
benda pusaka warisan turun-temurun |
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar